Ilustrasi pemilu (IDN Times/Agung Sedana)
Betty mengatakan, setidaknya ada beberapa komponen yang harus dipenuhi jika ingin menyelenggarakan e-voting untuk pemilu, yakni integritas penyelenggara pemilu, fasilitas, dan literasi digital.
"Tapi PR pertama adalah soal integrity, soal fasilitas, lalu soal seberapa jauh literasi digital itu bisa digunakan oleh masyarakat kita. Ini kan pemilih, ya, bukan elite yang menggunakan hak pilih. Jadi mungkin itu perlu dipelajari terlebih dahulu aspek-aspeknya. Eligible atau tidak, bisa digunakan atau tidak," kata dia.
Menurutnya, masalah utama di Indonesia bukan soal pemungutan suara, tetapi ketidakpercayaan publik saat rekapitulasi perolehan suara berjenjang dari KPPS sampai ke atas.
"Itu sudah kita perbaiki sebenarnya lewat sirekap, dan masyarakat itu sebenarnya bisa lihat. Terutama waktu pilkada, ya, kan perbaikan-perbaikannya bisa kita lihat, dan sejauh ini sih presisi hampir 100 persen," kata Betty.
Sebelumnya, Wamendagri Bima Arya, mengatakan, pemungutan suara secara elektronik (e-voting) memungkinkan digelar di Indonesia. Hal tersebut disampaikan Bima saat menghadiri acara Perludem membahas urgensi Revisi Undang-Undang Pemilu, Kamis (13/2/2025).
Awalnya, Bima menyoroti evaluasi dan berbagai perkembangan proses penyelenggaraan pemungutan suara yang meliputi pemilihan presiden (pilpres), pemilihan anggota legislatif (pileg), hingga pemilihan kepala daerah (pilkada). Terlebih pemerintah bersama DPR akan membahas mengenai revisi UU Pemilu.
Bima menilai, penyelenggaraan pemungutan suara elektronik untuk berbagai pemilihan memungkinkan digelar di Indonesia.
Terlebih, Pemilu 2019 memakan banyak korban jiwa. Sebanyak 894 petugas KPPS dinyatakan meninggal dan 5.175 petugas luka-luka.
"Ada pertanyaan, kemudian misalnya bagaimana dengan e-voting. Mampu gak bangsa ini untuk e-voting? 'Kan kasihan Pak, kan yang tahun 2019 ratusan yang meninggal, lelah Pak, berkas-berkas itu luar biasa'. Ibu saya Ketua RT waktu itu begadang berhari-hari," ujar dia.
"Artinya adalah, apakah kita mampu? Menurut saya bapak ibu, kalau soal mampu, kita itu mampu kok untuk e-voting," sambung Bima.
Buktinya, kata Bima, pemilihan kepala desa (pilkades) banyak yang sudah menerapkan sistem e-voting. Artinya, teknologi informasi di Indonesia sebenarnya sudah mumpuni dan mampu memfasilitasi.
"Kades itu sudah banyak yang e-voting, teknologi IT kita sudah canggih. Bisa, secara teknologi bisa," tegas dia.