KPAI: Modus Penjualan Manusia dan Prostitusi Anak Sulit Diidentifikasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Modus kejahatan human trafficking (penjualan manusia) dan eksploitasi anak dinilai susah diidentifikasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kejahatan kemanusiaan transnasional tersebut merendahkan harkat dan martabat manusia.
"Ia bekerja lintas kota antardaerah, serta antarnegara dengan melibatkan sindikat yang terorganisasi. Pada 2018 modusnya semakin pelik dan sulit untuk diidentifikasi," ujar Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati dalam keterangan tertulis, Senin malam (22/10).
Baca Juga: KPAI: Mediasi Bukan Solusi Atasi Kekerasan Seksual Anak
1. Modus pengantin pesanan marak di perbatasan Kalimantan Barat
Dalam catatan KPAI, kata Ai, kasus human trafficking tersebut di antaranya bermodus pengantin pesanan. Kasus tersebut diduga marak di perbatasan Kalimantan Barat.
"Yang sedang dipantau saat ini ada di Jawa Barat, Purwakarta. Dari 16 orang korban, tiga di antaranya usia di bawah 18 tahun, dan hingga kini belum dipulangkan dari Tiongkok," kata dia.
2. Prostitusi anak mulai melibatkan medsos
Editor’s picks
Selain itu, kata Ai, prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur kini dimudahkan dengan adanya media sosial (medsos). Seperti kasus yang terjadi di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, banyak remaja yang dilacurkan.
"Remaja menjadi terapis pijat plus-plus dengan menggunakan iklan di media sosial yang dikendalikan oleh para muncikari. Pada Oktober ini telah digagalkan pengiriman calon terapis plus-plus ke Bali oleh Polres Bandara Sukarno Hatta," terang dia.
3. Angka human trafficking dan eksploitasi anak didominasi korban prostitusi
Data KPAI hingga September 2018 menunjukkan, angka human trafficking dan eksploitasi anak didominasi anak korban prostitusi, yakni 80 kasus. Kemudian, korban eksploitasi pekerja 75 kasus, anak korban eksploitasi seks komersial anak 57 kasus, dan anak korban human trafficking 52 kasus. Total 264 kasus.
Menurut Ai, hal ini menunjukkan perlawanan terhadap praktik perdagangan manusia harus dilakukan seluruh kementeriana atau lembaga dan penegakan hukum lebih optimal. Larangan perdagangan manusia sesuai mandat UU No 21 Tahun 2007 tentang Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dengan sanksi maksimal 15 tahun dan diwajibkan membayar restitusi. Serta UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan sanksi paling lama 15 tahun plus denda.
Semoga kasus ini tidak meluas ke daerah lain ya guys.
Baca Juga: Kekerasan Anak Masih Tinggi, KPAI Dorong Sekolah Ramah Anak