Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(Foto repro buku Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi - Biografi Resmi Pierre Tendean) IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu

Jakarta, IDN Times - Suara rentetan tembakan terdengar dari sebuah rumah di Jalan Teuku Umar, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Kegaduhan suara tembakan tersebut membuat penghuni rumah terbangun dari tidurnya malam itu.

Yanti Nasution, anak sulung Jenderal Abdul Haris Nasution (AH Nasution), terbangun dari tidurnya, karena mendengar suara seperti letusan. Ketika mendengar suara itu, dia panik dan membangunkan pengasuh adiknya, Alpiah.

"Alpiah, Alpiah, AC meledak! AC meledak!" kata Yanti, yang menduga alat penyejuk udara di kamar orang tuanya meledak.

Keduanya berlari melompati jendela pagar, menuju arah paviliun. Sesampai di paviliun, Yanti dan Alpiah bertemu banyak tentara. Tapi seorang tentara tak dikenal, memerintahkan mereka masuk ke dalam ruangan.

Ruangan itu tak lain adalah kamar Pierre Tendean dan Hamdan Mansjur, ajudan Jenderal Nasution yang tengah berjaga pada malam itu. Yanti sempat berkata kepada Pierre ayahnya telah ditembak.

Hal ini membuat Pierre bergegas mengambil senjata Garand-nya, untuk melihat keadaan di luar. Sebelum Pierre bergegas keluar, ia menyampaikan pesan kepada Yanti agar tetap berada di kamar.

"Yanti tunggu di sini, tidur saja di kasur Om. Om akan keluar melihat keadaan," ujar Pierre, saat itu.

Tapi Yanti menahan Pierre untuk tidak keluar melihat keadaan. "Jangan Om, Papa ditembak! Om di sini saja!" bisik Yanti, ketakutan.

Pada saat itu, Jenderal Nasution adalah perwira tinggi Angkatan Darat yang menjadi salah satu target utama operasi Gerakan 30 September (G30S/PKI).

Tak hanya Yanti, Hamdan juga menahan Pierre agar tidak keluar kamar, karena situasi saat itu berbahaya. Namun, Pierre terlanjur keluar untuk melihat situasi yang terjadi. Pierre diberondong pertanyaan pasukan Tjakrabirawa saat dia keluar kamar.

Menurut kesaksian Yanti dalam buku Sang Patriot, Kisah Seorang Pahlawan Revoulusi-Biografi Resmi Pierre Tendean, demi menyelamatkan dan melindungi Jenderal Nasution sebagai atasannya, Pierre Tendean terbunuh tragis oleh PKI pada 1 Oktober 1965, setelah diculik pasukan Tjakrabirawa.

Hamdan Mansjur yang juga ajudan Jenderal Nasution, rekan Pierre itu menyebutkan, Pierre Tendean adalah sosok yang pemberani dan sigap.

"Pierre yang saat itu bertindak cepat dengan memeriksa keadaan di luar dengan menenteng senjata, secara tidak sengaja justru menyelamatkan Pak Nas," ujar Hamdan saat diwawancarai Rama Ijaya, pada 30 September 2017.

1. Menjadi seorang tentara dari panggilan hati

Foto repro buku Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi - Biografi Resmi Pierre Tendean (IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu)

Pierre Tendean tumbuh dewasa di tengah revolusi Bangsa Indonesia. Sejak remaja, Pierre Tendean bercita-cita menjadi seorang tentara. Hal itu dibenarkan kakak sulungnya, Mitzi Farre dan adik bungsunya, Rooswidiati. Menurut Roos, Pierre sudah memiliki semangat patriotisme sejak muda.

Sebenarnya keluarga tak mengetahui persis apa yang memotivasi Pierre mewujudkan cita-citanya menjadi seorang prajurit militer. Roos menyebutkan, kemungkinan besar rasa cinta dan membela Tanah Air Pierre berasal dari orangtuanya, yang selalu membantu gerilyawan yang berjuang untuk kemerdekaan RI.

Kedua orangtua Pierre kerap membantu menyuplai obat-obatan dan sumbangan dana. Itulah yang mungkin mengilhami Pierre terjun ke dunia militer.

Mitzi, sang kakak juga mengungkapkan kemungkinan lain Pierre masuk militer: Pierre terinspirasi menjadi tentara dari perkenalan dia dengan Jenderal Nasution. 

2. Cita-cita Pierre Tendean menjadi tentara tidak mendapat dukungan orang tuanya

Editorial Team

Tonton lebih seru di