Jakarta, IDN Times – Komisi Nasional Disabilitas (KND) menyoroti dampak serius dari gelombang unjuk rasa sejak 25 Agustus 2025 yang terjadi di sejumlah daerah, mulai dari DKI Jakarta, Bekasi, Solo, Makassar, Yogyakarta, Pekalongan, hingga Bandung.
KND memperingatkan kekerasan yang menyertai aksi massa berpotensi melahirkan disabilitas baru di tengah masyarakat.
“Lebih dari itu kekerasan yang terjadi juga dapat menimbulkan disabilitas baru," kata Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND), Fatimah Asri, dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Fatimah menjelaskan dalam pantauan KND kebanyakan korban yang mengalami kekerasan saat unjuk rasa, berupa mengalami patah tulang seperti tulang iga.
"Kemudian kerusakan gendang telinga itu nanti mampu menjadikan disabilitas sensorik, tuli pada akhirnya, dan kemudian tidak secara fisik saja tetapi juga secara mental, bahwa trauma yang disebabkan itu akan mengakibatkan seseorang selalu ter-triger atas pandangan-pandangan situasi yang membuat traumatik,” kata dia.
KND juga menyoroti tindakan sweeping aparat yang dinilai tidak proporsional, dan tidak mempertimbangkan perspektif disabilitas. Menurut KND, penyandang disabilitas berisiko lebih tinggi menjadi korban karena keterbatasan mereka dalam akses terhadap perlindungan, evakuasi, dan informasi.
“Kita bayangkan saja bagaimana ini terjadi ketika sudah masuk rumah-rumah, ada penyandang disabilitas dari sana, itu tidak hanya kemudian mengakibatkan seorang disabilitas mudah melarikan diri tetapi juga mengalami kedisabilitasan psikososial, secara psikis,” kata dia..
Selain risiko fisik, KND menegaskan, trauma dari kekerasan dapat memunculkan kedisabilitasan psikososial yang membekas lama. Dampak ini bukan hanya dirasakan oleh individu korban, tetapi juga keluarga mereka yang harus menanggung beban psikososial dan ekonomi lebih besar.
Meski hingga kini layanan DITA 143 belum menerima laporan resmi, KND menilai, pemulihan pada korban harus menjadi prioritas.
“Oleh karena itu pendekatan damai dan perlindungan terhadap kelompok rentan termasuk penanganan disabilitas harus menjadi prioritas dalam penanganan konflik sosial,” kata Fatimah.
KND juga mendorong agar Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan menyediakan ruang pemulihan yang mampu mempercepat rehabilitasi korban. Selain itu, BPJS Kesehatan, Kementerian PPPA melalui UPTD di daerah, serta jaringan kesehatan nasional didesak ikut terlibat dalam proses pemulihan korban, terutama mereka yang memiliki potensi menjadi penyandang disabilitas. #SalingJagaSesamaWarga