Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-23 at 14.33.10.jpeg
Komisioner KPU Divisi Data dan Informasi, Betty Epsilon Idroos (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya sih...

  • Syarat utama e-voting, kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu harus tinggi.

  • Soroti masih banyak blank spot dalam distribusi jaringan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia.

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengatakan, belum ada pembahasan lebih lanjut soal sistem pemungutan suara secara elektronik (e-voting) pada pemilu.

Hal tersebut disampaikan Komisioner KPU Divisi Data dan Informasi, Betty Epsilon Idroos, menanggapi munculnya wacana yang disampaikan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) soal sistem e-voting pada pemilu maupun pilkada.

"Kalau ke kami sih belum ada secara khusus (bahas e-voting untuk pemilu)," kata Betty saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (23/7/2025).

1. Syarat utama e-voting, kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu harus tinggi

Ilustrasi pemilu (IDN Times/Agung Sedana)

Betty menyampaikan, yang harus jadi pertimbangan dan syarat utama pemilu digelar e-voting ialah kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu harus tinggi. Dengan begitu, sistem ini dikatakan bisa berjalan optimal dan kondusif.

"Tapi dari sisi saya, pendapat pribadi saya, mungkin perlu dipikirkan kembali. Karena dari beberapa literasi yang saya baca, e-voting itu perlu beberapa prasyarat. Prasyarat utama adalah tingkat kepercayaan terhadap penyelenggara dan juga pemerintah dalam hal ini. Jadi kalau masyarakat peserta pemilu belum percaya terhadap sistem kepada KPU mungkin sebagai penyelenggara, Bawaslu sebagai pengawas, tentu e-voting belum pilihan sekarang," kata dia.

2. Soroti masih banyak blank spot

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Ia pun menyoroti masih belum meratanya distribusi jaringan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia. Betty mencontohkan, masih terdapat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang kesulitan menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) karena akses internet. Belum lagi masih ada daerah yang masih minum pasokan listrik.

"Ini kita (KPU) sendiri nih, pengguna Sirekap, coklit, segala macam, kita tuh masih banyak yang blank spot, listrik juga masih banyak sehingga memang kita perlu memetakan dulu kemampuan secara geografis yang kita punya," ujar Betty.

3. Penerapan e-voting perlu integritas, fasilitas, dan literasi

Ilustrasi pemilu (IDN Times/Agung Sedana)

Betty mengatakan, setidaknya ada beberapa komponen yang harus dipenuhi jika ingin menyelenggarakan e-voting untuk pemilu, yakni integritas penyelenggara pemilu, fasilitas, dan literasi digital.

"Tapi PR pertama adalah soal integrity, soal fasilitas, lalu soal seberapa jauh literasi digital itu bisa digunakan oleh masyarakat kita. Ini kan pemilih, ya, bukan elite yang menggunakan hak pilih. Jadi mungkin itu perlu dipelajari terlebih dahulu aspek-aspeknya. Eligible atau tidak, bisa digunakan atau tidak," kata dia.

Menurutnya, masalah utama di Indonesia bukan soal pemungutan suara, tetapi ketidakpercayaan publik saat rekapitulasi perolehan suara berjenjang dari KPPS sampai ke atas.

"Itu sudah kita perbaiki sebenarnya lewat sirekap, dan masyarakat itu sebenarnya bisa lihat. Terutama waktu pilkada, ya, kan perbaikan-perbaikannya bisa kita lihat, dan sejauh ini sih presisi hampir 100 persen," kata Betty.

Sebelumnya, Wamendagri Bima Arya, mengatakan, pemungutan suara secara elektronik (e-voting) memungkinkan digelar di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Bima saat menghadiri acara Perludem membahas urgensi Revisi Undang-Undang Pemilu, Kamis (13/2/2025).

Awalnya, Bima menyoroti evaluasi dan berbagai perkembangan proses penyelenggaraan pemungutan suara yang meliputi pemilihan presiden (pilpres), pemilihan anggota legislatif (pileg), hingga pemilihan kepala daerah (pilkada). Terlebih pemerintah bersama DPR akan membahas mengenai revisi UU Pemilu.

Bima menilai, penyelenggaraan pemungutan suara elektronik untuk berbagai pemilihan memungkinkan digelar di Indonesia.

Terlebih, Pemilu 2019 memakan banyak korban jiwa. Sebanyak 894 petugas KPPS dinyatakan meninggal dan 5.175 petugas luka-luka.

"Ada pertanyaan, kemudian misalnya bagaimana dengan e-voting. Mampu gak bangsa ini untuk e-voting? 'Kan kasihan Pak, kan yang tahun 2019 ratusan yang meninggal, lelah Pak, berkas-berkas itu luar biasa'. Ibu saya Ketua RT waktu itu begadang berhari-hari," ujar dia.

"Artinya adalah, apakah kita mampu? Menurut saya bapak ibu, kalau soal mampu, kita itu mampu kok untuk e-voting," sambung Bima.

Buktinya, kata Bima, pemilihan kepala desa (pilkades) banyak yang sudah menerapkan sistem e-voting. Artinya, teknologi informasi di Indonesia sebenarnya sudah mumpuni dan mampu memfasilitasi.

"Kades itu sudah banyak yang e-voting, teknologi IT kita sudah canggih. Bisa, secara teknologi bisa," tegas dia.

Editorial Team