Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Meta Menang Gugatan Hak Cipta AI dari Para Penulis

logo Meta (pexels.com/Julio Lopez)
Intinya sih...
  • Hakim memutuskan penggunaan Meta termasuk penggunaan wajar dalam pelatihan AI
  • Kekhawatiran AI bisa melemahkan industri kreatif karena dapat mengurangi motivasi berkarya secara tradisional

Jakarta, IDN Times – CEO Meta, Mark Zuckerberg berhasil menang dalam gugatan hak cipta yang diajukan oleh sejumlah penulis pada Rabu (25/6/2025). Gugatan ini dilayangkan oleh Sarah Silverman, Ta-Nehisi Coates, dan penulis lainnya yang menuduh Meta memakai buku mereka untuk melatih sistem kecerdasan buatan (AI) bernama Llama.

Hakim Distrik Amerika Serikat (AS) Vince Chhabria memutuskan para penulis belum bisa membuktikan kalau tindakan Meta benar-benar merugikan pasar karya mereka sesuai aturan hak cipta di AS.

1. Hakim nilai penggunaan Meta termasuk penggunaan wajar

ilustrasi sidang (pexels.com/Sora Shimazaki)
ilustrasi sidang (pexels.com/Sora Shimazaki)

Dalam sidang di San Francisco, Hakim Chhabria menyebut penyalinan karya oleh Meta untuk tujuan transformatif dilindungi oleh prinsip penggunaan wajar. Seorang juru bicara Meta menyambut baik putusan itu dan menyebut penggunaan wajar sebagai aturan penting dalam pengembangan teknologi AI.

Meski begitu, Chhabria menegaskan pelatihan AI dengan karya berhak cipta tanpa izin tetap bisa dianggap melanggar hukum dalam kondisi tertentu.

Hakim juga membandingkan kasus ini dengan gugatan terhadap perusahaan AI Anthropic yang berlangsung di San Francisco. Dalam kasus tersebut, hakim menyimpulkan pelatihan AI oleh Anthropic termasuk penggunaan wajar, meski perdebatan hukumnya masih berlanjut. Situasi ini menunjukkan ada perbedaan pandangan soal penggunaan wajar di pengadilan AS.

2. Kekhawatiran AI bisa melemahkan industri kreatif

ilustrasi kecerdasan buatan (AI) (pexels.com/Tara Winstead)
ilustrasi kecerdasan buatan (AI) (pexels.com/Tara Winstead)

Chhabria ikut menyoroti dampak buruk AI generatif terhadap pasar kreatif. Ia mengatakan, AI bisa memproduksi gambar, lagu, artikel, dan buku dalam jumlah besar hanya dengan sedikit waktu dan usaha. Menurutnya, hal itu dapat mengurangi motivasi orang untuk berkarya secara tradisional.

“Dengan melatih model AI generatif menggunakan karya berhak cipta, perusahaan sering kali melemahkan pasar untuk karya-karya tersebut,” kata Chhabria dikutip The Guardian, Kamis (26/6).

Chhabria mengingatkan, masalah ini harus jadi perhatian di tengah semakin luasnya penggunaan AI di industri kreatif. Banyak pihak memang khawatir teknologi ini bisa merusak masa depan profesi kreatif.

3. Putusan Meta tidak berlaku untuk semua kasus

ilustrasi hukum (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi hukum (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Chhabria mengatakan, putusan ini hanya berlaku untuk para penggugat di kasus ini.

“Ini bukan gugatan kelompok, jadi putusan ini hanya memengaruhi hak-hak dari tiga belas penulis ini — bukan penulis lain yang tak terhitung jumlahnya yang karya-karyanya digunakan Meta untuk melatih modelnya,” tulis Chhabria, dikutip CNBC International, Kamis (26/6).

Itu artinya, penulis lain masih bisa mengajukan gugatan serupa di kemudian hari. Selain itu, ada klaim tambahan yang masih menunggu proses hukum, termasuk tuduhan Meta menyebarkan karya mereka secara ilegal lewat torrenting.

Putusan ini muncul beberapa hari setelah hakim di San Francisco memvonis Anthropic melanggar hak cipta karena menyimpan lebih dari 7 juta buku bajakan di sistem AI mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us