Capim Nawawi Sebut KPK Seperti Orang Pulang Dugem, Begini Reaksi Laode

KPK juga dianalogikan seperti orang berlari di atas treadmil

Jakarat, IDN Times - Komisi III DPR hari ini memulai menggelar fit and proper test atau uji kepatutan dan kelayakan, bagi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK). Capim KPK pertama yang akan diuji adalah Nawawi Pomolango.

Nawawi berbicara mengenai motivasinya mengikuti seleksi capim KPK. Pria yang memiliki latar belakang sebagai hakim karier itu merasa geregetan, karena lembaga antirasuah selama ini dianggapnya jalan di tempat dan sempoyongan.

"KPK itu kewenangannya luar biasa, extraordinary, cuma kinerjanya yang saya rasa itu biasa-biasa saja. Saya ingin ada di situ. Siapa tahu saya yang merupakan hakim bisa membangun," kata Nawawi di depan anggota Komisi III DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).

Baca Juga: Ogah Dibohongin Lagi, DPR akan Minta Capim KPK Teken Kontrak Politik

1. Nawawi menyebut KPK seperti orang mabuk

Capim Nawawi Sebut KPK Seperti Orang Pulang Dugem, Begini Reaksi Laode(Capim KPK dari Polri Firli Bahuri) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Nawawi berharap agar KPK bisa menjadi lembaga seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2002, yang meningkatkan daya guna pencegahan dan penindakan korupsi.

Dia menganalogikan selama ini kinerja komisi antikorupsi seperti orang yang pulang dari diskotek dan sempoyongan alias mabuk.

"KPK seperti orang yang pulang malam, dari dugem. Sempoyongan," kata dia.

Apa dasar Nawawi menyatakan hal itu? Dia bersandar pada indeks persepsi korupsi di Indonesia yang dikeluarkan Transparency International Indonesia (TII) dari waktu ke waktu.

"Hasilnya stagnan," kata dia.

2. Nawawi menganalogikan KPK seperti orang berjalan di atas treadmill

Capim Nawawi Sebut KPK Seperti Orang Pulang Dugem, Begini Reaksi LaodeANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Tak hanya itu, Nawawi juga menyampaikan pengandaian lain untuk kinerja KPK.

"Kalau saya lihat, KPK itu seperti orang di atas treadmill. Kalau dari jauh kita lihat orang di treadmill itu seperti lari kencang, tapi sebetulnya cuma jalan di tempat," kata dia.

3. Nawawi menyinggung Wadah Pegawai (WP) KPK

Capim Nawawi Sebut KPK Seperti Orang Pulang Dugem, Begini Reaksi Laode(Pansel capim KPK periode 2019-2023) IDN Times/Santi Dewi

Tidak berhenti di situ, Nawawi juga mengkritisi keberadaan Wadah Pegawai (WP) KPK. Struktur birokrasi disebutnya tidak mengatur posisi wadah pegawai.

"Ada persoalan apa sih di internal KPK? Bukan rahasia umum soal ada sebutan mengenai wadah pegawai, ada persoalan mengenai WP. Saya setuju dengan ungkapan yang dipakai wakil ketua DPR, wadah pegawai ini sepertinya sudah di luar dari kebijakan ASN (Aparatur Sipil Negara), di luar konsep. Kita tidak punya konsep birokrasi seperti itu," ujar dia.

4. Nawawi setuju dengan usulan status ASN bagi pegawai KPK

Capim Nawawi Sebut KPK Seperti Orang Pulang Dugem, Begini Reaksi LaodeANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Karena itu, Nawawi setuju dengan usulan status ASN bagi pegawai KPK. Tujuannya agar tidak ada pertentangan antara KPK dengan kebijakan pemerintah.

"Bagaimana mungkin struktur birokrasi negara seakan-akan beroposisi dengan kebijakan politik pemerintah. Ketika dibentuk (KPK) 2002 seperti itu, seakan di awang-awang, jadi mereka merasa seperti di awan-awan," ujar dia.

Selain soal WP KPK, Nawawi juga menyoroti kelemahan rekrutmen penyelidik, penyidik, dan penuntut.

"Bagaimana orang yang tidak punya background tindakan penyelidikan, penyidikan, tiba-tiba disuruh melakukan tugas itu, sedangkan di kepolisian berapa waktu untuk jadi penyidik," kata dia.

5. KPK: Penilaian kinerja harus berdasarkan banyak tolak ukur

Capim Nawawi Sebut KPK Seperti Orang Pulang Dugem, Begini Reaksi LaodeIDN Times/Margith Juita Damanik

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menanggapi soal penilaian kinerja lembaganya. Menurut dia, seharusnya penilaian jangan hanya berdasarkan satu tolak ukur dari satu pihak.

"Kita mengukurnya sebenarnya tidak bisa hanya dari indeks dari TI sebagai satu-satunya ukuran. Kalau untuk kinerja KPK, saya pikir seharusnya sekurang-kurangnya dua. Kesatu, apakah jumlah kasus yang kita selidiki, kita sidik dan tuntut bertambah, baik segi kuantitas maupun kualitas," ujar dia, kepada IDN Times, Rabu. 

Laode menjelaskan dari segi penambahan kasus yang ditangani KPK cukup banyak, bahkan sebelumnya kurang dari 100 kasus, sekarang sudah hampir 200 yang ditangani selama 2018. "Sekarang (tahun ini) kita targetkan lebih."

Untuk pencegahan, kata Laode, sekarang KPK melakukan banyak hal. Karena itu, lembaganya menjadi koordinator sekretariat pencegahan korupsi sesuai apa yang dikeluarkan presiden dan melibatkan Kantor Staf Presiden (KSP), MenPAN, Mendagri dan Bappenas.

"Di situ kita fokus untuk beberapa hal, salah satunya adalah, ease of doing business harus ditingkatkan, sistem perizinan lewat satu pintu seharusnya diperbaiki, kalau bisa online. Yang kedua, plan e-budgeting, supaya tidak ada lagi korupsi antara legislatif dan eksekutif di daerah maupun di pusat, itu kita terus lakukan," kata dia.

Penilaian ketiga, lanjut Laode, peningkatan kualitas dari pengelolaan internal, inspektorat. Selama ini menurutnya kurang baik, karena harus melapor ke atasan inspektorat. "Di kabupaten dia gak lapor ke bupati loh, dia melapor ke sekda. Karena itu kita mengusulkan ke presiden  ada penggantian peraturan dan PP-nya ada."

"Presiden untuk itu committed, sekurang-kurangnya si inspektorat melapor juga ke, satu tingkat di atas atasannya, misalnya di provinsi, laporannya selain diberikan  kepada gubernur, juga diberikan ke Mendagri, supaya ada satu kontrol, ada kementerian dan lembaga juga demikian," lanjut dia.

Kendati, Laode mengaku prihatin dengan status indeks persepsi korupsi di Indonesia sejajar dengan Bosnia dan Srilanka. Karena indeks persepsi korupsi yang dijadikan bahan penilaian beberapa (indikator).

"Untuk ASEAN, kita masih bersedih, Brunei gak apple to apple dibandingkan. Yang saya selalu saya agak kesal itu Malaysia, tapi tren Malaysia itu setelah ditinggal Mahathir menurun. Kalau kita anggap era reformasi sebagai titik mulai, kita sudah menyalip Thailand, Filipina, yang dulu mereka jauh lebih tinggi. Saya belum puas," kata dia.

Laode menyebutkan ada beberapa faktor alasan IPK di Indonesia tidak meningkat. Di antaranya adalah korupsi di sektor penegakan hukum, nilainya hanya 20, menyangkut kepolisian kejaksaan dan pengadilan.

"Kedua, korupsi di sektor politik dan melibatkan parpol dan bagian lain adalah pejabat-pejabat elected official, itu skor paling rendah," kata dia.

"Jadi kalau kita mengakui dan itu memang kenyataan setelah kita lihat banyaknya laporan masyarakat dan banyaknya jumlah penindakan di KPK, ya kan banyak sekali.
Itu terkonfirmasi bahwa korupsi di bagian politik banyak," imbuh Laode.

Baca Juga: 10 Capim KPK Wajib Tandatangani Surat Kontrak Politik, Ini Alasannya

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya