Saksi Serahkan Video Aksi Tolak RUU TNI di Hotel Fairmont ke MK

- Koalisi masyarakat gelar aksi interupsi rapat DPR di hotel Fairmont
- Andrie alami teror usai aksi interupsi di hotel Fairmont
Jakarta, IDN Times - Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus, menyerahkan video berisi rekaman saat menggelar aksi tolak Revisi Undang-Undang TNI di Hotel Fairmont pada 15 Maret 2025 lalu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal tersebut disampaikan Andrie saat memberikan keterangan sebagai saksi yang dihadirkan pemohon perkara nomor 81/PUU-XXIII/2025 dalam sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia UU TNI di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).
Dia berharap, video tersebut bisa jadi pertimbangan MK dalam memutuskan perkara.
"Aksi interupsi ini tak berlangsung lama hanya kira-kira berlangsung selama 10 menit. Kami juga akan melampirkan video interupsi ini ke mahkamah, guna dijadikan dasar pertimbangan kelak," kata dia.
1. Koalisi masyarakat sempat gelar aksi interupsi rapat DPR di hotel Fairmont

Dalam kesempatan itu, Andrie juga memaparkan, Koalisi Masyarakat Sipil sempat melakukan pembahasan internal yang menyepakati menggelar aksi untuk menginterupsi pembahasan RUU TNI yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah secara tertutup di Hotel Fairmont.
"Rapat yang saat itu sedang berlangsung, di mana terlihat Ketua Komisi I DPR RI sedang berbicara menggunakan mikrofon, sambil memegang poster dan surat terbuka, kami masuk ke dalam tempat rapat dan langsung menyampaikan pesan, 'selamat sore bapak ibu kami dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pemerhati di bidang pertahanan kami menuntut agar proses pembahasan revisi UU TNI dihentikan karena tidak sesuai proses legislasi karena diadakan tertutup," kata dia.
"Tak lama koalisi langsung diusir paksa, saya ditarik dan didorong oleh pihak yang mengamankan kegiatan tersebut sehingga menyebabkan saya dan seorang jurnalis terhempas jatuh ke lantai. Koalisi pun tetap memberikan peringatan terhadap seluruh peserta rapat dari balik pintu ruangan sambil meneriakkan tolak RUU TNI, tolak dwifungsi ABRI, hentikan pembahasan RUU TNI," sambung Andrie.
2. Alami teror usai aksi interupsi di hotel Fairmont

Setelah menggelar aksi interupsi tersebut, Andrie kembali ke kantor KontraS untuk melakukan pemantauan di media massa maupun media sosial. Namun, saat tengah malam, tiba-tiba gawai miliknya mendapati panggilan telepon dari orang tidak dikenal.
"Memasuki tengah malam, saya mendapati panggilan telepon dari nomor tidak dikenal. Satu kali melalui telepon biasa dan dua lainnya melalu telepon WhatsApp. Ketiga telepon itu tidak saya angkat dan saya minta kepada tim untuk melakukan pengecekan. Hasilnya adalah kami mendapati bahwa identitas nomor pemilik tersebut teridentifikasi berinisial T dan menunjukkan adanya afiliasi dengan name tag beragam seperti Deninteldam Jaya dan Cakra 45," kata dia.
Bersamaan dengan teror telepon itu, kantor KontraS juga didatangi sejumlah orang tidak dikenal yang mengaku sebagai jurnalis. Ciri-ciri mereka ialah berbadan tegak dan berambut cepak.
"Berbarengan dengan telepon tidak dikenal tersebut, pada 16 Maret sekitar pukul 00.15, saya saat itu masih di kantor KontraS, mengetahui ada orang tidak dikenal membunyikan lonceng yang tergantung di depan kantor. Mereka mengaku sebagai media, berdasarkan pengecekan CCTV kami ketahui bahwa terdapat orang tidak dikenal berjumlah 3 orang, salah satu cirinya adalah berbadan tegak dan berambut cepak," kata dia.
"Kemudian pukul 02.00, kami juga mendapati bahwa masih terdapat OTK sejumlah sekitar 5 sampai 6 orang, yang ciri-cirinya memiliki badan tegak, celana ketat, menggunakan jeans ketat, sambil menenteng tas selempang yang melingkari badan," sambung dia.
3. Pemohon dalam perkara ini terdiri dari berbagai LSM

Pemohon dalam perkara ini diajukan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) beserta perseorangan lainnya Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty.
Menurut para pemohon, UU TNI tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang sebagaimana diatur UUD NRI Tahun 1945.
Para pemohon mengatakan, revisi UU TNI tidak terdaftar dalam prolegnas prioritas DPR RI Tahun 2025 serta tidak menjadi RUU prioritas pemerintah bahkan hingga 2029. Revisi UU TNI pun bukan carry over, karena syarat yang harus dipenuhi untuk menjadikan suatu RUU carry over adalah adanya kesepakatan antara DPR, Presiden, dan/atau DPD untuk memasukkan kembali RUU ke dalam daftar prolegnas jangka menengah dan/atau prioritas tahunan. Sedangkan, tidak ada revisi UU TNI dalam keputusan DPR yang berisikan 12 RUU carry over dalam prolegnas tahunan 2025 dan prolegnas 2025-2029.
Para pemohon menuturkan, proses pembahasan revisi UU TNI sengaja menutup partisipasi publik, tidak transparan, dan tidak akuntabel sehingga menimbulkan kegagalan pembentukan hukum. Segala dokumen pembentukan revisi UU TNI mulai dari naskah akademik, daftar inventarisasi masalah (DIM), hingga undang-undang itu sendiri tidak dapat diakses oleh publik.
Dalam petitumnya, mereka juga meminta agar MK menyatakan pembentukan UU TNI tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang menurut UUD 1945, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, serta menyatakan UU TNI berlaku kembali.
Sementara dalam provisinya, para pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan UU TNI ditunda pemberlakuannya sampai dengan adanya putusan akhir MK. Selain itu, memerintahkan Presiden/DPR untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru maupun tidak mengeluarkan kebijakan dan/atau tindakan strategis yang berkaitan dengan pelaksanaan UU TNI baru ini.