Kisah Ayah Bota yang Hilang Setelah Ditangkap di Uighur Xinjiang 

Ayah Bota ke Uighur Xinjiang 2017, sejak itu dia hilang

Jakarta, IDN Times –Bota Kussaiyn, seorang mahasiswa yang berasal dari etnis Kazakh hingga saat ini belum mendapat kabar dari ayahnya, yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh otoritas China. Kisah Botan ini diceritakan oleh Direktur Amnesty International Usman Hamid yang mengutip laporan terbaru Amnesty International, 'China Where are they? Time for answers about mass detentions in Xinjiang Uighur Autonomous Region'.

Dalam laporan itu, Amnesty International memaparkan mengenai penderitaan orang-orang yang telah kehilangan kontak dengan keluarga ataupun teman mereka yang yang ditahan di daerah otonomi Uighur Xinjiang (Xuar).

“Misal ada keluarga dari Bota, yang merupakan keluarga di settle Kazakhstan,” kata Usman di Gondangdia, Jakarta, Kamis (20/12).

Baca Juga: Siapa Uighur dan Mengapa Tiongkok Diduga Mendiskriminasi Mereka?

1. Paspor ayah Bota disita dan dikirim ke kamp pendidikan ulang

Kisah Ayah Bota yang Hilang Setelah Ditangkap di Uighur Xinjiang flickr.com/todenhoff

Bota yang sedang belajar di Moscow State University, berbicara dengan ayahnya, Kussaiyn Sagymbai, melalui WeChat pada November 2017. Berasal dari Xuar, keluarga mereka pindah dan menetap di Kazakhstan pada 2013.

Ayah Bota kembali ke China pada akhir 2017 untuk bertemu seorang dokter, tapi otoritas setempat menyita paspornya setelah sampai di Xuar. Bota mengetahui dari anggota keluarganya bahwa ayahnya dikirim ke “kamp pendidikan ulang”.

“Tapi ayahnya itu kembali mendapat perlakuan tidak baik di Uighur (otonomi Uighur Xinjiang),” sebut Usman.

2. Keluarga Bota tidak bisa berkomunikasi banyak karena khawatir ada ancaman

Kisah Ayah Bota yang Hilang Setelah Ditangkap di Uighur Xinjiang flickr.com/todenhoff

Kerabat Bota di Xuar sangat mengkhawatirkan bahwa komunikasi lebih jauh akan membuat mereka dalam ancaman. Mereka akhirnya menghentikan komunikasi dengan Bota.

“Ayah saya adalah seorang warga negara biasa. Kami adalah keluarga yang bahagia sebelum dia ditahan. Kami tertawa bersama. Sekarang kami tidak bisa tertawa lagi dan tidak bisa tidur di malam hari. Kami hidup dalam ketakutan setiap hari. Kejadian ini meninggalkan trauma mendalam pada ibu saya. Kami tidak tahu dimana ayah kami sekarang. Kami bahkan tidak tahu apakah dia masih hidup. Aku ingin melihat ayahku lagi,” kisah Bota seperti dilansir dalam laporan Amnesty International.

Banyak anggota keluarga dan teman yang tinggal di luar negeri mengatakan, mereka merasa bersalah karena komunikasi mereka membuat para kerabat di Xuar dalam bahaya.

3. Disebut kamp pendidikan ulang padahal kamp penyiksaan

Kisah Ayah Bota yang Hilang Setelah Ditangkap di Uighur Xinjiang flickr.com/todenhoff

Bota lalu dapat berkomunikasi dengan ayahnya yang menceritakan kalau paspornya disita oleh polisi setempat tanpa alasan. Usman melanjutkan, ibu Bota yang tinggal di Kazakhstan menceritakan, kamp yang diklaim China bukan merupakan pendidikan ulang melainkan penyiksaan.

“Dari laporan kami terima justru banyak penyiksaan. Dan keluarganya sampai sekarang tidak pernah tahu di mana ayahnya itu,” ujar Usman.

4. Tuduhan-tuduhan Pemerintah China

Kisah Ayah Bota yang Hilang Setelah Ditangkap di Uighur Xinjiang ANTARA FOTO/REUTERS/Juan Medina

Banyak anggota keluarga dan teman yang tinggal di luar negeri mengatakan, mereka merasa bersalah karena komunikasi mereka membuat para kerabat di Xuar dalam bahaya. Otoritas setempat menuduh mereka memiliki hubungan dengan grup dari luar dan Pemerintah China menuduh mereka mempromosikan ekstremisme agama atau membuat rencana teror.

Untuk menghindari kecurigaan dari otoritas, warga etnis Uighur dan Kazakhs dan lainnnya di Xuar telah memutuskan hubungan dengan teman dan keluarga yang tinggal di luar China.

Mereka memberitahu teman untuk tidak menghubungi atau meminta menghapus kontak di aplikasi media sosial. Karena para kerabat yang tinggal di luar negeri tidak mendapatkan informasi yang cukup, maka mereka hanya bisa menduga hal terburuk telah terjadi.

Ketika orangtua ditahan, maka anak-anaklah yang menderita karena banyak keluarga yang akan mengalami kesulitan ekonomi. Anak-anak yang lebih tua dikirim ke pusat-pusat pelatihan milik negara, sementara adik-adik mereka dikirim ke pusat-pusat kesejahteraan yang dibangun sejak 2017.

Baca Juga: Muslim Uighur Tertindas, PA 212 Demo di Kedubes China Hari Ini

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya