MRP: UU Otsus Papua Tidak Berdampak pada Hak Politik Perempuan

Dana Otsus Papua Rp146 triliun belum mensejahterakan OAP

Jakarta, IDN Times - Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang telah berjalan sejak 2002 sampai hari ini dengan anggaran sebesar Rp146 triliun nampaknya belum mampu menyelesaikan permasalahan di Papua sesuai tujuannya yaitu mensejahterahkan orang asli Papua (OAP). 

Hal itu disampaikan oleh Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), Dorince Mehue. Menurutnya, salah satu komponen yang belum tersentuh dalam UU Otsus ini adalah hak-hak perempuan. 

“Pasal 47 UU Otsus 2001 ini benar-benar tidak terdampak bagi kami (perempuan). Ketika berbicara perempuan maka ada anak-anak, oleh karena itu harapan kami tolong dalam presisi perubahan UU Otsus yang sudah mengalami perubahan dibarengi dengan perubahan pada diri masyarakat OAP,” kata Dorince dikutip dari YouTube @fmb9id_ikp pada Senin (9/8/2021).

1. Perempuan Papua masih mengalami diskriminasi

MRP: UU Otsus Papua Tidak Berdampak pada Hak Politik PerempuanAfirmasi Bagi Masyarakat Papua Dalam RUU Otsus Papua. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dorince menjelaskan, isu kerentanan perempuan Papua padahal mendapat perhatian serius dari pemerintah. UU Otsus mengamanatkan tentang pemberdayaan terhadap kaum perempuan Papua.

UU ini menegaskan kewajiban pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota untuk menegakkan hak asasi kaum perempuan melalui pembinaan, perlindungan dan pemberdayaan serta memposisikan kaum perempuan sebagai mitra sejajar dengan laki-laki.

“Kami masih mengalami diskriminasi sehingga hak-hak politik perempuan Papua tidak diperhatikan dengan baik. Begitu juga hak perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, bahkan ekonomi,” ujar Dorince.

Baca Juga: Otsus Papua Mengoyak Keamanan dan Kedamaian Orang Asli Papua

2. Kaum perempuan asli Papua mampu mengambil peran penting dalam proses pembangunan

MRP: UU Otsus Papua Tidak Berdampak pada Hak Politik PerempuanANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Dorince mengatakan, kaum perempuan Papua memiliki energi potensial untuk menjaga suasana damai dan integritas di tengah kehidupan keluarga dan masyarakat Papua. 

“Kaum perempuan Papua khususnya perempuan asli Papua mampu mengambil bagian dan peran penting dalam proses pembangunan, baik di tingkat provinsi atau level nasional,” ujarnya.

3. MRP seperti singa ompong dalam UU Otsus Papua

MRP: UU Otsus Papua Tidak Berdampak pada Hak Politik PerempuanLinimasa Historis Papua. (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain isu perempuan, Dorince juga mempertanyakan soal kedudukan MRP yang tidak dilibatkan dalam pengawasan Otsus Papua jilid II ini. Hal ini menurutnya adalah akibat kesejahteraan OAP tak kunjung tercapai sesuai cita-cita Otsus Papua.

“Kami tidak memiliki fungsi sama sekali untuk mengawasi impelementasi Otsus selama 20 tahun. Karena itu, MRP selama 20 tahun seperti singa tidak bergigi untuk bisa mengawal Otsus. Sehingga kami tidak bisa mengawal kesejahteraan OAP, karena MRP tidak diberikan kewenangan pengawasan,” ucapnya.

“Pasal 34 harus ada formula baru oleh pusat, ada baiknya OAP dilibatkan untuk memberikan pokok-pokok pemikiran kepada Pemerintah agar terdampak pada OAP,” sambungnya.

4. Peningkatan kapasitas SDM adalah kunci kesuksesan implementasi UU Otsus Papua

MRP: UU Otsus Papua Tidak Berdampak pada Hak Politik PerempuanAkmal Malik, Dirjen Otda Kemendagri dalama cara Otsus Papua Menuju Masyarakat Sejahtera. (youtube.com/FMB9ID_ IKP)

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik menyatakan diperlukan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk implementasi UU Otsus Papua.

Selain harus melakukan peningkatan kapasitas SDM, hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh Kemendagri sejak tahun 2008-2018 juga menunjukkan bahwa perlu dilakukan penguatan kelembagaan, perbaikan mekanisme penyaluran dana otonomi khusus, serta mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dari proses implementasi kebijakan oleh para pelaksana kepada publik.

"Permasalahan yang dihadapi adalah tata kelola yang belum baik, adanya moral hazard, permasalahan transparansi, dan lain sebagainya," ungkap Akmal Malik dalam kesempatan yang sama. 

Permasalahan lain yang ditemukan dalam proses evaluasi yang telah dilakukan adalah keberadaan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang tidak selaras dengan peraturan-peraturan dari kementerian-kementerian teknis.

5. Presiden masih memprioritaskan pembangunan di Papua

MRP: UU Otsus Papua Tidak Berdampak pada Hak Politik PerempuanBilly Mambrasar, Staf Khusus Presiden RI dalam acara Otsus Papua Menuju Masyarakat Sejahtera. (youtube.com/FMB9ID_ IKP)

Sementara itu, Staf Khusus Presiden Republik Indonesia, Billy Mambrasar memastikan, Joko ‘Jokowi’ Widodo masih memprioritaskan pembangunan di Tanah Papua lewat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) di Tanah Papua.

“Pada rapat yang dipimpin Jokowi pada 22 Juli 2021 lalu, Presiden menegaskan kepada seluruh kementerian serta lembaga untuk dapat membuat loncatan serta pendekatan yang baru dalam pembangunan Papua,” ujarnya.

Billy mengatakan, Kepres No 20 Tahun 2020 tentang percepatan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat untuk melengkapi UU Otsus yang telah dijalankan.

“Berbagai program telah dikeluarkan Presiden untuk masyarakat, salah satunya yakni Papua Pintar dimana tujuannya adalah mereka wajib menjadi kunci dari percepatan pembangunan di bumi Cenderawasih,” ujar Billy.

Billy Mambrasar memberikan contoh dari program tersebut yakni beasiswa pendidikan kepada ratusan ribu masyarakat asli Papua untuk dapat bersekolah lebih tinggi, termasuk dirinya yang mendapat beasiswa hasil dari hadirnya Otsus di Tanah Papua pada beberapa tahun lalu.

Baca Juga: Tolak Otsus Jilid II, TPNPB-OPM: Kami Mau Tentukan Nasib Sendiri

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya