Jadi Stafsus Wapres, Ini Sosok Mantan Menristekdikti Mohamad Nasir

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah memilih delapan staf khususnya. Di antara stafsus tersebut, di antaranya muncul figur yang pernah mengisi kursi Kabinet Kerja, yakni Mohamad Nasir.
Nasir pernah menjabat Menteri Riset, Teknologi, dan Pedidikan Tinggi (Menristekdikti) pada Kabinet Kerja pada saat kepimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo periode pertama.
Meski tak lagi menjadi menteri, tetapi Nasir kini dipercaya menjadi staf khusus wakil presiden. Seperti apa sosok Mohamad Nasir?
1. Sebelum menjadi menteri Kabinet Kerja, Nasir adalah rektor Universitas Diponegoro

Mohamad Nasir pernah menjabat sebagai Menristekdikti pada periode pertama Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Pria kelahiran Ngawi, 27 Juni 1960 itu, menjabat sebagai Menristekdikti selama 2014-2019.
Sebelum menjadi menteri, Nasir merupakan rektor Universitas Diponegoro 2014-2018. Ia juga seorang guru besar di bidang Behavioral Accounting dan Management Accounting, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Nasir juga dikenal sebagai pakar anggaran dan akuntan profesional.
2. Nasir pernah menjadi ketua Ikatan Akuntansi Indonesia-Kompartemen Akuntan Pendidik

Nasir juga aktif di beberapa organisasi selama kariernya, seperti menjadi penasihat di Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) wilayah Jawa Tengah. Ia juga pernah menjadi Ketua Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)-Kompartemen Akuntan Pendidik (KAPd) 2010-2012.
3. Wacana kebijakan Nasir tentang penghapusan skripsi di perguruan tinggi sempat menjadi kontroversi

Semasa menjabat sebagai menteri, ada beberapa kebijakan Nasir yang cukup kontroversial. Salah satunya mengenai wacana kebijakan penghapusan skripsi di perguruan tinggi.
Wacana ini menuai banyak respons negatif dari kalangan akademika perguruan tinggi. Banyak yang berpandangan jika dihapuskan maka tingkat ilmiah mahasiswa akan hilang.
Namun wacana tersebut dibantah Nasir. Dia mengatakan wacana itu tak akan diterapkan di seluruh universitas, dan peniadaan skripsi dikembalikan ke masing-masing universitas untuk menerapkan kebijakan tersebut.
Nasir menyebutkan skripsi untuk mahasiswa setingkat S-1 menjadi sebuah pilihan atau opsional, bukan menghapusnya. Skripsi bisa diganti dengan pembuatan laporan tentang pembelajaran mandiri dalam bentuk karya tulis yang juga bersifat opsional.