Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi polisi menembakkan gas air mata
Ilustrasi polisi menembakkan gas air mata. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Intinya sih...

  • Kapolri minta maaf dan janji akan berbenah pasca kematian Affan Kurniawan. Ia berjanji untuk melakukan evaluasi mendalam dan pembenahan secara holistik di tubuh Polri

  • Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengungkapkan aksi kekerasan yang dilakukan polisi dari tahun ke tahun

  • Pembentukan tim reformasi berfungsi sebagai jembatan antara keinginan publik dan kemampuan institusi untuk berbenah.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Malam itu, Kamis 28 Agustus 2025, suhu di Jakarta meningkat. Secara harafiah maupun metaforik. Sebuah kendaraan taktis berlapis baja bertuliskan B.R.I.M.O.B menggilas secara brutal seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Affan Kurniawan. Ia dibunuh polisi di usia 21 tahun saat sedang mencari nafkah untuk keluarganya.

Hari itu, Affan hendak mengantarkan pesanan makanan ke daerah Bendungan Hilir. Namun, ia tertahan di tengah kerumunan massa aksi. Suhu di Jakarta memang memanas sejak Kamis pagi. Gelombang unjuk rasa datang silih berganti di depan gedung wakil rakyat di Senayan, Jakarta.

Pagi harinya, elemen buruh menggelar unjuk rasa menuntut penghapusan outsourcing dan kenaikan upah minimum. Siang harinya, giliran mahasiswa dan berbagai kelompok massa mengambil alih mimbar bebas di depan gedung parlemen.  

Massa berteriak mendesak pembubaran DPR di tengah kontroversi gaji wakil rakyat yang belakangan diketahui mencapai Rp230 juta setiap bulannya (sebelum dipangkas). Wakil rakyat di Senayan dinilai terlalu nirempati di tengah himpitan ekonomi yang membuat rakyat kian menjerit akhir-akhir ini.

Sore menjelang malam, situasi di Jakarta belum surut. Polisi mulai mencoba memukul mundur massa agar menjauh dari Senayan. Termasuk dengan menembakkan meriam air mata. Sejak sore, massa ditahan aparat di lampu merah Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lebih tepatnya di dekat SPBU Pejompongan.

Mobil berlapis baja milik BRIMOB itu melaju ugal-ugalan ke arah kerumunan massa. Affan hendak menyebrang jalan, tetapi sialnya telepon genggamnya jatuh. Mobil rantis berlapis baja menghantam Affan, membabi buta melindasnya, seolah tak menghiraukan teriakan massa yang berupaya menghentikan aksi koboy sang Brimob.

“Setelah bersitegang, sekitar 19.25 WIB dari arah BNI (Slipi) ada mobil ngebut ke arah demonstran, lalu ada ojol yang terjatuh dan ditabrak. Pada saat itu, demonstran tidak sempat terselamatkan,” kata salah satu saksi mata kepada IDN Times.

Miris, mobil baracuda itu tidak berhenti dan langsung meninggalkan lokasi, menampilkan wajah polisi yang nirempati. Tak lama, polisi memukul mundur massa dengan menembakkan meriam air mata. Bentrokan pun meluas hingga ke depan Rumah Susun Bendungan Hilir 2.

1. Kapolri minta maaf dan janji akan berbenah

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di RSCM (IDN Times/Amir Faisol)

Malam kematian Affan, hujan mengguyur Jakarta, menjadi deraian air mata rakyat kecil seperti almarhum, korban kebrutalan dan kesewenang-wenangan polisi. Publik marah. Aksi brutalitas polisi ini lantas menyingkap borok yang ada di tubuh Kepolisian Republik Indonesia.

Jarum jam di arlojiku menunjukkan pukul satu lewat tiga puluh menit. Massa masih terus mengamuk di depan Mako Brimob di Kwitang. Di tengah ketegangan itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyambangi RSCM di Jakarta Pusat. Ia menjenguk salah satu korban yang dirawat di sana. Malam itu, sebait kata maaf Listyo utarakan ke publik mewakili organisasi yang dipimpinnya.

"Saya menyampaikan belasungkawa dengan almarhum Affan, kami menyampaikan belasungkawa dan minta maaf dari institusi kami," kata Listyo di RSCM, Jakarta, Jumat, 29 Agustus 2025 dini hari.

Listyo turut menyampaikan permohonan maafnya kepada para komunitas ojol, dan berjanji akan melakukan evaluasi secara mendalam.

"Saya minta maaf kepada keluarga besar ojol dan masyarakat atas musibah yang terjadi. Mudah-mudahan semua bisa tetap terjaga ke depan, semua bisa kita kelola dengan lebih baik," kata dia.

Kekerasan ini hanya puncak gunung es di tubuh kepolisian, semacam ada bibit penyakit yang sampai sekarang sulit sekali untuk dibongkar.

2. Dosa-dosa polisi dan aksi brutalitasnya

Ilustrasi Polisi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dalam laporannya di serial film bertajuk Dirty Vote, mengungkapkan aksi kekerasan yang dilakukan polisi dari satu purnama ke purnama berikutnya.

Pada Juli 2020 sampai Juni 2021 ada 651 kasus. Juli 2021 sampai Juni 2022 terdapat 677 kasus kekerasan. Juli 2022 sampai Juni 2023 ada 622 kasus. Juli 2023 sampai Juni 2024 ada 645 kasus. Lalu pada Juli 2024 sampai Juni 2025 ada 602 kasus.

"Kita lihat rata-rata di atas 600 setiap tahun. Mestinya tentu saja nol polisi tidak boleh jadi pelaku kekerasan bahkan tidak berhenti di sini," kata Bivitri seperti dikutip IDN Times, Minggu (16/11/2025).

Kekerasan ini juga menyebabkan kematian. Data KontraS mengungkapkan, pada Juli 2023 sampai Juni 2024 ada 37 orang yang tewas, sedangkan antara Juli 2024 sampai Juli 2025 ada 40 orang yang tewas.

"Kita sebut ekstra judicial killing atau sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum tapi di luar pengadilan," kata dia.

Kasus-kasus tersebut hanya sepenggal kisah dari sisi lain Polri. Belum hilang dari ingatan publik drama paling heboh, kasus polisi tembak polisi yang menyeret Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. Lalu kasus Mantan Kapolda Sumatra Barat, Teddy Minahasa yang divonis hukuman penjara seumur hidup karena kasus narkoba, dan masih banyak lagi.

3. Reformasi Polri benahi bibit penyakit di Polri

Pelantikan anggota Komite Reformasi Polri di Istana Negara, Jumat (7/11/2025) (IDN Times / M Ilman Nafi'an)

Permintaan maaf rasanya tidak cukup. Publik menagih pembenahan secara holistik di tubuh Polri. Kemarahan publik sangat wajar. Reformasi Polri bukan hanya keharusan tapi kebutuhan. Reformasi Polri telah menjadi topik hangat di kalangan akademisi hingga di warung-warung kopi.

Presiden Prabowo Subianto melantik Komisi Percepatan Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat (7/11/2025). Pelantikan itu dilakukan berdasarkan surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025.

Komisi Reformasi Polri diketuai Prof. Jimly Asshiddiqie. Sejumlah tokoh hebat ikut andil, seperti Eks Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD, Eks Kapolri Jenderal (Purn) Idham Aziz, dan Eks Wakapolri Komjen (Purn) Ahmad Dofiri.

Selain itu, ada juga Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra; Wamenko Kuhmam Imipas, Otto Hasibuan; Menteri Hukum Supratman Andi Agtas; Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo; Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian; hingga Eks Wakapolri Komjen Purnawirawan Badrodin Haiti.

Ketua Komisi Reformasi Polri, Prof. Jimly Asshiddiqie mengatakan, pihaknya akan melakukan kajian selama dua bulan, dan diharapkan melahirkan rekomendasi yang berkenaan dengan kebijakan di Kepolisian.

"Nanti tim akan mengkajinya sehingga selama dua bulan pertama mudah-mudahan sudah bisa dirumuskan rekomendasi yang akan menjadi kebijakan-kebijakan baru, dalam rangka reformasi kepolisian ini," kata dia, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).

Jimly mengatakan, Tim Percepatan Reformasi Polri akan menghasilkan dua rekomendasi. Kasus-kasus yang diselesaikan secara internal, rekomendasinya akan diampaikan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Maka hasil dari komisi ini ada dua, satu rekomendasi ke presiden, yang kedua rekomendasi internal. Nah, mungkin yang internal bisa juga gak diumumkan," kata dia.

Di Parlemen, Komisi III DPR RI juga akan membentuk panitia kerja (Panja) reformasi penegak hukum, termasuk Polri, Kejaksaan, dan pengadilan pada Selasa (18/11/2025).

Komisi III DPR RI banyak mendapatkan masukan dari masyarakat untuk membentuk panja reformasi terkait tiga institusi penegak hukum tersebut.

"Komisi III DPR RI akan membentuk panitia kerja atau panja reformasi Polri, kejaksaan dan pengadilan," kata Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrokhman kepada wartawan, Jumat (14/11/2025).

4. Harus mendorong check and balances kepolisian

Ilustrasi polisi pelaku pelecehan seksual terhadap korban pemerkosaan di kantor polisi. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Reformasi Kepolisian harus dimaksudkan untuk meredefinisi jati diri Polri yang sipil (civillian police), dengan mendesain jalan depolitisasi, demiliteritasi, desentralisasi, dan dekorporatisasi Kepolisian secara signifikan.

Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBH, Arif Maulana mengatakan, gagalnya fungsi pengawasan terhadap kewenangan kepolisian dalam penegakan hukum menjadi salah satu yang mendesak dalam transformasi Polri.

Akibatnya, polisi banyak melakukan praktik kriminalisasi, salah tangkap, penyiksaan, penggunaan kekuatan senjata api yang tidak bertanggung jawab, dan penyalahgunaan kewenangan lainnya.

Semua ini disebabkan karena paska transisi reformasi 1998, agenda reformasi kepolisian hanya berhenti pada pemisahan Polri dari dwifungsi ABRI, tanpa benar-benar merombak tata kelola, struktur dan kultur institusi Polri.

"Salah satu yang sangat mendesak adalah masalah gagalnya fungsi pengawasan terhadap kewenangan kepolisian dalam penegakan hukum," kata Arif kepada IDN Times.

Arif menegaskan, solusi regulasinya adalah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHAP) yang seharusnya membatasi dan mendorong akuntabilitas kewenangan penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, penetapan tersangka oleh Polisi.

Selama ini, kata dia itu semua tidak ada yang kontrol. Mekanisme kontrol izin pengadilan hanya formalitas. Karena itu, penting untuk ada pengujian oleh pengadilan terkait upaya paksa kepolisian tersebut. Dalam proses revisi KUHAP, YLBHI memandang Presiden Prabowo Subinato dan DPR hanya omong kosong untuk reformasi kepolisian.

Arif menekankan, kebutuhan reformasi kepolisian adalah mendorong check and balances kewenangan polisi. Namun di RKUHAP justru ditambah kewenangan menyadap dan melakukan pemblokiran, bahkan untuk melakukan upaya paksa tersebut diberikan hak diskresi tanpa ijin pengadilan.

"Ini justru menambah potensi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian," kata dia.

5. Reformasi kultural harus jadi agenda utama

Capim KPK Poengky Indarti jelang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Pemerhati Kepolisian sekaligus Mantan Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, reformasi kultural Polri harus menjadi agenda utama Komisi Percepatan Transformasi Polri, karena masih menyisakan banyak pekerjaan rumah.

Misalnya, masih banyak perilaku anggota Polri yang melakukan kekerasan berlebihan, arogan, koruptif, hedon, pengawasan kurang maksimal, dan kurang profesional dalam melaksanakan tugas.

"Saya optimistis jika semuanya dilakukan dengan niat baik untuk berbenah demi rakyat, maka baik Reformasi Polri maupun Reformasi Institusi Penegak Hukum akan dapat berjalan dengan baik," kata dia kepada IDN Times, Minggu.

6. Mengembalikan muruah Polri sebagai pedang keadilan

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem Rudianto Lallo. (IDN Times/Amir Faisol)

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo berharap Komisi Percepatan Reformasi Polri segera bekerja untuk mengabulkan keinginan Presiden Prabowo terhadap perbaikan kinerja Polri. Ia mengatakan, Presiden Prabowo paling paham apa yang perlu dibenahi di institusi Polri.

Yang paling utama, kata dia, dalam proses pendidikan hukum, Polri harus hadir menjadi pedang keadilan Presiden untuk membongkar pelbagai kejahatan baik konvensional maupun kejahahatan non-konvensional.

"Apakah terkaitan dengan reformasi struktural, instrumental, ataukah reformasi kultural yang ada di Polri. Apakah dalam rangka memperbaiki rekrutmen, jenjang pendidikan, promosi jabatan dan termasuk di dalamnya adalah bagaimana Polri hadir betul-betul bisa melayani, melindungi masyarakat," kata Rudianto Lallo di Gedung DPR RI, Rabu (12/11/2025).

7. Polri: kami ini babunya masyarakat

Ilustrasi Polisi (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Pembentukan tim reformasi berfungsi sebagai jembatan antara keinginan publik dan kemampuan institusi untuk berbenah.

Jajak pendapat Litbang Kompas menyebutkan, masyarakat berharap, Tim Reformasi Internal Polri atau pun Komisi Percepatan Reformasi Polri mampu melampaui fungsi simboliknya, dan menjadi motor utama transformasi kelembagaan organisasi tersebut.

Dosen Kepolisian Utama Tingkat I STIK Lemdiklat Polri, Irjen Gatot Repli Handoko menegaskan, polisi sedianya merupakan babu masyarakat. Ia mengklaim, semua masukan masyarakat menjadi asupan bagi Polri.

Polisi harus benar-benar melayani masyarakat sampai ke tingkat bawah. Menurut Gatot, perlu ada kesamaan presepsi di lingkungan Porli bahwa mereka merupakan pelayan masyarakat.

"Yang paling penting adalah mindset pola pikir, pola pikir ini sampai ke bawah ini harus benar-benar budaya pelayanan, istilahnya kami ini babunya, kami babunya masyarakat," ujar Gatot dalam sebuah diskusi Dialektika Demokrasi bertema 'Reformasi Polri Harapan Menuju Institusi Penegakan Hukum yang Profesional dan Humanis' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Gatot mengatakan, polisi harus mengedepankan pelayanan kepada masyarakat. Polri juga akan menjadikan kritik sebagai asupan energi supaya mereka bisa lebih berkembang.

"Jadi kita harus mengedepankan pelayanan, dan diharapkan juga ke depan semua yang berkaitan dengan aspirasi, kritik, masukan bagi kami bukan suatu hal yang bertentangan, tetapi menjadi asupan energi lebih berkembang," kata dia.

Editorial Team