Kantor KPU RI, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sebelumnya, KPU menyebut akan merevisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif. KPU belakangan ini mendapat berbagai kritikan terkait aturan tersebut. Pasalnya, dalam PKPU 10/2023 tersebut dinilai mengesampingkan keterwakilan perempuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan paling sedikit ada 30 persen dari keterwakilan perempuan.
KPU mengadakan pertemuan tripartit bersama Bawaslu dan DKPP untuk membahas revisi PKPU Nomor 10/2023, khususnya untuk pasal 8 ayat 2. Pertemuan ketiga lembaga pemilu itu dilakukan pada Selasa (9/5/2023).
Ketua KPU, Hasyim Asyari memastikan, pihaknya menerima berbagai masukan dari sejumlah pihak terhadap keterwakilan perempuan. Hasyim mengatakan, akan merevisi Pasal 8 ayat 2 PKPU 10/2023 yang mengakomodasi pembulatan angka desimal keterwakilan perempuan memakai aturan matematika.
“Akan dilakukan perubahan menjadi: 'Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil, menghasilkan angka pecahan dilakukan pembulatan ke atas',” ujar Hasyim.
Usulan revisi PKPU itu juga terkait dorongan dari sejumlah organisasi aktivis perempuan yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan. Mereka meminta agar Bawaslu memberikan rekomendasi merevisi terhadap PKPU 10 Tahun 2023 Tentang pencalonan anggota legislatif.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Valentina Sagala menganggap, peraturan KPU tersebut tidak adil. Bukan mengakomodir keterwakilan perempuan di legislatif, namun justru mengamputasi jumlah keterwakilan perempuan dan bertentangan dengan Undang-undang.
Padahal, sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
“Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen," bunyi pasal tersebut.
Valentina menilai, aturan yang ada pada PKPU 10/2023 berpotensi tidak mencapai tiga puluh persen. Sebab, sistem yang digunakan dalam PKPU tersebut, jumlah keterwakilan perempuan di setiap dapil dilakukan pembulatan ke bawah jika kurang dari angka nol koma lima.
“Pengaturan KPU melanggar ketentuan Pasal 245 UU 7/2017 sebab penggunaan rumus pembulatan ke bawah sebagaimana terdapat dalam Pasal Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023 jo. Lampiran IV Keputusan 352/2023 akan berdampak pada keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen pada sejumlah daerah pemilihan (dapil), yaitu pada dapil dengan jumlah caleg 4, 7, 8, dan 11 seperti berikut ini,” tegas dia.
Dalam draf uji publik KPU, pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 masih mengatur pembulatan ke atas jika keterwakilan 30 persen caleg perempuan di suatu daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka desimal kurang dari nol koma lima. Kemudian, setelah disetujui bersama Komisi II DPR, aturan tersebut berubah menjadi pembulatan sesuai hitungan matematika, bila nol koma lima kurang maka akan dibulatkan kebawah dan jika nol koma lebih maka akan dibulatkan ke atas.
Dalam PKPU 10/2023, pembulatan keterwakilan perempuan dihitung secara matematika. Apabila lebih dari 0,5 maka dibulatkan ke atas. Sedangkan apabila kurang dari 0,5 dibulatkan ke bawah. Contohnya, apabila di sebuah dapil terdapat delapan alokasi kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.
Dari angka itu, karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.
Dari 84 dapil yang sudah ditetapkan, jumlah dapil yang akan tidak terpenuhi keterwakilan perempuannya adalah sebanyak 38 dapil jika dilakukan pembulatan kebawah seperti PKPU yang berlaku saat ini.
Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.