Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sebelumnya, MK menunda sidang uji materiil UU BUMN dengan agenda mendengar keterangan DPR dan Presiden. Sidang yang ditunda ini sekaligus untuk Perkara Nomor 38/PUU-XXIII/2025, 43/PUU-XXIII/2025, 44/PUU-XXIII/2025, dan 80/PUU-XXIII/2025.
Hal tersebut lantaran MK menerima surat dari DPR maupun Presiden yang memohon penundaan sidang dengan alasan belum siap menyampaikan keterangan yang sedianya dijadwalkan pada Kamis (25/9/2025). Dengan begitu, sidang hari ini dibuka MK untuk mengonfirmasi perihal permohonan penundaan sidang tersebut.
“Mahkamah melalui Kepaniteraan menerima surat permohonan penundaan karena keterangan belum siap baik dari DPR maupun dari Presiden, betul dari DPR itu seperti itu? Dari Presiden?,” ucap Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Hal demikian kemudian dikonfirmasi masing-masing kuasa DPR maupun Presiden. Karena itu, MK menjadwalkan persidangan untuk empat perkara dimaksud pada Senin, 13 Oktober 2025. “Dan mohon supaya tidak ada lagi permohonan untuk penundaan ya karena ini sudah, merupakan permohonan yang termasuk urgen,” kata Suhartoyo.
Sebagai informasi, Perkara Nomor 38/PUU-XXIII/2025 dimohonkan dosen Rega Felix mengenai permohonan pengujian Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) UU BUMN. Pemohon mempersoalkan adanya norma-norma yang memisahkan kerugian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan kerugian BUMN sebagai kerugian negara justru bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang menjadi amanat konstitusi.
“Bagaimana mungkin suatu badan yang menerima delegasi kewenangan secara langsung dari presiden pejabatnya tidak dikatakan sebagai penyelenggara negara, berdasarkan alasan-alasan tersebut lah Pasal 3X ayat (1), Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) undang-Undang BUMN sudah sepatutnya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 karena bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi dan tidak sesuai dengan prinsip ketatanegaraan,” ujar Rega Felix dalam sidang pendahuluan pada Senin (28/4/2025) di Ruang Sidang MK, Jakarta.
Sementara, Perkara Nomor 43/PUU-XXIII/2025 diajukan tiga mahasiswa yaitu A Fahrur Rozi, Dzakwan Fadhil Putra Kusuma, Muhammad Jundi Fathi Rizky yang menguji Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, serta Pasal 87 ayat (5) UU BUMN. Menurut mereka, norma-norma yang diuji itu menyebut keuntungan atau kerugian BPI Danantara bukan sebagai keuntungan atau kerugian negara dan pegawai/karyawan Danantara tidak dikategorikan sebagai penyelenggara negara dapat memicu praktik korupsi di lingkungan BUMN.
“Akibatnya keberlakuan a quo pada gilirannya hal ini menurut para Pemohon justru dapat menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN,” ujar Muhammad Jundi Fathi Rizky dalam sidang pendahuluan pada Senin (5/5/2025) di Ruang Sidang MK.