Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Seorang pria di Kroya, Cilacap, Jawa Tengah mengaku sebagai dukun dan melakukan perbuatan asusila kepada puluhan perempuan. 

Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, mengaku prihatin dengan kasus ini. Padahal, para korban yang mendatangi pelaku bertujuan untuk berobat tetapi malah alami kekerasan seksual sehingga warga pun diminta untuk berhati-hati.

“Kami sangat prihatin atas kejadian kekerasan seksual yang dialami oleh para korban dukun di Cilacap. Harapan para korban untuk mendapatkan pengobatan dan kesembuhan atas penyakit yang diderita, ternyata justru memunculkan penderitaan lainnya. Di sini jelas terlihat adanya relasi kuasa, pelaku memanfaatkan kondisi korban yang sedang sakit, memanfaatkan ketidakberdayaan korban,” kata dia dalam keterangannya, dilansir Jumat (10/11/2023).

1. Perempuan dan anak kerap jadi korban orang yang mengaku dukun

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)

Ratna mengungkapkan, kelompok perempuan dan anak kerap menjadi korban penipuan dan kekerasan seksual oleh dukun atau orang yang dianggap 'orang pintar' di masyarakat.

“Masyarakat harus lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih pengobatan tradisional yang beredar di masyarakat. Selain itu perlu juga bersikap kritis terhadap penipuan berkedok pengobatan dan tindakan yang dilakukan selama proses pengobatan,” kata Ratna.

2. Jangan mudah percaya dengan pihak yang janjikan kesembuhan

Konpers Husein Alatas, Pelaku Pencabulan dengan Jasa Pengobatan Alternatif di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (20/12) (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Menurut Ratna, masih banyak masyarakat yang lebih percaya dukun saat ada anggota keluarga sakit. Dia pun meminta masyarakat tidak mudah percaya pada pihak yang mengaku sebagai dukun.

“Jangan mudah percaya dengan pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menjanjikan bisa menyembuhkan. Pendamping, dalam hal ini orangtua, suami atau keluarga lain yang mendampingi proses pengobatan juga harus berhati-hati dan berani menolak bila menemukan kejanggalan,” kata dia.

Selain itu, ujar dia, banyak modus yang digunakan. Mulai dari janji bahwa penyakit calon korban bisa hilang dengan cepat dan tidak menimbulkan efek negatif. 

“Saat korban telah percaya penuh dan pasrah, maka modus ini meningkat dalam bentuk ancaman yang dilakukan agar korban menuruti keinginan pelaku,” katanya.

3. Terancam penjara 12 tahun dan denda Rp300 juta

Ilustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Adapun polisi sudah berhasil menangkap pelaku bernama Mbah Supri (42). Atas perbuatannya, pelaku dikenakan ancaman pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Dalam Pasal 6c disebutkan, 'setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Lebih lanjut, Kemen PPPA pun akan mendukung proses hukum yang berjalan dan memberikan perlindungan kepada para korban perempuan.

Editorial Team