Menteri Angkatan Bersenjata Prancis, Florence Parly ketika mengenakan syal batik pemberian Menhan Prabowo (www.instagram.com/@kemhanri)
Dahnil menjelaskan Prabowo sempat berkunjung ke sejumlah negara sebelum akhirnya menjatuhkan pilihan membeli jet tempur Rafale. Selain ke Amerika Serikat, Prabowo juga sempat ke Turki, hingga ke Prancis. Khusus ke Prancis, Prabowo datang ke sana hingga tiga kali.
Selain itu, Dahnil menyebut ada empat alasan mengapa Prabowo memilih Rafale. Pertama, efektivitas atau tepat guna. Menurut Dahnil, Prabowo selalu ingat pesan Presiden Joko "Jokowi" Widodo bahwa belanja alutsista itu didasari kebutuhan bukan keinginan.
"Sementara, kita butuh alutsista terbaik untuk menjaga 81 ribu kilometer garis pantai Indonesia dan lebih dari 7,7 juta kilometer persegi luas wilayah Indonesia. Pemerintah harus pastikan jet tempur atau alutsista yang dipilih tepat guna dan bisa digunakan untuk menjaga kepentingan NKRI," kata dia.
Alasan kedua, menyangkut geopolitik dan geostrategis. Dahnil menjelaskan setiap kali dilakukan belanja alutsista, maka hal tersebut berkaitan erat dengan dimensi diplomasi pertahanan.
Berdasarkan data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), ada 67 negara di dunia yang menjadi produsen alutsista. Namun, hanya lima negara yang jadi produsen terbesar yakni Amerika Serikat, Prancis, Rusia, Jerman dan China.
"Maka, setiap Menhan mengambil keputusan maka harus dipastikan bersamaan dengan kepentingan Indonesia melakukan diplomasi pertahanan," ujarnya.
Dahnil seolah merujuk bahwa jangan sampai pembelian alutsista dari negara tertentu kemudian memicu embargo suku cadang dari negara lain.
Alasan ketiga, yakni efisiensi. Ia mengatakan keinginan Kemhan untuk membeli alutsista harus disesuaikan dengan ruang dan kapasitas fiskal. "Jadi, harus dipastikan apakah APBN memiliki kemampuan untuk membeli alutsista," tutur dia.
Alasan keempat, harus ada alih teknologi dan konten lokal. Hal tersebut berangkat dari visi Jokowi yang ingin ke depan harus ada kemandirian industri pertahanan.
"Oleh sebab itu, ketika belanja alutsista, kita harus mendorong adanya alih teknologi sehingga industri pertahanan domestik bisa berkembang secara maksimal," ungkapnya.
Maka, tak mengherankan, kata Dahnil, saat dilakukan penandatanganan kontrak untuk pembelian Rafale, ada deretan MoU lainnya yang diteken. Kesepakatan itu merupakan bagian dari perjanjian untuk mendukung perkembangan industri pertahanan di dalam negeri.
"Dari empat kriteria itu, yang menurut kami paling memenuhi secara maksimal adalah Prancis. Sehingga, kami menjatuhkan pilihan ke Dassault Rafale," katanya.