Kementerian Imipas Canangkan Kerja Sosial Jadi Alternatif Pidana

Intinya sih...
Perluasan cakupan klien pemasyarakatan dengan pidana non-penjara
Kelanjutan dari penerapan tangani anak berhadapan dengan hukum untuk mengurangi overcrowding
Sedang disusun rancangan pelaksanaan pidana alternatif, termasuk layanan di panti sosial dan lembaga rehabilitasi
Jakarta, IDN Times - Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) memulai pencanangan kegiatan kerja sosial sebagai alternatif dari hukuman penjara. Pada Kamis, 26 Juni 2025, Menteri Imipas Agus Andrianto meluncurkan Gerakan Nasional Pemasyarakatan, Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025. Alternatif pidana penjara ini memang telah diatur dalam KUHP baru dan akan berlaku pada 2026.
Dia menjelaskan, ini adalah kontribusi klien balai pemasyarakatan (bapas) sekaligus simulasi awal pelaksanaan pidana kerja sosial. Kegiatan digelar di Perkampungan Budaya Betawi, Jakarta Selatan.
“Klien Bapas seluruh Indonesia hadir untuk bekerja dan berkontribusi secara nyata dan sukarela. Ini bukan hanya simbol kesiapan Pemasyarakatan menyambut implementasi pidana kerja sosial sebagai salah satu pidana non penjara, ini juga adalah bukti bahwa Pemasyarakatan siap mengambil bagian dalam implementasi KUHP melalui pelaksanaan kerja sosial,” ujar Agus dikutip Jumat (27/6/2025).
1. Menandai perluasan cakupan klien pemasyarakatan
Dia menjelaskan sistem pemasyarakatan siap menerapkan bentuk pemidanaan non-penjara yang lebih berorientasi pada keadilan restoratif.Menurut dia kerja sosial adalah bentuk pertanggungjawaban nyata dari pelaku kepada masyarakat.
“Kerja sosial ini bukan sekadar kerja sukarela semata, tetapi bentuk penebus kesalahan mereka kepada masyarakat akibat tindak pidana yang dilakukan,” katanya.
Aksi sosial ini menandai perluasan cakupan klien pemasyarakatan, yang sebelumnya hanya mencakup penerima Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Asimilasi. Dengan KUHP baru, akan ada tambahan klien dari pidana kerja sosial dan pidana pengawasan.
2. Kelanjutan dari penerapan tangani anak berhadapan dengan hukum
Program ini disebut Agus sebagai kelanjutan keberhasilan dalam menangani Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH), yang sejak penerapan UU No.11 Tahun 2012 mampu menurunkan drastis jumlah anak di Lapas dan Rutan dari 7.000 menjadi 2.000 orang.
Dia menyatakan, pendekatan serupa akan diterapkan pada pelaku dewasa untuk mengurangi overcrowding, persoalan klasik yang selama ini membebani sistem pemasyarakatan.
3. Sedang disusun rancangan pelaksanaan pidana alternatif ini
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Prof. Harkristuti Harkrisnowo, menilai kegiatan ini sebagai langkah awal implementasi pidana kerja sosial. Dia mengaku menyambut baik bentuk-bentuk pidana alternatif yang tengah dirancang, seperti layanan di panti sosial, sekolah, dan lembaga rehabilitasi.
“Ke depannya akan ada bentuk pidana alternatif lainnya untuk pidana kerja sosial, dan saat ini sedang disusun rancangan pelaksanaan pidana alternatif tersebut,” ucap Harkristuti.
Dia juga menekankan klien bisa dilibatkan secara aktif dalam pencegahan kejahatan melalui pengalaman dan edukasi publik. Dalam dialog langsung, ia turut menyampaikan kepada Agus bagwa kebutuhan peningkatan kualitas dan kuantitas Pembimbing Kemasyarakatan (PK), yang langsung mendapat respons positif.