Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-21 at 13.06.07.jpeg
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus mantan Staf Khusus (Stafsus) Wakil Presiden, Satya Arinantoa jadi Ahli yang dihadirkan DPR dalam sidang lanjutan gugatan UU TNI di MK (YouTube.com/MK)

Intinya sih...

  • Berawal dari perdebatan meaningful participation di AS dan Korea Selatan dalam sidang uji formil UU TNI.

  • Satya Arinanto menggunakan AI untuk jawab pertanyaan DPR.

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Satya Arinanto memakai artificial intelligence (AI) saat menyampaikan jawaban dalam sidang uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Hal itu terjadi saat Satya menjawab pertanyaan dari DPR selaku pihak yang menghadirkannya sebagai saksi ahli dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (21/7/2025).

1. Bermula dari pertanyaan DPR soal meaningful participation

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus mantan Staf Khusus (Stafsus) Wakil Presiden, Satya Arinantoa jadi Ahli yang dihadirkan DPR dalam sidang lanjutan gugatan UU TNI di MK (YouTube.com/MK)

Kejadian itu bermula, ketika Perancang Peraturan UU Ahli Utama Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul melontarkan pertanyaan kepada Satya soal prinsip partisipasi bermakna publik (meaningful participation) sebagaimana yang dipermasalahkan para Pemohon dalam uji formil UU TNI

Inosentius lantas menyoroti praktik partisipasi bermakna masyarakat di Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan. Ia menyebut, pembentukan UU di AS melibatkan pihak lain untuk menampung berbagai masukan dari stakeholder terhadap rancangan UU.

"Perdebatan tentang bagaimana meaningful participation di Amerika berujung pada satu ketentuan bahwa di kongres AS itu ada yang namanya lobbyist. Lobbyist ini adalah orang-orang yang secara legal, lalu kemudian terdaftar dan profesional. Dan bekerja secara etika dan integritas tinggi yang mereka sangat paham tentang proses di DPR, kongres. Lalu kemudian menyampaikan aspirasi dari stakeholder yang disampaikan oleh para lobbyist ini dan itu resmi," ujar dia.

"Saya ingin bertanya kepada profesor Satya, bagaimana di Indonesia ke depan apakah perlu model seperti itu, agar yang tadi disampaikan kelompok masyarakat banyak yang mengaku dan tidak memahami proses sehingga partisipasi publik menjadi absurd," sambungnya.

Ia juga menanyakan, apakah di Indonesia perlu diterapkan standar tertentu untuk menentukan syarat memenuhi syarat partisipasi bermakna masyarakat dalam pembuatan UU.

2. Pakai AI karena belum menyiapkan jawaban

ilustrasi artificial intelegence (pixabay.com/geralt)

Mendapati pertanyaan itu, Satya mengaku mendukung apabila ada pihak seperti lobbyist yang ditugaskan di DPR RI. Ia pun membacakan data yang ada berdasarkan penelusuran yang baru dilakukan saat sidang berjalan. Satya mengaku, menelusuri soal lobbyist di Kongres AS dengan memanfaatkan AI.

"Dari pertanyaan tadi, pertama saya mendukung ya memang kalau di AS ini saya juga ikut melacak ya pertanyaan tadi karena baru dikemukakan di sini. Dari data yang ada ini memang ada kelompok lobbyist tadi di kongres. Di mana mereka itu kelompok yang dipekerjakan untuk mempengaruhi keputusan legislatif dan juga kebijakan pemerintah dengan cara berinteraksi langsung dengan anggota kongres," ucapnya.

Satya mengaku menggunakan AI sebagi bagian dari pemanfaatan kemajuan teknologi. Terlebih, ia belum mempersiapkan pertanyaan yang diajukan tersebut.

"Mohon izin, ini saya baca langsung dari AI karena saya juga tidak mempersiapkan jawaban terhadap bapak penerima kuasa substitusi. Jadi saya memanfaatkan kemajuan teknologi," jelas dia.

Pada intinya, Satya mengaku mendukung adanya aturan tertentu untuk menetapkan apakah tahapan pengesahan undang-undang sudah memenuhi prinsip partisipasi bermakna publik atau belum.

3. Kesimpulan yang disampaikan Guru Besar UI terhadap gugatan UU TNI

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, dalam kesimpulan keterangan yang disampaikan, Satya menyimpulkan bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonan harus dinyatakan tidak dapat diterima. Ia meminta agar permohonan para Pemohon ditolak untuk seluruhnya dan keterangan DPR RI secara keseluruhan diterima.

Selain itu, proses pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dinyatakan telah sesuai dengan UUD 1945 dan telah memenuhi ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Editorial Team