KPK Ungkap Kesulitan Perhitungan Kerugian Negara di Kasus RJ Lino
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menjelaskan, lamanya penyidikan tersangka mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan "Quay Container Crane" (QCC) dikarenakan terkendala perhitungan kerugian keuangan negara.
"Ini memang perkara yang tiap RDP (Rapat Dengar Pendapat) selalu ditanyakan oleh teman-teman di Komisi III (DPR RI). Selalu kami sampaikan bahwa kendalanya memang dari perhitungan kerugian negara di mana BPK itu meminta agar ada dokumen atau harga pembanding terhadap alat tersebut dan itu sudah kami upayakan baik melalui Kedutaan China," kata Alexander dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).
1. Penyidik KPK kesulitan mendapatkan harga QCC untuk menghitung kerugian negara
Di satu sisi, kata Alexander, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menuntut tetap ada dokumen atau data yang dibutuhkan dalam penghitungan kerugian negara.
"Di sisi lain, penyidik kesulitan mendapatkan harga QCC atau setidaknya harga pembanding, misalnya HDHM menjual ke negara lain itu bisa dibandingkan sehingga itu bisa menjadi dasar perhitungan negara," ujarnya.
Menurut dia, KPK tetap meminta BPK menghitung kerugian negara dan hasilnya disampaikan bahwa BPK mendapatkan penghitungan kerugian negara dalam hal pemeliharaan QCC.
"Sedangkan alatnya sendiri penghitungan kerugian negara, BPK tidak bisa melakukan penghitungan karena ketiadaan dokumen atau data pembanding," katanya.
Baca Juga: [BREAKING] KPK Tahan RJ Lino Setelah 5 Tahun Ditetapkan Jadi Tersangka
2. Agus Rahardjo dan Laode M Syarif sempat menyambangi Tiongkok
Editor’s picks
Dalam konferensi pers, Alexander juga mengungkapkan inspektorat asal Tiongkok pernah menyambangi KPK. Pada saat itu KPK menyampaikan bahwa pihaknya membutuhkan harga QCC yang dijual oleh HuaDong Heavy Machinery Co. Ltd (HDHM).
Bahkan, upaya lain yang juga dilakukan dua pimpinan KPK periode sebelumnya yakni Agus Rahardjo dan Laode M Syarif sempat menyambangi Tiongkok.
"Jadi waktu itu ada inspektorat dari China ke KPK, itu juga sudah kami sampaikan kami membutuhkan berapa sih sesungguhnya harga QCC tersebut yang dijual oleh PT HDHM. Bahkan tahun 2018, Pak Laode dan Pak Agus Rahardjo ke China dan dijanjikan bisa bertemu menteri atau jaksa agung tetapi pada saat terakhir ketika mau bertemu dibatalkan," ungkap Alex.
3. KPK gaet ahli ITB untuk hitung harga pokok produksi QCC
Alexander pun menyatakan KPK menggunakan ahli dari ITB untuk menghitung Harga Pokok Produksi (HPP) dari QCC tersebut.
"Memang dalam menghitung kerugian dalam akuntansi itu ada yang disebut "histories cost". Itu biasanya didukung dengan data dan dokumen berapa biaya yang dikeluarkan untuk membelikan alat tersebut, termasuk harga pembanding," katanya.
Dia pun menyebut ada metode lain yang dapat digunakan, yaitu dengan cara menghitung replacement cost.
"Kira-kira berapa biaya yang dikeluarkan kalau alat itu diproduksi sendiri, kami menggunakan metode itu dengan meminta bantuan dari ahli ITB untuk merekonstruksi alat QCC itu seandainya dibuat, harga pokoknya berapa," ungkapnya.
Baca Juga: [BREAKING] KPK Tahan Mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino