Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi jamaah haji sedang melakukan tawaf ifadhah(pixabay.com/Koveni)
Ilustrasi jamaah haji sedang melakukan tawaf ifadhah(pixabay.com/Koveni)

Jakarta, IDN Times - Anggota komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih membenarkan ada salah satu calon jemaah haji bernama Heri Risdyanto bin Warimin gagal menunaikan ibadah haji meski sudah tiba di Arab Saudi. Heri merupakan calon jemaah haji dengan kuota reguler yang tiba-tiba visanya dibatalkan usai tiba di Saudi.

Menurut keterangan Faqih, visa haji yang seharusnya digunakan Heri kemudian diterbitkan untuk WNI lain yakni atas nama Robiani. Namun, tidak diketahui asal keberangkatan WNI tersebut.

"Meski yang bersangkutan merasa tidak membatalkan (visa), tapi ada pembatalan dan pergantian. Di sisi lain, tidak ada komunikasi (dari Kementerian Agama) kepada yang bersangkutan sampai yang bersangkutan mengaku tidak pernah mengajukan. Ini yang benar yang mana gak tahu," ujar Faqih ketika dihubungi pada Kamis (5/6/2025).

Heri merupakan calon jemaah haji reguler asal Bandung. Ia berangkat ke Saudi bersama kedua orang tuanya dan istri. Usai tiba di Jeddah dengan menumpang Saudi Airlines, Heri dinyatakan tidak lolos pemeriksaan. Padahal, dokumen yang dibawanya sudah lengkap.

Pemerintah berupaya untuk mendapatkan dispensasi bagi Heri. Tetapi, permintaan itu ditolak oleh imigrasi Arab Saudi.

"Karena kan yang bersangkutan sudah masuk. Tetapi, untuk mendapatkan entrance ke sini ditolak. Pihak Arab Saudi tetap meminta visa baru untuk masuk, sehingga pada 31 Mei 2025, pihak Saudi memutuskan untuk memulangkan jemaah ke Indonesia," tutur dia.

1. Calon jemaah haji yang dipulangkan harus dapat perlindungan dari pemerintah

Anggota tim pengawas haji (timwas) DPR RI, Abdul Fikri Faqih saat rapat evaluasi pelaksanaan haji 2025 di Arab Saudi. (emedia.dpr.go.id)

Lebih lanjut, anggota parlemen dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai dalam kasus Heri yang visanya dibatalkan sepihak, bukan menjadi kekeliruan dia. Dalam pandangannya, ada proses yang tidak selaras antara Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) dengan E-Hajj.

"Kalau sudah kejadian seperti ini kan (kekeliruan) bukan di jemaahnya. Ini sepenuhnya (kekeliruan) ada di sistem kita. Sistem kita ternyata tidak kompatibel antara E-Hajj dengan SISKOHAT," kata Faqih.

Ia pun sempat mendengar visa Heri bisa dicabut lantaran ada pengurusan untuk menunda ibadah haji ke tahun 2026. Apapun itu, Heri berhak mendapat perlindungan dari pemerintah.

"Pak Heri ini harus mendapat perlindungan. Misalnya harus ada jaminan di musim haji 2026 diberangkatkan," tutur dia.

2. Fatal notifikasi dari Saudi tidak tampak di aplikasi E-Hajj atau SISKOHAT

ilustrasi orang melakukan haji (pixabay.com/ziedkammoun

Faqih juga menyoroti peristiwa yang menimpa Heri seharusnya bisa diberikan notifikasi lewat aplikasi E-Hajj dan SISKOHAT. Dengan begitu, calon jemaah haji sudah bisa mengantisipasi dan tak perlu berangkat ke Saudi. Namun, Heri baru mengetahui ketika tiba di Jeddah dan melalui proses pemeriksaan imigrasi.

"Itu saya kira fatal. Sebab visa itu sudah diprint dan ditolak oleh pihak Saudi, tetapi tidak diberi konfirmasi atau update (sebelum keberangkatan). Itu gak benar," kata Faqih.

Ia menggarisbawahi urusan terkait haji dan umrah bukan semata-mata tugas Kementerian Agama saja, tetapi juga Duta Besar Indonesia di Arab Saudi dan Konsul Jenderal RI di Jeddah. "Mereka juga harus peduli terhadap hal-hal begini. Karena kepentingannya pemerintah harus melindungi warga negara untuk menjalankan aktivitasnya termasuk ibadah supaya lancar," tutur dia.

3. Saudi diprediksi akan gunakan platform baru Masar Nusuk

ilustrasi orang melakukan ibadah haji (pexels.com/Abdullah Shakoor)

Editorial Team