Faisal Basri, Ekonom Senior dalam Webinar Eps. 6 #MenjagaIndonesia by IDN Times dengan tema "75 Tahun Merdeka, Kok Masih Korupsi" (IDN Times/Besse Fadhilah)
Sementara, di kesempatan terpisah, ekonom senior Faisal Basri mengkritik sikap pemerintah yang tetap ngotot ingin memindahkan ibu kota ke Kaltim di tengah pandemik COVID-19. Dia mengaku bukannya tak setuju lokasi ibu kota perlu dipindah, tetapi waktunya ditunda lima hingga 10 tahun mendatang.
Namun, Pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo, kata Faisal, seolah terburu-buru ingin ibu kota bisa dipindahkan sebelum masa jabatannya sebagai presiden berakhir pada 2024. Menurutnya, saat ini, pemerintah seharusnya memprioritaskan anggaran yang ada untuk pemulihan ekonomi dan kesehatan usai dihajar saat pandemik COVID-19.
"Rasanya tidak elok memulai pembangunan ibu kota di tengah situasi darurat. Prioritasnya kan seharusnya menyelamatkan rakyat dulu, menyelamatkan anak-anak kita yang mundur kemampuan belajarnya, hingga menyelamatkan pengangguran yang terdampak akibat COVID-19," ungkap Faisal ketika berbicara di forum Indonesia's Lawyer Club yang dikutip dari YouTube.
Dia mengungkapkan, Jokowi pernah sesumbar pemindahan IKN ke Kabupaten PPU tidak akan menggunakan dana dari APBN. Rupanya, hal itu lantaran dipicu bisikan dari orang dekat Presiden, ada calon investor asing yang bakal membenamkan duitnya dalam nominal sangat besar yakni 100 miliar dolar Amerika Serikat.
"Saya dengar cerita ini dari seorang Wakil Menteri. Calon investor asing itu ingin berinvestasi senilai 100 miliar dolar Amerika Serikat untuk proyek IKN. Tapi, ada syaratnya, pemerintah harus mampu menghadirkan lima juta penduduk di IKN dalam 10 tahun," katanya tanpa menyebut siapa Wakil Menteri yang dimaksud.
Ketika mengajukan investasi itu, calon investor, tutur Faisal, sudah berhitung, mereka akan mendapatkan keuntungan berlipat-lipat dari kehadiran lima juta penduduk.
"Mereka kan akan menghitung berapa banyak proyek perumahan yang bisa dibangun, lalu proyek perkantoran berapa, listrik, kendaraan umum hingga jalan. Sudah pasti mereka untung," ujarnya.
Maka, kata Faisal, pemerintah kini sedang kebingungan mencari sumber pendanaan untuk membangun IKN. Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyebut, pada tahap awal akan digunakan dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) sebesar Rp178 triliun. IKN tak bisa dimasukan ke dalam slot baru APBN, lantaran anggaran untuk 2022 sudah diketok di DPR.
"Dana PEN itu kan semula diperuntukkan bagi rakyat dan pemulihan UMKM. Jadi, rakyat secara langsung dikorbankan demi pembangunan fisik yang sebenarnya bisa ditunda," kata dia.
Dia menambahkan, kemungkinan pandemik berlangsung lebih panjang dibandingkan perkiraan semula. Sehingga, ke depan butuh dana lebih besar.
"Tapi, dananya malah mau digunakan untuk bangun ibu kota baru. Omong kosong lah kalau peningkatan ekonomi ini bisa didapat dari pembangunan ibu kota baru. Tidak ada teorinya itu," tegas Faisal.