Somasi ICW, Moeldoko Disebut Berangus Demokrasi dan Antikritik!

ICW sebut Moeldoko dan kader PDIP terkait PT Harsen

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 109 organisasi masyarakat sipil bersatu angkat bicara mengenai rencana Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko melalui kuasa hukumnya Otto Hasibuan untuk melayangkan somasi kepada Indonesia Corruption Watch (ICW). Somasi itu terkait nama Moeldoko yang disebut ICW terkait dengan PT Harsen, perusahaan farmasi yang memproduksi Ivermectin bermerek IvermaX12.

Koalisi organisasi masyarakat itu menilai bahwa rencana somasi yang akan dilayangkan Moeldoko merupakan upaya kriminalisasi dan memberangus demokrasi.

"Langkah ini amat disayangkan. Sebab, semakin memperlihatkan resistensi seorang pejabat publik dalam menerima kritik," ujar Ketua bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBI) Muhammad Isnur, yang mewakili koalisi, pada Jumat (30/7/2021).

1. Pemerintah seharusnya terbuka pada masukan, bukan menutup

Somasi ICW, Moeldoko Disebut Berangus Demokrasi dan Antikritik!Ketua Advokasi YLBHI Muhammad Isnur (IDN Times/Santi Dewi)

Dalam keterangan tertulis, Koalisi berpendapat bahwa temuan yang ICW paparkan merupakan bentuk  pengawasan masyarakat sipil dalam jalannya pemerintahan. Selain itu, yang disampaikan ICW merupakan hasil kajian ilmiah, penelitian, serta didukung data dan fakta.

"Sehingga, tidak salah jika dikatakan bahwa langkah Moeldoko, baik somasi maupun niat untuk memproses hukum lanjutan, merupakan tindakan yang kurang tepat dan berlebihan," ujar Isnur.

Koalisi menilai seharusnya peluang masyarakat untuk menyampaikan masukan dan kritik di tengah pandemik COVID-19 untuk pemerintah dibuka seluas-luasnya. Namun, hal yang dilakukan Moeldoko justru malah menutupnya.

"Padahal, penelitian ICW masih bertalian dengan konteks terkini, yaitu upaya pencegahan korupsi di sektor farmasi," ujarnya.

Isnur mengatakan Undang-Undang juga telah  menjamin hak masyarakat atau organisasi untuk menyatakan pendapat. Hal tersebut tertuang mulai dari Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, Pasal 23 jo Pasal 25 jo Pasal 44 UU Hak Asasi Manusia, Pasal 8 ayat (1) UU Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 41 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan, jaminan tersebut juga dituangkan dalam berbagai kesepakatan internasional, diantaranya: Pasal 19 Deklarasi Universal HAM, Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 23 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN. 

Baca Juga: Jika Tak Minta Maaf, Moeldoko Akan Laporkan ICW Pakai UU ITE

2. Langkah Moeldoko dinilai bakal turunkan nilai demokrasi Indonesia

Somasi ICW, Moeldoko Disebut Berangus Demokrasi dan Antikritik!Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Isnur mengatakan bahwa somasi yang akan dilayangkan Moeldoko berpotensi menurunkan nilai demokrasi Indonesia. Pada awal Februari 2021, The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3. Menurutnya ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir.

"Indonesia mendapatkan rapor merah karena adanya penurunan skor yang cukup signifikan. Maka dari itu, praktik pembatasan hak berpendapat, terlebih kritik dari masyarakat perlu untuk dihentikan," ujarnya.

Selain itu, merujuk data SAFENet, dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kriminalisasi menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik banyak menyasar masyarakat dari berbagai kalangan seperti aktivis, jurnalis, hingga akademisi. Isnur mengatakan bahwa hal tersebut mayoritas dilakukan oleh pejabat publik.

"Ini menandakan belum ada kesadaran penuh dari para pejabat dan elit untuk membendung aktivitas kriminalisasi tersebut, guna mendorong terciptanya demokrasi yang sehat di Indonesia," ujarnya.

3. Moeldoko dinilai tak bisa gunakan delik pencemaran nama baik dan UU ITE

Somasi ICW, Moeldoko Disebut Berangus Demokrasi dan Antikritik!IDN Times/Fitria Madia

Dari aspek hukum, koalisi menilai Moeldoko tak bisa menjerat ICW dengan pasal pencemaran nama baik dan UU ITE. Mantan Panglima TNI itu dinilai tak bisa menggunakan pasal pencemaran nama baik lantaran KUHP pada dasarnya memuat tentang alasan pembenar yang relevan ketika dikaitkan dengan penelitian ICW, yakni Pasal 310 ayat (3) KUHP yang mengatakan sebuah pendapat tidak merupakan pencemaran, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum.

"Sebab, ICW memaparkan temuan dalam konteks kepentingan pemerin dinitah untuk mencegah adanya praktik rente dan conflict of interest di tengah situasi kritis akibat pandemi COVID-19, hal yang jelas berhubungan dengan kepentingan publik," ujar Isnur.

Selain itu, Moeldoko tak bisa menjerat ICW dengan UU ITE karena adanya Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Pedoman Implementasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam dokumen tersebut, tepatnya bagian Pasal 27 ayat (3) bagian c disampaikan bahwa bukan delik pencemaran nama baik jika muatannya berupa penilaian atau hasil evaluasi.

"Pernyataan yang dikeluarkan ICW lahir dari sebuah penelitian yang memiliki metode, data dan referensi yang jelas, tentu ini telah memenuhi ketentuan tersebut karena telah melewati proses penilaian dan evaluasi atas suatu isu yang menjadi perhatian masyarakat," jelasnya.

4. Moeldoko diminta cabut somasi dan tak lanjutkan upaya hukum pada ICW

Somasi ICW, Moeldoko Disebut Berangus Demokrasi dan Antikritik!Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat beraudiensi dengan lima lembaga negara terkait Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat (16/4/2021). (dok. KSP_

Koalisi 109 organisasi masyarakat sipil mendesak agar Moeldoko menghormati proses demokrasi berupa kritik dari hasil penelitian yang dilakukan ICW dan fokus untuk mengklarifikasi temuan tersebut. Koalisi juga berharap Moeldoko mencabut somasi dan mengurungkan niat melanjutkan proses hukum pada ICW, serta meminta aparat dan pemerintah tetap berkomitmen menjaga demokrasi di Indonesia

"Dengan mengimplementasikan hukum dan kebijakan yang sudah dibuat untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk pemberangusan," ujar Isnur.

5. Moeldoko dan kader PDIP Ribka Tjiptaning disebut terkait dengan PT Harsen

Somasi ICW, Moeldoko Disebut Berangus Demokrasi dan Antikritik!IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Sebelumnya, ICW memaparkan hasil temuannya mengenai aktor di balik peredaran dan promosi obat Ivermectin sebagai terapi penanganan pasien COVID-19. Salah satu temuan pentingnya yakni ada nama Moeldoko dan politikus PDI Perjuangan yang terkait dengan PT Harsen, perusahaan farmasi yang memproduksi Ivermectin bermerek IvermaX12.

Peneliti ICW, Egi Primayogha, melakukan riset terkait dugaan keterlibatan PT Harsen dengan KSP dan politikus PDI Perjuangan pada rentang Juni hingga Juli 2021. Ia mengumpulkan data dari akte perusahaan, pemberitaan media hingga ke media sosial. 

Egi menduga ada pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari kehadiran Ivermectin. Itu sebabnya, pemerintah hingga kini masih ngotot untuk menggunakan Ivermectin sebagai obat terapi COVID-19. 

"Ivermectin kan saat ini sudah menjadi komoditas, tentu banyak orang yang ingin mencari keuntungan di situ. Diduga di balik keputusan pemerintah terdapat pengaruh bisnis yang kuat," kata Egi ketika berbicara dalam diskusi virtual dengan topik "Berburu Rente di Tengah Krisis: Siapa di Balik Distribusi Ivermectin" pada Kamis (22/7/2021). 

Apalagi, kini Ivermectin tengah diburu warga yang terpapar COVID-19. Padahal, itu adalah obat keras dan memiliki efek samping. Maka, BPOM mewanti-wanti agar warga tidak sembarangan mengonsumsi obat tersebut. 

Temuan lain Egi, yakni PT Harsen berdiri sejak 1971. Perusahaan tersebut bergerak di sektor farmasi. Sebelum pandemik melanda, PT Harsen sudah menjalin kerja sama dengan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Indofarma.

"PT Indofarma mempromosikan obat-obat yang diproduksi oleh PT Harsen ke seluruh Indonesia lewat saluran pemasaran dan distrbusi INAF," ujarnya. 

Baca Juga: Pengacara Sebut Moeldoko Tak Pernah Promosikan Ivermectin, Benarkah?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya