KPK: Bank Garansi di Kasus Suap Edhy Prabowo Tak Miliki Dasar Hukum
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bank garansi dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster (benur) tidak memiliki landasan hukum. Bank garansi ini merupakan bagian perintah dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo.
"Berdasarkan alat bukti yang kami miliki, KPK memandang bahwa bank garansi dengan alasan pemasukan bagi negara melalui PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dimaksud juga tidak memiliki dasar aturan sama sekali," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/3/2021).
Padahal, Ali mengungkapkan, setiap pungutan negara seharusnya memiliki landasan hukum.
Perlu diketahui, bank garansi merupakan jaminan pembayaran yang diberikan kepada pihak penerima jaminan, apabila pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajibannya.
1. Soal bank garansi di kasus Edhy Prabowo
Ali mengatakan bank garansi merupakan bagian dari konstruksi perkara kasus dugaan suap ekspor benur. Edhy diduga memerintahkan para eksportir untuk menyerahkan bank garansi untuk mendapatkan izin ekspor.
Para eksportir juga diduga harus menyetorkan sejumlah uang kepada mantan Menteri KP tersebut.
"Pihak-pihak eksportir yang ingin mendapatkan izin ekspor benur diduga memberikan sejumlah uang kepada tersangka EP melalui pihak lain, dan kemudian juga bersepakat bahwa pengiriman ekspor benur dimaksud hanya melalui PT ACK (Aero Citra Kargo)," ungkap Ali.
Baca Juga: Kasus Benur Edhy Prabowo, KPK Periksa Eks Jubir Prabowo-Sandiaga
2. Perintah Edhy Prabowo terkait penarikan uang bank garansi
Editor’s picks
Sebelumnya, pada Senin (15/3/2021), KPK menyita uang sekitar Rp52,3 miliar. Uang tersebut diduga dari para eksportir yang mendapat izin ekspor benur dari KKP di tahun 2020.
KPK menduga Edhy sempat memerintah Sekretaris Jenderal KKP untuk membuat surat perintah tertulis terkait penarikan jaminan bank (bank garansi) dari para ekportir. Surat itu ditujukan kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP.
Selanjutnya, Kepala BKIPM KKP meminta Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima bank garansi tersebut. Adapun, total yang terkumpul mencapai Rp52,3 miliar, sesuai yang disita KPK.
3. Edhy Prabowo ambil keuntungan dari PT ACK
Sementara itu, terkait dengan PT ACK selaku pengirim benur ke luar negeri, KPK mengungkap bahwa perusahaan tersebut didirikan orang-orang kepercayaan Edhy. Meski Edhy memerintahkan ekspor benur harus melalui PT ACK, nyatanya perusahaan itu tidak secara langsung melakukan pengiriman.
"Namun dilakukan pihak lain, yaitu PT PLI dengan biaya jauh lebih murah, sehingga selisih harga tersebut kemudian diperhitungkan sebagai keuntungan yang diduga dimanfaatkan untuk keperluan pribadi EP dan tersangka lainnya," ungkap Ali menambahkan.
4. Tujuh tersangka ditetapkan dalam kasus ekspor benur
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ekspor benur. Selain itu ada enam orang lainnya yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah Staf Khusus KKP Andreau Pribadi, Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.
Adapun, Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito saat ini telah berstatus terdakwa. Ia didakwa menyuap Edhy senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu Dollar Amerika Serikat dan Rp706 juta.
Baca Juga: 6 Fakta Baru Kasus Dugaan Suap Izin Ekspor Benur Edhy Prabowo