Kala Kapuspen TNI Cerita Dapat Wangsit di Bawah Tiang Bendera

- Kristomei bercerita tentang hubungannya dengan media dan isu terkini tentang TNI, termasuk rencana reorganisasi TNI dan keterlibatan dalam ketahanan pangan.
- TNI akan menambah lima Kodam baru di seluruh Indonesia dan 100 batalion. Detailnya diumumkan Agustus.
- Kristomei juga menjelaskan soal OPM yang masih 'menghantui' tujuh wilayah di Papua.
Jakarta, IDN Times - Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi blak-blakan mengaku bingung menamai pertemuannya dengan pemimpin media massa hari ini, Selasa (15/7/2025). Kata silaturahmi, sudah biasa. Akhirnya, saat sedang duduk di bawah tiang bendera di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu, dia mendapatkan 'wangsit'.
Kristomei sendiri secara resmi menjabat Kapuspenkum sejak 14 Maret 2025, atau sekitar empat bulan lalu. Sebelumnya ia menjabat sebagai wakil gubernur Akademi Militer.
"Untuk pertemuan ini, saya coba cari judul yang bagus apa? Saya sampai 'bertapa' di kaki Gunung Tidar (Akmil). Kalau silaturahmi biasa saja," katanya.
Kristomei lalu duduk di bawah tiang bendera. "Saya lalu kejatuhan buah dari pohon di dekat saya duduk, setelah itu saya dapat 'wangsit', jadi saya namakan 'meet and greet'," kata Kristomei.
Sambil bercanda, pria kelahiran Lampung 49 tahun lalu itu mengatakan dunia spiritual dan modern ternyata 'nyambung' juga. "Para makhluk halus sekarang juga kekinian, buktinya dapat wangsit meet and greet, bertemu dan menyapa," kata Kristomei yang sejak dilantik berusaha mencari waktu untuk bertemu pimpinan media.
1. Hubungan spesial Kristomei dan media

Kristomei juga bercerita dia punya hubungan yang spesial dengan media dalam perjalanan karirnya. "Saya kolonel pertama di Kodam Jaya saat jadi Kapendam. Lalu bintang satu (Brigjen) pas jadi Kadispenad. Bintang duanya pas diangkat sebagai Kapuspen TNI," kata Kristomei yang juga beristrikan mantan jurnalis.
"Jadi saya tahu sekali kerja jurnalis seperti apa, harus selalu mengonfirmasi informasi dan cover both side," ujar dia.
Kristomei lalu mengungkapkan, sejak Januari hingga pertengahan Juli 2025, ada sekitar 501.846 pemberitaan tentang TNI, di mana 58 persen memiliki tone positif dan netral 26 persen. Meski sekitar 16 persen masih memiliki sentimen negatif, pihaknya masih berbesar hati karena pemberitaan positif masih lebih tinggi dibanding yang negatif.
"Jadi gak apa-apa, karena kita ingin TNI kuat, tapi juga demokratis," katanya.
Selain hubungan TNI dan media massa, Kristomei juga menjelaskan beberapa hal terkait isu terkini tentang TNI, terutama terkait ketahanan pangan, di mana sejumlah prajurit TNI terlibat di dalamnya. Bahkan, termasuk dalam hal penentuan Harga Gabah Kering yang saat ini stabil di angka Rp6.500 per kilogram.
"Kami di sini bukan ingin campur tangan urusan orang lain atau ambil alih kewenangan institusi, kami hanya membantu pemerintah. Dan, saat ini harga gabah stabil di harga Rp6.500," tuturnya.
Begitu pula dengan keterlibatan TNI dalam membantu penanganan kasus narkoba sebanyak 2 ton yang jika dirupiahkan angkanya bisa mencapai Rp7 triliun. "Bayangkan Rp7 triliun dibelikan kerupuk, dapat berapa itu?" Kristomei berseloroh.
2. Reorganisasi TNI akan diumumkan bulan depan

Kristomei juga mengungkapkan rencana TNI melakukan reorganisasi, di mana nantinya akan ada tambahan lima Kodam baru, peningkatan status beberapa satuan di TNI seperti Kopassus, Kopasgad, dan lainnya.
"Untuk reorganisasi ini akan seperti apa, tunggu tanggal mainnya, paling bulan depan akan diumumkan," ujarnya.
TNI, kata Kritomei, juga akan menambah 100 batalion yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Wilayah NKRI yang luas menjadi alasan pembentukan batalion baru ini. Dia memastikan tidak ada penambahan jumlah personel secara signifikan, meski jumlah batalion akan bertambah.
"Kan kita gak bisa jamin bulan depan, tahun depan gak ada perang. Tidak ada yang bisa meyakinkan. Faktanya, kemarin Iran menyerang Israel, India menyerang Pakistan, Rusia menyerang Ukraina," ujar dia.
Alasan lain, dengan adanya program ketahanan pangan yang dirancang Presiden Prabowo Subianto, selain menjalankan fungsi pertahanan, TNI juga dibutuhkan untuk pertanian, kesehatan, engineering.
"Fungsi profesionalnya sebagai alat pertahanan tetap ada, latihan tempur. Tetapi juga punya kemampuan pertanian, kesehatan, engineering, bagaimana pasang ranjau, bangun jembatan, urus korban pertempuran. Kira-kira itulah," ucap Kristomei.
Soal penolakan pembentukan 100 batalion ini, terutama di Aceh, Kristomei menjawab diplomatis. Sejauh ini TNI mengedepankan dialog, mencari tahu mengapa terjadi penolakan. "Kenapa ada larangan membangun di negara sendiri? Bisa jadi ada gap komunikasi, kita bisa jelasin tujuannya apa? Kalau dibangunnya di Singapura, atau negara lain, boleh saja dilarang," kata dia.
Dengan adanya batalion-batalion ini, dia menambahkan, justru bisa membantu pengembangan wilayah bersangkutan melalui pembangunan sekolah, pasar, dan sebagainya. "Bayangkan ada 600 orang yang butuh makan. Lihat Mabes TNI di Cilangkap, dulu itu jauh sekali dari pusat, gak ada apa-apa dan hari ini udah berbeda," katanya.
Dengan penambahan batalion ini, Kristomei berharap TNI bisa menempatkan anggotanya di wilayah-wilayah yang cukup luas di Indonesia seperti Papua. "Papua itu luasnya lima kali Pulau Jawa. Kita berharap bisa menempatkan 9.000 personel. Memang tidak seluruh wilayah Papua tidak aman, hanya tujuh wilayah kabupaten yang intensitas keamanannya masih tinggi yang dipetakan berdasarkan kekerasan dan konflik," ucap Kristomei.
3. OPM bukan hanya urusan TNI semata

Menjawab pertanyaan mengapa TNI terkesan sulit menghadapi Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kristomei menuturkan, 'perang' di Papua merupakan perang gerilya yang sifatnya kucing-kucingan, di mana ketika OPM merasa kuat, mereka akan menyerang, begitu pula sebaliknya. Karena itu, dalam meliput konflik, ia menegaskan, media harus bisa cover both side.
Dia berharap informasi tidak hanya sepihak. Misalnya terkait kasus pelajar yang direkrut dalam OPM atau penganiayaan tenaga kesehatan yang dituding sebagai intel TNI. Padahal tidak ada kaitannya.
"Dalam perang pasti ada propaganda, kami beri info yang benar, tidak ada tendensi. Kami pelaksana bidang keamanan, buat apa ada agenda sendiri. Masalah Papua masalah kita semua, bukan TNI semata," ujar Kristomei.