TPDI: Hak Angket DPR Langkah Tepat Jawab Tuntutan Pilpres Jujur Adil

TPDI Dukung Parpol hak angket untuk kecurangan Pemilu 2024

Jakarta, IDN Times - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus mendorong langkah politik PDIP, NasDem, PKB, dan PKS yang mengajukan ke DPR untuk menggunakan hak angket atau interpelasi terhadap dugaan kecurangan pada penyelenggaraan Pemilu 2024.

"Hak angket menjadi langkah yang tepat, urgent, strategis, dan konstitusional dalam menjawab tuntutan publik yang meluas," ujar Petrus dalam keterangannya, Sabtu (24/2/2024).

Hal itu, ujar dia, karena saat ini, MK sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilu, berada dalam posisi tidak merdeka dan mandiri akibat nepotisme dan dinasti politik.

Ia juga menambahkan, di MK masih ada Anwar Usman, Hakim Konstitusi yang merupakan ipar dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo atau paman dari Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres Prabowo Subianto.

"Tidak semua bentuk pelanggaran pemilu, pilpres kasusnya dapat diselesaikan lewat Mahkamah Konstitusi (MK), kecuali peserta pemilu yang secara limitatif ditetapkan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," kata dia.

Baca Juga: Daftar Partai yang Siap Gulirkan Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024

1. MK jadi sarang nepotisme

TPDI: Hak Angket DPR Langkah Tepat Jawab Tuntutan Pilpres Jujur AdilMantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman yang disebut akan menikahi adik Presiden Joko "Jokowi" Widodo Idayati pada Mei 2022 mendatang (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Petrus menyampaikan, saat ini kasus pelanggaran pemilu di mata publik sudah masuk kategori terstruktur, sistematis, masif (TSM). Hal itu dinilainya sangat merugikan hak-hak rakyat pemilih.

Ia mengatakan, rakyat selaku pemegang kedaulatan tetapi tidak mendapat tempat untuk mendapatkan keadilan di MK sehingga mereka akan mencari dan menemukan sendiri jalannya untuk mengakhiri pemilu curang tersebut.

Menurut dia, pendapat Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sekaligus pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan bahwa 'pihak yang kalah di pilpres tidak dapat menggunakan hak angket DPR untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024 dan seharusnya mencari penyelesaian ke MK' merupakan pendapat yang membodohi masyarakat dan sesat.

Oleh sebab itu, penggunaan hak angket atau hak interpelasi atau lewat kekuatan masa mendesak Presiden Jokowi mundur, pilpres batal, dan pilpres diulang adalah langkah yang paling tepat untuk publik.

Baca Juga: JK soal Hak Angket: Kalau Tidak Ada Apa-Apa Tak Usah Khawatir

2. Presiden dan Wakil Presiden tidak boleh lahir dari pemilu tak jujur dan adil

TPDI: Hak Angket DPR Langkah Tepat Jawab Tuntutan Pilpres Jujur AdilCapres dan Cawapres Nomor Urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (YouTube/Prabowo Gibran)

Petrus mengatakan, saat ini Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden.

Menurutnya, Presiden Jokowi juga sedang menyiapkan capres-cawapres nomor urut 2 yang lahir dari nepotisme dan dinasti politik.

Ia menambahkan,Komisoner KPU, Bawaslu, dan DKPP tidak berani secara independen mengoreksi hasil pemilu dan menyatakan pemilu batal serta harus diulang.

"Jika saja proses dan tahapan pemilu (pilpres) ini dipertahankan, maka Indonesia berada diambang kehancuran demokrasi dan konstitusi, karena daulat rakyat sudah bergeser menjadi daulat nepotisme akibat dinasti politik Jokowi," kata Petrus.

Baca Juga: Baru 4 Hari Gabung Kabinet, AHY Puji Kinerja Kepemimpinan Jokowi

3. Tuntutan perbaiki demokrasi Indonesia

TPDI: Hak Angket DPR Langkah Tepat Jawab Tuntutan Pilpres Jujur AdilMassa Aksi Nasional Gerakan Masyarakat Sipil Selamatkan Demokrasi Indonesia "Tolak Pemilu Curang" berdemo di depan Gedung KPU, Jumat (23/4/2024). (IDN Times/Iglo Montana)

Menurut Petrus, munculnya berbagai klaim dan protes tentang kecurangan, pelanggaran dan manipulasi, memperlihatkan proses Pemilu 2024 telah berlangsung secara tidak adil dan tidak jujur.

"Bahkan melanggar asas-asas pemilu yang digariskan dalam Pasal 22E UUD 1945," kata Petrus.

Jika proses dan hasil pemilu pada setiap tahapan terjadi pelanggaran terhadap asas-asas pemilu sebagaimana UUD 1945 dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kata dia, maka jika dibiarkan akan terdapat konsekuensi.

Konsekuensi itu adalah pemilu batal dengan segala akibat hukumnya dan pemilu harus digelar ulang dan komisioner KPU, anggota Bawaslu, dan DKPP harus mengundurkan diri atau diberhentikan serta digantikan dengan personalia yang baru.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Baca Juga: AHY soal Hak Angket Usut Kecurangan Pemilu: Tak Ada Urgensinya

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya