'Godfather of AI' Sebut AI Bisa Jadi Ancaman Eksistensial Bagi Manusia

- Ancaman yang semakin dekat: Geoffrey Hinton memperingatkan bahwa AI bisa menjadi ancaman eksistensial nyata bagi manusia.
- Kemungkinan 10% hingga 20% AI akan menggantikan manusia: Risiko AI mulai terasa dalam jangka pendek, termasuk otomatisasi pekerjaan level pemula di berbagai sektor profesional.
- Pekerjaan hukum atau akuntansi bisa digantikan: Pekerjaan intelektual rutin seperti asisten hukum dan paralegal bisa tergantikan oleh kecerdasan buatan.
Dalam dunia kecerdasan buatan (AI), Geoffrey Hinton merupakan nama yang cukup diperhitungkan. Dijuluki sebagai “Godfather of AI,” pria berusia 77 tahun ini merupakan sosok kunci di balik kemajuan teknologi machine learning dan jaringan saraf dalam (deep neural networks) yang menjadi fondasi berbagai inovasi AI masa kini.
Namun di tengah geliat pesatnya perkembangan AI, Hinton justru tampil sebagai salah satu tokoh paling vokal yang memperingatkan bahaya teknologi ini terhadap umat manusia. Menurutnya, jika tidak diawasi dengan serius, lonjakan kecerdasan buatan berpotensi menimbulkan konsekuensi yang bersifat membahayakan bagi umat manusia.
1. Ancaman yang semakin dekat

Kekhawatiran Geoffrey Hinton terhadap AI tidak berhenti pada risiko spekulatif semata. Dalam wawancaranya di podcast The Diary of a CEO bersama Steven Bartlett, Hinton menegaskan bahwa AI bisa menjadi ancaman eksistensial nyata bagi umat manusia.
"Kita harus menyadari bahwa hal ini merupakan ancaman eksistensial dan kita harus menghadapi kemungkinan bahwa jika kita tidak melakukan sesuatu segera, kita sudah mendekati akhir," ujarnya (16/6/2025).
Pernyataan ini mencerminkan kegelisahan yang kian meluas di kalangan pakar, bahwa AI bisa melampaui kecerdasan manusia dan bergerak lebih cepat dari upaya regulasi global. Peringatan Hinton pun makin mendapat perhatian setelah ia mundur dari jabatannya di Google pada 2023.
2. Kemungkinan 10% hingga 20% AI akan menggantikan manusia

Meskipun para programmer terus mengembangkan sistem AI canggih, hingga kini banyak dari mereka sendiri belum sepenuhnya memahami cara kerja dan evolusi teknologi ini. Hal ini memunculkan perpecahan pandangan. Ada yang meyakini AI bisa menggantikan manusia secara besar-besaran, sementara lainnya menganggap kekhawatiran itu sebatas fiksi ilmiah. Geoffrey Hinton memilih berada di tengah.
"Saya pikir kedua posisi itu ekstrem," ujar Hinton.
"Saya sering bilang [ada] peluang 10% hingga 20% [bagi AI] untuk memusnahkan kita. Tapi itu hanya perkiraan berdasarkan gagasan bahwa kita masih membuatnya dan kita cukup pintar. Harapannya adalah jika cukup banyak orang pintar yang melakukan riset dan sumber daya yang cukup, kita akan menemukan cara untuk mengembangkannya sehingga mereka tidak akan pernah ingin menyakiti kita," tambahnya.
Dalam jangka pendek, menurut Hinton, risiko AI sudah mulai terasa. Teknologi ini masih sering “berhalusinasi”. Ini artinya, AI memproduksi informasi yang tampak meyakinkan tapi sepenuhnya salah. Selain itu, kemampuannya untuk membuat gambar, video, dan audio palsu semakin memperburuk krisis disinformasi.
Belum lagi potensi otomatisasi besar-besaran terhadap pekerjaan level pemula di berbagai sektor profesional yang bisa menimbulkan kekhawatiran tersendiri soal masa depan ketenagakerjaan.
3. Pekerjaan hukum atau akuntansi bisa digantikan

Geoffrey Hinton tak ragu menyatakan bahwa pekerjaan intelektual yang bersifat rutin akan menjadi korban pertama dari gelombang otomatisasi AI.
“Untuk pekerjaan intelektual yang 'membosankan', AI bisa menggantikan semua orang,” ujarnya.
“Pekerjaan seperti asisten hukum, paralegal, mereka tidak akan dibutuhkan dalam waktu lama,” tambahnya.
Dengan kemampuan memproses dan menganalisis ribuan dokumen hukum dalam hitungan detik, AI mulai mengambil alih tugas-tugas yang selama ini dikerjakan manusia. Di bidang akuntansi pun, teknologi ini diprediksi akan mengotomatisasi pekerjaan seperti persiapan pajak dan pelaporan keuangan.
Menurut Hinton, hanya mereka yang sangat terampil yang akan memiliki pekerjaan yang tahan terhadap serbuan AI.
Peringatan Geoffrey Hinton menjadi pengingat penting bahwa kemajuan AI datang dengan tanggung jawab besar. Di tengah euforia inovasi, dunia perlu bergerak cepat untuk memahami, mengatur, dan membentuk masa depan teknologi ini sebelum AI berkembang melampaui kendali manusia.