Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini usai Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta Pusat, Senin (22/1/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dalam paparannya di Media Talk KemenPPPA pada Senin (22/1/2024) menjelaskan berbagai hambatan, bukan hanya keterwakilannya tapi nanti di tahap pemilihan.
Itu mulai dari faktor sosial dan kultural masyarakat yang masih mendiskriminasi perempuan. Perempuan mengalami stigma, stereotipe, marginalisasi, beban ganda, dan kekerasan terhadap perempuan masih terjadi.
Masih ada anggapan kepemimpinan lebih pantas diberikan kepada caleg laki-laki. Belum lagi politik biaya tinggi jadi konsekuensi sistem pemilu Indonesia yang rumit, kompleks, dan mahal. Hal ini menghambat kiprah politik perempuan.
Dia juga mengatakan, perempuan menghadapi politik transaksional di pemilu, yakni jual beli nomor urut, jual beli suara, dan masih adanya praktik suap dalam penghitungan suara menjadikan perempuan politik makin tersisih.
"Sistem politik dan sistem pemilu belum menghadirkan ekosistem kompetisi yang bersih dan sehat," kata dia.