Aplikator Ojek Online Wajib Sediakan Shelter, Begini Pembagiannya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Perhubungan mengimbau aplikator jasa transportasi online menyediakan shelter bagi pengemudi dan penumpang.
Sebab ketentuan aplikator wajib menyediakan shelter telah tertuang pada Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Perhubungan No.12 tahun 2019. Pasal tersebut menyebutkan aplikator harus membuat shelter.
1. Fasilitas shelter diberikan oleh aplikator, pemerintah, hingga pusat perbelanjaan
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan shelter merupakan bentuk pelayanan kepada pengemudi dan penumpang. Namun, shelter tak hanya dibuat oleh aplikator, melainkan juga melibatkan pemerintah hingga pengelola pusat perbelanjaan.
"Termasuk dari simpul-simpul pengemudi kumpul, misal di mal, stasiun, terminal," kata Budi usai konferensi pers di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (25/3).
Baca Juga: Kemenhub: Promo Ojek Online Tidak Boleh di Bawah Tarif Minimal
2. Pemerintah hanya menanggung pembuatan shelter di jalan utama
Budi mengatakan pemerintah bertanggung jawab atas shelter yang ada di jalan utama atau jalan negara. Namun, jika shelter ada di pusat perbelanjaan, pihak aplikator bisa bekerja sama dengan pengelola.
"Kalau di mal, selain aplikator juga pengelola mal yang buat karena ini bisnis. Terkait biaya, ini bisnis antara pihak mal dengan aplikator. Minggu depan, kami akan resmikan shelter ojek online dan taksi online di Mal Grand Indonesia," ujar Budi.
3. Pemerintah menetapkan tarif ojek online Rp2 ribu
Editor’s picks
Kementerian Perhubungan telah menetapkan biaya jasa transportasi ojek online sebesar Rp2 ribu (harga nett) per kilometer. Keputusan tersebut sudah melibatkan pihak aplikator dan asosiasi ojek online.
"Perhitungan tarif ini sudah memperhitungkan aspek biaya langsung dan gak langsung. Dalam perhitungan ini kami pakai biaya langsung. Biaya gak langsung ini menyangkut biaya jasa pihak aplikator sebesar 20 persen," kata Budi.
4. Kemenhub menerapkan sistem zonasi jasa
Dalam menentukan tarif, jelas Budi, pemerintah menerapkan sistem zonasi jasa. Zona 1 meliputi Jawa, Bali, dan Sumatera, Zona 2 Jabodetabek, dan Zona 3 meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, dan Papua.
"Jabodetabek dijadikan zona tersendiri karena ojek online di Jabodetabek merupakan feeder dari public transport (first mile dan last mile perjalanan penumpang). Selain itu, willingnes to pay masyarakat Jabodetabek lebih tinggi," jelas Budi.
5. Tarif diberlakukan per 1 Mei 2019
Budi menjelaskan, tarif yang berlandaskan keputusan menteri itu akan diberlakukan per 1 Mei 2019. Hal itu mempertimbangkan aspek kesiapan masyarakat.
"Ada penyesuaian masyarakat, biar mereka berhitung dulu. Di Jabodetabek ini kan juga banyak moda transportasi, bisa diperhitungkan juga," lanjut Budi.
Baca Juga: Mitra Go-Massage Jadi Korban Pelecehan, Gojek Tunggu Hasil Investigasi