Jelang HUT Bhayangkara, KontraS: Ada 602 Peristiwa Kekerasan Polri

- Selain penembakan dan penyiksaan, lembaga advokasi HAM ini juga menemukan 37 kasus extrajudicial killing yang menewaskan 40 orang. Kasus salah tangkap juga masih terjadi, dengan 44 peristiwa yang membuat 35 orang luka-luka dan delapan orang meninggal dunia.
- KontraS mencatat 89 pelanggaran terhadap kebebasan sipil, termasuk 42 pembubaran paksa aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Sebanyak 1.020 orang menjadi korban, yang mayoritas merupakan mahasiswa, disusul jurnalis, paramedis, petani, siswa, masyarakat sip
Jakarta, IDN Times - Bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara ke-79 pada 1 Juli 2025, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis Kertas Kebijakan bertajuk “Kekerasan yang Menjulang di Tengah Penegakan Hukum yang Timpang.” Kertas Kebijakan ini berisi potret berbagai peristiwa kekerasan dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang diduga dilakukan anggota Polri sepanjang Juli 2024 hingga Juni 2025.
KontraS mencatat sedikitnya 602 peristiwa kekerasan oleh Polri terjadi dalam periode tersebut. Dari angka ini, penembakan mendominasi dengan 411 kasus. Selain itu, KontraS juga mendokumentasikan 38 peristiwa penyiksaan dengan total 86 korban.
“Sepuluh orang di antaranya meninggal dunia, sementara 76 lainnya mengalami luka ringan hingga berat,” Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, Senin (30/6/2025).
1. Ada 37 kasus extrajudicial killing yang tewaskan 40 orang

Selain penembakan dan penyiksaan, lembaga advokasi HAM ini juga menemukan 37 kasus extrajudicial killing yang menewaskan 40 orang. Kasus salah tangkap juga masih terjadi, dengan 44 peristiwa yang membuat 35 orang luka-luka dan delapan orang meninggal dunia.
2. Catat 89 pelanggaran terhadap kebebasan sipil

Bukan hanya itu, sepanjang satu tahun terakhir KontraS mencatat 89 pelanggaran terhadap kebebasan sipil, termasuk 42 pembubaran paksa aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Sebanyak 1.020 orang menjadi korban, yang mayoritas merupakan mahasiswa, disusul jurnalis, paramedis, petani, siswa, masyarakat sipil hingga aktivis.
Peristiwa penegakan hukum yang dianggap timpang seperti undue delay atau penundaan berlarut dan kriminalisasi pada partisipasi publik juga masih rentan terjadi sepanjang Juli 2024-Juni 2025.
3. Dorong penguatan evaluasi, pemberian sanksi baik etik dan sanksi pidana

Dimas menjelaskan, situasi ini menunjukkan reformasi sektor keamanan, khususnya reformasi Polri, masih belum berjalan maksimal. Dia mengungkapkan, berbagai peristiwa itu, menunjukkan sudah saatnya Polri berbenah dan melakukan evaluasi. Penegakan hukum, keamanan dan ketertiban seharusnya tidak dilakukan dengan melanggar hak warga negara.
"Evaluasi dalam bentuk pengetatan pengawasan dan pemberian sanksi baik sanksi etik dan sanksi pidana kepada anggota Polri yang melakukan tindak kekerasan secara eksesif dan pelanggaran HAM harus dilakukan,” kata dia.
KontraS mendesak pemerintah agar serius meninjau ulang berbagai kewenangan Kepolisian yang berpotensi membuka ruang kekerasan berlebihan, yang menjadi faktor terjadinya tindak kekerasan eksesif serta pelanggaran HAM.