Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika melakukan inspeksi HUT ke-74 TNI di Halim Perdanakusuma (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo hingga kini belum menyerahkan surat penunjukan penggantian Hadi Tjahjanto dari posisi Panglima TNI. Padahal, merujuk pada pergantian Panglima TNI yang lalu, Jokowi sudah menunjuk penggantinya tiga bulan sebelumnya.

Terkait hal ini, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Bobby Aditya Rizaldi, menduga nama panglima baru TNI belum diserahkan karena saat ini sedang dibahas siklus pembahasan anggaran di parlemen. 

"Siklus pembahasan anggaran ini akan rampung di awal bulan Oktober. Sedangkan, Panglima TNI yang sekarang akan memasuki masa pensiun di bulan November. Mungkin bakal selesai jelang waktu itu. Tapi, kalau pergantiannya di saat pembahasan anggaran, maka akan membuat situasi menjadi kompleks," ujar Bobby ketika berbicara kepada media, Senin (6/9/2021). 

Namun, saat ditanya apakah benar calon Panglima TNI yang akan dipilih oleh Jokowi adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa, Bobby tidak bisa menjawab hal tersebut. Sebab, pemilihan Panglima TNI menjadi hak prerogatif Presiden. 

"Kami kan tidak bisa menebak-nebak, kecuali di dalam konstitusi, kami (DPR) yang mengajukan nama itu. Keterlibatan DPR dalam proses pemilihan Panglima TNI kan juga baru, khususnya pasca-reformasi 1998," kata dia lagi. 

Sedangkan, saat ini aturan yang berlaku yaitu Presiden memilih Panglima TNI atas persetujuan dengan DPR. Menurut Bobby, hal itu tidak terlepas sosok Panglima TNI menarik perhatian luas dari publik. 

"Posisi Panglima TNI bukan sekedar penguasa tiga matra, tetapi juga menjadi batu loncatan untuk menjadi tokoh politik besar di Tanah Air," tutur dia lagi. 

Namun, dalam pandangan analis militer dan pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, seharusnya pemilihan Panglima TNI tidak perlu dicampuri oleh keterlibatan sipil. Ia menyentil sejumlah politikus yang melakukan endorse agar Andika yang terpilih sebagai Panglima TNI. Mengapa para politikus endorse Andika?

1. Lembaga TNI tak boleh lagi dipolitisasi

Pengamat bidang militer dan hankam dari Universitas Indonesia, Connie Rahakundini Bakrie ketika berbicara di program "Ngobrol Seru" (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Menurut Connie, saat ini sudah banyak lembaga dan kementerian yang dipolitisasi. Ia tak menginginkan lembaga TNI juga diperlakukan demikian. 

"Makanya sejak awal saya sudah mengimbau anggota DPR dan MPR untuk melakukan revisi di dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI, terutama tentang pergantian Panglima TNI," kata perempuan yang meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI) ketika dihubungi, hari ini. 

Ia menambahkan, Panglima TNI yang diangkat harus demi kebaikan organisasi TNI itu sendiri. Artinya, sudah tidak boleh lagi ada gerakan-gerakan senyap sehingga proses pemilihan sebaik apapun menjadi tidak lagi relevan.

Dulu, proses pemilihan Panglima TNI melibatkan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) TNI. Namun, proses tersebut tak lagi terjadi. Pemilihan Panglima TNI sepenuhnya tergantung presiden. 

Tetapi, Connie menilai, lantaran ada aksi endorse yang dilakukan oleh sejumlah politikus, seolah-olah menimbulkan persepsi ada persaingan antar calon Panglima TNI. 

"Yang perang adalah sipil-sipilnya atau parpol-parpol di baliknya yang ingin calonnya jadi (Panglima TNI)," tutur dia lagi. 

Connie menyentil langkah yang dilakukan oleh politikus PDI Perjuangan (PDIP), Effendi Simbolon, yang menghubunginya dan memastikan Andika lah yang bakal dipilih Presiden menjadi Panglima TNI. 

2. Salah satu kepala staf TNI diundang makan malam oleh ketum parpol

Editorial Team

Tonton lebih seru di