MPR: Pemerintah Longgarkan PSBB, Padahal Kasus COVID-19 Melejit

Indonesia perlu belajar dari Korea Selatan dan Selandia Baru

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mempertanyakan langkah pemerintah dalam menangani pandemik COVID-19. Menurutnya, setelah banyak langkah dilakukan yang dibekali Perppu Nomor 1 Tahun 2020, belum ada penurunan angka positif yang signifikan.

Syarief juga mempertanyakan kebijakan Pemerintah yang memberi kelonggaran PSBB serta mulai membuka pusat-pusat perbelanjaan di tengah masih tingginya kasus positif COVID-19, namun banyak yang masih belum menerapkan protokol kesehatan dengan tegas.

"Pemerintah harus berperan aktif untuk menekan laju penambahan kasus harian dengan berbagai kebijakan dan kemampuan yang dimiliki bukan membuat kebijakan yang kontraproduktif, atau menyerahkan kepada rakyat alternatif pilihan apakah PSBB atau keluar rumah beraktivitas dengan tetap disiplin mengikuti protokoler kesehatan," ujar Syarief dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/6).

1. MPR usul pemerintah belajar dari Korea Selatan

MPR: Pemerintah Longgarkan PSBB, Padahal Kasus COVID-19 MelejitKKP Samarinda bekerjasama dengan pihak terkait, percepat gelar rapid test dan swab massal. (IDN Times/Zulkifli Nurdin)

Hingga kini, pandemik COVID-19 memang belum menemukan titik akhir penyebaran kasus terkontaminasi. Total kasus positif virus corona di Indonesia kini mencapai 33.076 pasien. Bahkan, data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyebut bahwa terjadi penambahan kasus positif harian tertinggi mencapai 1.043 kasus pada Selasa (9/6).

Dua hari sebelumnya, penambahan kasus positif COVID-19 yang tinggi, yakni 672 kasus pada Minggu (7/6) dan 847 kasus pada Senin (8/6). Angka ini menunjukkan kasus terkontaminasi positif COVID-19 kian meningkat dari hari ke hari.

"Harusnya Pemerintah banyak belajar dari negara lain seperti Korea Selatan. Mereka melakukan pembatasan dengan ketat di awal pandemik. Kini mereka kembali membuka berbagai kegiatan setelah benar-benar terjadi penurunan kasus secara signifikan yakni hanya 20 kasus penambahan dalam sepekan. Walaupun mereka membuka pusat-pusat ekonomi dan sosial, mereka tetap menjalankan protokoler kesehatan dengan tegas," ujar Syarief.

Baca Juga: Kasus COVID-19 di Jakarta Pecah Rekor, PKS: Pemprov DKI Kurang Tegas! 

2. Jepang dan Selandia Baru membuka lockdown setelah kasus COVID-19 menurun

MPR: Pemerintah Longgarkan PSBB, Padahal Kasus COVID-19 MelejitPelaksanaan rapid test di pasar Polyclinic Jakabaring Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Syarief juga mencontohkan negara lain seperti Jepang yang membuka lockdown setelah hanya terdapat 11 kasus positif virus corona selama dua pekan dan Selandia Baru yang juga melakukan hal serupa setelah mencatatkan 0 kasus positif dalam dua pekan.

“Selain itu, belajar pelonggaran kebijakan, Indonesia juga harus belajar cara pemerintah kedua negara tersebut yang mampu melacak kasus secara cepat sehingga tidak menyebar terlalu banyak,” ujar dia.

3. Syarief imbau pemerintah untuk berhati-hati mengambil kebijakan menangani COVID-19

MPR: Pemerintah Longgarkan PSBB, Padahal Kasus COVID-19 MelejitPresiden Jokowi melakukan peninjauan kesiapan TNI dan Polri dalam penerapan 'New Normal' di sarana transportasi dan perniagaan, Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta dan Mal Sumarecon Bekasi, Selasa (26/5) (setkab.go.id)

Saat ini kata Syarief, pemerintah harus menjawab pertanyaan masyarakat tentang percepatan menangani pandemik. Ia sebut DPR dan MPR RI telah membantu menyelesaikan COVID-19 melalui fungsi pengawasan dan legislasi dengan meloloskan Perppu Nomor 1 Tahun 2020.

Selain itu pemerintah juga memiliki power pengaturan anggaran besar sehingga ‘deep knowledge’ yang menyebutkan bahwa Indonesia berada di urutan 97 dari 100 negara teraman COVID-19 merupakan kondisi yang memprihatinkan.

Syarief menegaskan agar pemerintah membuat kebijakan dengan hati-hati, kritis, dan matang dengan harapan agar anggaran dapat digunakan secara efektif dan efisien. Pemerintah tidak boleh hanya berharap pada masyarakat untuk patuh, namun juga harus membuat langkah tegas dan strategis.

"Pemerintah harus menjadi pemeran utama dalam penyelesaian masalah sebab pemerintah memiliki power dan anggaran bukan menunggu masalah selesai dengan sendirinya," kata Syarief.

Baca Juga: Jokowi: Waktu Penerapan New Normal Harus Tepat Sesuai Fakta dan Data

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya