Kompolnas: Telegram Kapolri Membatasi Kebebasan Pers
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai, surat telegram Kapolri Jendral Listyo Sigit yang salah satu poinnya melarang media menayangkan arogansi aparat, membatasi kebebasan pers.
“Batasan kepada jurnalis untuk meliput tindakan kekerasan atau arogansi anggota Polri itu yang saya anggap membatasi kebebasan Pers, serta akuntabilitas dan transparansi kepada publik,” kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada IDN Times (6/4/2021).
1. Ada poin-poin melindungi korban dalam surat telegram Kapolri
Namun, Poengky menangkap maksud poin-poin dalam surat telegram yang ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri tertanggal 5 April 2021 dan ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas.
“Ada poin-poin yang dimaksudkan untuk menjaga prinsip presumption of innocent, melindungi korban kasus kekerasan seksual, melindungi anak yang menjadi pelaku kejahatan, serta ada pula untuk melindungi materi penyidikan agar tidak terganggu dengan potensi trial by the press,” ujarnya.
Baca Juga: Kapolri: Media Dilarang Tayangkan Kekerasan dan Arogansi Aparat
2. Kompolnas meminta Kapolri revisi surat telegram soal kerja jurnalistik
Namun demikian, menurut Poengky poin lainnya yang menyinggung kerja pers harus direvisi oleh Kapolri. Karena kerja pers telah diatur oleh Kode Etik Junnalistik dan UU Pers.
“Kami berharap surat telegram ini direvisi, khususnya poin yang kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi polri kepada publik agar dicabut,” ujarnya.
Editor’s picks
3. Kapolri keluarkan surat telegram larang media tayangkan arogansi aparat
Sebelumnya, Kapolri Jendral Listyo Sigit melalui surat telegram ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 melarang media untuk menayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan anggota kepolisian.
"Media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," demikian bunyi poin pertama ST itu yang diterima IDN Times, Selasa (6/4/2021).
Kapolri juga melarang humas Polri di setiap wilayah untuk membawa media dan melakukan siaran langsung saat proses penangkapan pelaku kejahatan.
“Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media. Tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten,” bunyi poin ke-sepuluh.
4. Surat telegram bukan untuk media mainstream
Namun, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menegaskan surat telegram tersebut ditunjukan untuk media humas di kepolisian bukan untuk media mainstream.
Ia juga mengatakan telegram itu diterbitkan demi membuat kinerja Polri di kewilayahan semakin baik di masa mendatang.
“Benar, ditujukan kepada kabid humas dan pengemban fungsi humas di satuan kewilayahan. Dengan tujuan tugas kepolisian semakin baik, humanis dan profesional,” kata Rusdi kepada IDN Times.
Baca Juga: Telegram Kapolri: Humas Dilarang Bawa Media Saat Penangkapan