Jakarta, IDN Times - Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan yang terdiri dari sejumlah lembaga sosial masyarakat (LSM) mengikuti sidang perdana uji formil Undang-Undang nomor 3 tahun 2025 mengenai TNI pada Rabu (14/5/2025) di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang dipimpin oleh hakim ketua panel Suhartoyo bersama Daniel Yusmic Foekh dan M Guntur Hamzah. Agenda pada hari ini melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap isi gugatan.
Gugatan ini diajukan oleh empat pemohon, termasuk putri bungsu mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid. Namun, Inayah tidak ikut hadir di dalam sidang perdana dan diwakilkan kepada kuasa hukum.
Di dalam sidang perdana, kuasa hukum koalisi Bugivia Maharani mengatakan sejak awal pembahasan revisi Undang-Undang TNI yang dilakukan oleh parlemen dengan sengaja menutup ruang partisipasi publik, tidak transparan dan tidak akuntabel. Sehingga, menimbulkan kegagalan pembentukan hukum.
"Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono dalam pemberitaan yang dimuat akun media sosial Narasi Newsroom pada 20 Maret 2025. Pada intinya ada kesengajaan untuk tidak memberikan draf RUU TNI ketika DPR sedang melakukan proses pembahasan revisi RUU TNI," ujar perempuan yang akrab disapa Rani itu di Gedung MK.
Pembahasan revisi UU TNI, kata Rani, juga dilakukan di ruang-ruang tertutup, tidak digelar di gedung parlemen dan disiarkan di kanal-kanal resmi DPR serta pemerintah. Hal itu mengakibatkan publik sulit untuk mengakses dan mengawasi revisi UU TNI sehingga semakin menguatkan penyalahgunaan wewenang pembuatan UU dalam revisi UU TNI.
"Fakta-fakta tersebut telah secara nyata melanggar asas keterbukaan dalam pembentukan perundang-undangan yang baik seperti yang tercantum dalam ketentuan pasal 5 huruf G UU PPP," tutur dia.