Tiga Kejanggalan Penolakan Praperadilan Ravio Patra Versi Kuasa Hukum
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Tim Kuasa Hukum aktivis Ravio Patra yang tergabung dalam Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (KATROK) mengungkapkan setidaknya ada tiga kejanggalan dalam putusan yang disampaikan Hakim Nazar Effriadi dalam persidangan pada Selasa 14 Juli 2020 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dalam putusannya, Hakim menolak seluruh dalil permohonan praperadilan yang diajukan oleh Kuasa Hukum Ravio Patra karena sependapat dengan jawaban dari pihak Termohon, yaitu Kuasa Hukum Kapolda Metro Jaya.
Apa saja kejanggalannya?
1. Hakim mendorong kedua pihak berdamai dalam sidang praperadilan
Pertama, KATROK mencatat Hakim 28 kali mendorong semua pihak untuk berdamai pada persidangan. Padahal, menurut KATROK dalam hukum acara praperadilan tidak mengenal perdamaian.
"Sehingga Hakim Nazar Effriadi tidak memiliki kewenangan untuk mendorong para pihak melakukan perdamaian dalam tugasnya sebagai Hakim di sidang praperadilan," ujar KATROK dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times pada Rabu (15/7/2020) malam.
Baca Juga: Kronologi Lengkap Penangkapan Ravio Patra Versi Polisi
2. KATROK menilai hakim tidak menimbang alat bukti yang diajukan
Editor’s picks
Selain itu, KATROK menilai Hakim tidak mempertimbangkan alat bukti berupa tiga orang saksi, 1 saksi ahli, dan 13 alat bukti lain seperti surat dan video yang diajukan pemohon. Sementara, Hakim hanya mempertimbangkan alat bukti surat dari Termohon di mana banyak kejanggalan dalam informasi administrasi yang ada dalam surat-surat tersebut.
"Hakim tidak membandingkan alat bukti Termohon dengan keterangan saksi, ahli, dan bukti lain yang diajukan KATROK. Padahal jika dibandingkan, maka Hakim dapat menemukan kejanggalan tersebut," jelas KATROK.
3. Hakim dinilai tak mempertimbangkan tidak adanya surat persetujuan penyitaan
Ketiga, KATROK menilai Hakim tidak mempertimbangkan tidak adanya surat persetujuan penyitaan dari Ketua PN Jakarta Pusat dalam penyitaan barang-barang milik Ravio sebagai bukti. Menurut KATROK, dengan tidak adanya alat bukti formil dari penyitaan yang berdasarkan pasal 38 (2) KUHAP, seharusnya penyitaan yang dilakukan oleh Kepolisian Polda Metro Jaya dapat dinyatakan tidak sah.
"Namun anehnya, Hakim tetap mengatakan penyitaan dilakukan secara sah tanpa menjelaskan dasar dari pertimbangan tersebut," jelasnya.
4. Kuasa Hukum menilai kasus Ravio belum ada perkembangan
Usai ditolaknya praperadilan Ravio, KATROK memastikan akan mengawal laporan Ravio terkait kasus dugaan pertasan. Menurut KATROK, laporan tersebut belum mengalami perkembangan di Kepolisian.
"Padahal sebagai korban, kepolisian seharusnya memberikan jaminan pelayanan yang cepat demi kepastian hukum untuk Ravio. Hal ini dirasa sangat berbeda dengan perlakuan kepolisian atas laporan yang diterima oleh Kepolisian hingga sidang praperadilan ini berlangsung," jelasnya.
Baca Juga: Ravio Patra Beberkan Sejumlah Kejanggalan dalam Penangkapannya