"Kenapa terjadi tsunami di pantai selatan?”
"Karena Nyi Roro Kidul dipaksa pakai kerudung.”
Kurang lebih begitulah guyon yang berkembang di masyarakat yang pertama kali dicetuskan oleh Gusdur, seorang ulama tersohor sekaligus Presiden ke-4 Indonesia membicarakan Nyi Roro Kidul. Masa pemerintahan Gusdur dinilai sebagai masa saat Indonesia memiliki toleransi antarumat beragama tertinggi. Slogannya: “Berbeda pendapat itu enggak apa-apa, yang penting kita tidak terpecah belah” begitu diamini jutaan rakyat Indonesia pada masanya. Tak heran jika guyon terkait Nyi Roro Kidul tersebut bukanlah menjadi hal yang sensitif, melainkan menjadi perekat silaturahmi.
Pada kesempatan ini, dalam konteks hari ini mitologi masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Di bidang politik, ekonomi, sosial, agama, hingga budaya, mitologisasi telah menjadi atmosfer yang kental, apalagi tahun 2019 merupakan tahun kepentingan. Adapun subtema yang diangkat oleh Alfiah yaitu Re-mitologisasi Kebangsaan yang mengekplorasi tradisionalisme, kebangsaan, spiritualitas/agama yang merujuk pada kemunculan perubahan dunia terhadap peran dan keberadaan mitologi dipadupadankan dengan subtema Re-mitologisasi Ketubuhan yang mengekplorasi dan mengangkat peran atau persoalan tubuh manusia sebagai alat untuk mengungkap berbagai hal. Kecantikan, popularitas, problem sosial, dan rumah tangga adalah terkait mitos-mitos ketubuhan.
Dalam karya The Appropriation of Basoeki Abdullah’s Nyai Loro Kidul, Alfiah mencoba menghadirkan ulang penggambaran Nyai Loro Kidul yang dibuat Basoeki Abdullah pada 1950 dalam gubahan patung/tiga dimensional dengan gestur serupa, tetapi mendapatkan sensor karena ada stigma publik mengenai patung sebagai sesembahan dan tubuh perempuan adalah aurat yang harus ditutup. Maka dari itu, sebuah balok batu seolah menutup nyaris seluruh bagian patung tersebut dan menyisakan kedua tangannya saja yang sedang melakukan gestur seolah menari.
Pada bagian 'sensor' tersebut, Alfiah juga menuliskan: “This is the statue of Nyi Roro Kidul, the queen of the south coast, inspired by the work of Basuki Abdullah. To prevent vandalism and controversy, only the hands left to appear since the queen herself is not known to wear a hijab.”
Pada karya ini, pada masa lalu, mitologi Nyi Roro Kidul dijadikan sebuah kekuatan politik karena kebesarannya dan di era Gusdur menjadi guyon untuk mempererat silaturahmi, di zaman sekarang malah membahayakan karena bisa terjadi kericuhan publik terkait simbol agama, entah itu sesembahan, aura, atau kemubaziran.
Akan tetapi ,justru hal seperti ini menjadi santapan menarik bagi golongan tertentu untuk menunjukkan kekuatannya. Dengan demikian, patung ini sebagai penggambaran 'cari aman' di situasi saat ini, atau minimal sebagai representasi kondisi sosial terkini.