Ketua umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf (Dok. PBNU)
Merujuk sejarahnya, lahirnya Hari Santri Nasional bersumber pada fatwa KH. Muhammad Hasyim Asy'ari. Sebelum fatwa itu lahir, para ulama pesantren Jawa-Madura menggelar rapat di Kantor PBNU Jalan Bubutan, Surabaya, pada 21-22 Oktober 1945.
Hasilnya, dua keputusan yang berhasil menggerakkan rakyat melawan penjajahan. Pertama, memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata, serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan dan agama dan negara Indonesia, terutama terhadap Belanda dan kaki tangannya. Kedua, supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat "sabilillah" untuk tegaknya Negara Republik Indonesia dan agama Islam.
"Kita kenal, fatwa atau keputusan itu dengan nama 'Resolusi Jihad'," ujar Gus Yahya.
Selain itu, beberapa peristiwa yang membutuhkan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan. Antara lain, peristiwa perebutan senjata tentara Jepang pada 23 September 1945 yang pada akhirnya membawa Presiden Sukarno melalui utusannya berkonsultasi kepada Kiai Hasyim Asy'ari, yang dinilai memiliki pengaruh di hadapan para ulama.
Fatwa ini, kata Gus Yahya, memang patut ditahbiskan sebagai tonggak sejarah yang tidak hanya bermakna heroik dalam konteks kemerdekaan Indonesia, tapi juga sebagai penanda paling lugas dari tekad para ulama, sebagai rakyat Indonesia yang mencintai bangsanya, untuk membangun peradaban baru dengan menetapkan berdirinya Republik Indonesia sebagai Negara-Bangsa.
"Yaitu, Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga kewajiban mempertahankannya adalah kewajiban Jihad Fi Sabilillah dengan pahala syahid," kata dia.
Menurut Gus Yahya jihad fi sabilillah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan melawan kolonial inilah yang menjadi esensi Fatwa Resolusi Jihad. Kala itu, kata dia, para kiai dan pesantrennya memimpin banyak perjuangan bagi kemerdekaan bangsa untuk mengusir penjajah.
"Sehingga, bisa disimpulkan Resolusi Jihad merupakan bagian dari cikal bakal berkobarnya semangat para pahlawan untuk berjuang meraih kemerdekaan, hingga akhirnya 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan," kata dia.
Dari alur sejarah ini, kata Gus Yahya, bisa dipahami meski merupakan fatwa dari Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar NU waktu itu bersama para ulama lainnya, Resolusi Jihad menjelma menjadi seruan yang disambut serempak segenap anak bangsa di seluruh Indonesia.
"Dari semua kelompok dan kalangan, terlepas dari perbedaan latar belakang apa pun, termasuk perbedaan agama. Tugas generasi saat ini, meski tidak turut serta berjuang bertaruh nyawa untuk negara dan bangsa Indonesia, namun bisa mensyukuri kemerdekaan dan mengenang jasa para pahlawan dengan membulatkan tekad untuk meneladani perjuangan mereka, sesuai momentum yang dihadapi," katanya.