Jakarta, IDN Times - Jam menunjukkan pukul 09.00 pagi waktu Malaysia, ketika belasan jurnalis dari media arus utama Indonesia menjejakkan kaki di asrama pekerja migran perempuan Pangsapuri Sri Ayu, Bandar Baru Bangi, Selangor, Rabu 29 Juni 2022 lalu. Suasananya lengang, tak banyak pekerja yang terlihat, hanya jemuran milik para pekerja saja yang terlihat memenuhi seluruh balkon.
Kompleks asrama ini terdiri sekitar tujuh bangunan yang terdiri dari 390 unit berukuran 650 kaki persegi atau sekitar 60 meter persegi. Di mana masing-masing unit terdiri dari tiga kamar dan dua kamar mandi. Setiap kamar diisi dua atau tiga pekerja yang menempati tempat tidur tingkat. Disediakan pula lemari untuk masing-masing pekerja.
Pengelola asrama dari Perbadanan Kemajuan Negeri Selangor (PKNS) juga menyediakan seperangkat kursi tamu untuk pekerja bercengkrama, dan meja makan. Meski sederhana, suasana pondokan pekerja ini terlihat bersih dan rapi.
Tidak heran kalau Arinina, 33 tahun, yang berasal dari Kediri, Jawa Timur, betah tinggal di asrama ini. Nina, panggilannya, mengaku sudah menginjak tahun kesepuluh tinggal di asrama tersebut. Saban bulan, pihak perusahaan tempatnya bekerja, Sony, hanya memungut biaya 10 Ringgit Malaysia. "Itu dipotong dari gaji," kata Nina saat ditemui di unit tempat tinggalnya oleh jurnalis Indonesia, termasuk IDN Times, yang tergabung dalam lawatan Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWAMI).
Perempuan berambut panjang ini mengaku kerasan tinggal di Malaysia. Lingkungan kerja dan tempat tinggal, jadi salah satu penyebab kenapa ia bisa bertahan selama 10 tahun di negeri jiran. "Kalau gaji sih standar yang berlaku di sini, yang membedakan kalau ada overtime-nya," ujar Nina saat ditanya apakah salah satu faktor yang membuat dia betah karena gaji yang ditawarkan.