Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Konser Dadakan Sammy Simorangkir dan Lesti Kejora di Sidang MK

IMG_20250723_111443.jpg
Dua penyanyi kenamaan, Hendra Samuel Simorangkir (Sammy Simorangkir) dan Lestiani (Lesti Kejora) saat menjadi Saksi gugatan UU Hak Cipta di Gedung MK (dok. Humas MK)
Intinya sih...
  • Ketua MK minta Lesti dan Sammy bernyanyi saat sidang perkara UU Hak Cipta
  • Sammy beri kesaksian pernah dilarang menyanyikan lagu Kerispatih
  • Lesti Kejora juga cerita pernah disomasi

Jakarta, IDN Times - Ruang sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, seketika berubah menjadi tempat 'konser dadakan'. Peristiwa itu terjadi saat sidang perkara nomor 28/PUU-XXIII/2025 yang dipimpin Ketua MK, Suhartoyo, Selasa (23/7/2025).

Dua penyanyi kenamaan, Hendra Samuel Simorangkir alias Sammy Simorangkir dan Lestiani atau Lesti Kejora menjadi saksi dihadirkan pemohon. Keduanya pun unjuk gigi dengan suara khasnya yang tak asing di telinga masyarakat Indonesia.

Adapun, pemohon yang merupakan puluhan musisi ternama ini mengajukan uji materi Pasal 9 ayat 2, Pasal 9 ayat 3, Pasal 23 ayat 5, Pasal 81, Pasal 87 ayat 1, dan Pasal 113 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

1. Momen Ketua MK minta Lesti dan Sammy bernyanyi

Ketua MK Suhartoyo memimpin persidangan pengujian Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), pada Jumat (2/5/2025), di ruang sidang Pleno MK (dok. Humas MK)
Ketua MK Suhartoyo memimpin persidangan pengujian Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), pada Jumat (2/5/2025), di ruang sidang Pleno MK (dok. Humas MK)

Lesti dan Sammy menyanyikan sepenggal lagu hasil ciptaannya sendiri di hadapan hakim konstitusi, sesaat setelah menyampaikan keterangannya.

Peristiwa langka ini bermula saat Ketua MK Suhartoyo melontarkan pertanyaan, apakah Lesti memiliki lagu yang diciptakan sendiri? Lantas Suhartoto meminta agar jebolan kompetisi D'Academy ini melantunkan lagu tersebut.

“Seperti apa lagunya, coba biar kami dengar. Lagu lain jangan dinyanyikan karena sedang disengketakan kan. Kalau ciptaannya sendiri kan boleh. Coba satu bait saja,” pinta Suhartoyo.

Lesti pun menuruti hakim, dengan menyanyikan sebait lagu berjudul Angin ciptaan sendiri bersama sang suami, Rizky Billar, yang dirilis pada 2024. Namun ketika tepuk tangan mulai terdengar di ruang persidangan, Suhartoyo langsung meminta, “Jangan tepuk ya.”

Lalu, giliran Sammy diminta menyanyikan lagu ciptaannya, saat menjadi vokalis di grup band Kerispatih.

“Kalau Sammy yang ciptaannya sendiri ketika di Kerispatih kan ada lagu yang bagus itu, tapi yang ciptaan Sammy sendiri lho,” pinta Suhartoyo.

Sammy pun menyanyikan sepenggal lagu berjudul Bila Rasaku Ini Rasamu yang dirilis pada 2008. Suhartoyo lantas menyebut, lagu tersebut merupakan salah satu lagu favorit Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

2. Sammy beri kesaksian pernah dilarang menyanyikan lagu Kerispatih

berita_1753231741_5ac4a084210401f316b9.jpg
Dua penyanyi kenamaan, Hendra Samuel Simorangkir (Sammy Simorangkir) dan Lestiani (Lesti Kejora) saat menjadi Saksi gugatan UU Hak Cipta di Gedung MK (dok. Humas MK)

Dalam keterangannya, Sammy mengaku pernah dilarang secara lisan menyanyikan lagu-lagu Kerispatih, kecuali jika bersedia membayar Rp5 juta per lagu. Larangan ini disampaikan pihak Kerispatih yang ia duga kuat dilakukan atas permintaan Badai, sebagai pencipta utama lagu-lagu tersebut.

“Saya turut membesarkan nama grup tersebut dan menjadi bagian penting dalam perjalanan berbagai lagu yang saat ini dikenal luas oleh masyarakat,” kata Sammy.

Sammy menyebut situasi ini semakin rumit ketika Badai keluar dari Kerispatih. Setelah tidak lagi menjadi bagian dari grup. Badai justru melayangkan somasi kepada Kerispatih, dan secara terbuka melalui media sosial dan pemberitaan nasional menyatakan larangan terhadap Kerispatih dan juga Sammy secara pribadi untuk menyanyikan lagu-lagu ciptaannya.

Larangan tidak hanya disampaikan secara informal, tetapi kemudian ditindaklanjuti melalui pertemuan langsung, di mana Badai menyodorkan draf perjanjian tertulis kepada Sammy dan pihak Kerispatih.

Inti perjanjian tersebut, apabila Sammy atau Kerispatih ingin menyanyikan lagu-lagu ciptaan Badai, maka masing-masing harus membayar kontribusi 10 persen dari honorarium atau pendapatan off-air, yang diperoleh dari pertunjukan yang membawakan lagu-lagu tersebut.

“Hal ini menunjukkan bahwa tafsir mengenai adanya kewenangan untuk melarang orang lain, termasuk pihak yang turut membesarkan dan mempopulerkan lagu berasal dari Badai sendiri, bukan merupakan kesepakatan kolektif atau pun hasil mekanisme hukum yang pasti,” ucap Sammy.

Sammy juga mengaku secara pribadi tidak pernah menyetujui ketentuan tersebut, dan memilih tidak menindaklanjutinya. Sebab, dia merasa menjadi bagian dari rekaman asli secara sah yang membuat lagu-lagu tersebut dikenal dan dicintai masyarakat.

3. Lesti Kejora cerita pernah disomasi

IMG_20250723_111418.jpg
Dua penyanyi kenamaan, Hendra Samuel Simorangkir (Sammy Simorangkir) dan Lestiani (Lesti Kejora) saat menjadi Saksi gugatan UU Hak Cipta di Gedung MK (dok. Humas MK)

Sementara, Lesti mengaku menerima surat somasi dari kuasa hukum Yonni Dores, pencipta lagu berjudul Ranting pada 1 Maret 2025. Hal itu lantaran Lesti pernah membawakan lagu tersebut sekitar 2016-2018 atas permintaan pihak penyelenggara acara sebagai bagian dari daftar lagu yang disepakati. Peristiwa itu berujung ancaman pidana dan gugatan perdata, karena ketentuan UU Hak Cipta yang multitafsir.

“Tidak berhenti sampai di situ, pada 18 Mei 2025, saya mendapatkan informasi bahwa Yonni Dores secara resmi telah membuat laporan polisi terhadap diri saya ke Polda Metro Jaya, dengan tuduhan melakukan pelanggaran hak cipta atas penggunaan lagu ciptaannya tanpa izin. Hal ini menimbulkan perspektif negatif terhadap diri saya, karena dengan adanya laporan tersebut, saya seakan-akan telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Hak Cipta, sekaligus menunjukkan kegamangan norma hukum terhadap pelaku pertunjukan seperti saya,” ujar dia.

Lesti mengaku memang tidak pernah mengurus langsung perizinan atau pembayaran royalti atas lagu-lagu yang dibawakan. Sebagai penyanyi profesional, Lesti menyebut hanya menjalankan tugas untuk memberikan jasa tampil atau pertunjukan sesuai kesepakatan dengan pihak yang mengundangnya, tidak memiliki akses maupun kapasitas untuk mengetahui variabel-variabel komersial yang menjadi dasar perhitungan royalti, seperti jumlah penonton, harga tiket, atau skala dan kategori acara sebagaimana dipersyaratkan dalam sistem lisensi yang berlaku.

Selain itu, Lesti menyebut, somasi dan laporan pidana yang dibuat pencipta lagu merupakan bentuk nyata kekaburan norma dan ketidakseimbangan posisi hukum antara pencipta lagu dan pelaku pertunjukan. Menurut dia, jika penyanyi yang hanya menjalankan tugasnya sebagai pelaku pertunjukan dapat dituduh melanggar hukum pidana hanya karena membawakan lagu populer, maka praktik ini menciptakan kebiasaan buruk bagi dunia pertunjukan dan industri hiburan nasional.

Sebagai informasi, selain Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025, sidang pengujian UU Hak Cipta ini juga digelar sekaligus untuk Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025. Dalam permohonannya, para pemohon Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 terdiri dari Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, Nazriel Irham atau akrab disapa Ariel, bersama 27 musisi lainnya sebagai pelaku pertunjukan yang telah berkarya di industri musik Indonesia, berpotensi mengalami masalah hukum dari pasal-pasal yang diuji tersebut.

Pengujian ini berangkat dari beberapa kasus, misalnya yang dialami Agnes Monica alias Agnez Mo. Agnez digugat dan dilaporkan pidana oleh Ari Bias, pencipta dari lagu “Bilang Saja”, karena Agnez Mo dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun memutus gugatan tersebut dengan menghukum Agnez Mo mengganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias dan Agnez Mo pun dilaporkan secara pidana ke Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tuduhan pelanggaran Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Sementara, Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 dimohonkan lima pelaku pertunjukan yang tergabung dalam grup musik Terinspirasi Koes Plus atau T’Koes Band serta Saartje Sylvia, pelaku pertunjukan ciptaan yang dijuluki sebagai Lady Rocker pertama. T’Koes Band kerap menampilkan lagu-lagu lawas yang dulu dinyanyikan orang lain seperti Koes Plus, D’Mercys, hingga Everly Brothers dan The Beatles. Akan tetapi kemudian T’Koes Band dilarang mempertunjukan lagu-lagu dari Koes Plus per 22 September 2023 melalui para ahli waris dari Koes Plus.

Menurutnya, hal tersebut membuktikan penerapan Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta yang berbunyi “Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta” telah merugikan pemohon dan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam memperoleh izin.

Padahal, kata pemohon, setiap pertunjukan T’Koes Band telah meminta license dan/atau membayar royalti kepada LMK di Indonesia dan melakukan pendekatan dengan menyerahkan sejumlah nominal uang tertentu kepada sebagian ahli waris Koes Plus walaupun mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta yang hadir langsung di ruang sidang mengatakan penolakan ahli waris sebagai pemegang hak cipta kepada pemohon, untuk mempertunjukan karya dari Koes Plus merupakan persoalan konkret dan implementasi penerapan dari ketentuan UU Hak Cipta. Karena itu, menurutnya, perlu penyelesaian bersama antara para pemohon, pemegang hak cipta, dan LMK/LMKN yang menjadi wadah para pemohon untuk membayar royalti.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us