Jakarta, IDN Times - Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Moeldoko, menanggapi pernyataan kubu Prabowo yang menyebut ada kecurangan dalam penghitungan suara di KPU.
Menurut Moeldoko, pernyataan Prabowo tersebut cukup menyesatkan, apalagi jika kecurangan tersebut dikaitkan dengan kubu 01.
Moeldoko menyampaikan TKN sendiri menerima banyak pengaduan tentang indikasi kecurangan. Moeldoko katakan, sekitar 25 ribu pengaduan telah masuk ke Direktorat Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf.
"Pengaduan kita juga banyak, nanti sesudah quick count untuk mengklarifikasi hal-hal yang perlu dan seterusnya. Jadi sekali lagi ya, saya akan menegaskan KPU itu milik kita bersama, bukan miliknya pemerintah, bukan miliknya 01, tidak," kata Moeldoko di Posko Cemara, Jakarta Pusat, Jumat (19/4).
Moeldoko mengatakan jangan seolah-olah KPU dibuat menjadi milik kubu 01. Menurutnya, penggiringan opini tersebut cukup berbahaya. Terutama tentang tudingan adanya kecurangan yang dilakukan oleh KPU.
"Apalagi seolah kecurangan dilakukan pemilu, KPU di belakangnya ada pemerintah. Ini sebuah pernyataan yang menyesatkan, bahwa pemerintah sama sekali tidak ikut campur," ujar Moeldoko.
Kecuali, lanjutnya, apabila KPU perlu bantuan di tengah kesulitannya, seperti masalah transportasi, baru hal itu menjadi tanggung jawab dari pemerintah.
"Itu memang sudah tanggung jawab pemerintah kalau ada halangan sangat urgensi, tapi jangan sedikit-sedikit 'wah ini pemerintah curang.' Nah, ini apa kadang-kadang tuduhan ini menyesatkan," jelas dia.
Terkait kubu Prabowo yang terus menuding adanya kecurangan pada Pemilu, Moeldoko menyampaikan agar mereka protes atau mengadukan kecurangan tersebut. Moeldoko menambahkan, setiap kubu memiliki hak untuk melakukan pengaduan apabila ada bukti kecurangan.
"Silakan kalau mau protes ke KPU, masing-masing punya hak. Bisa juga oleh kami juga kan, katakanlah. Sudah ada berbagai aduan, jadi saya tidak mengomentari hak mereka untuk protes," ungkap Moeldoko.
"Kami juga punya hak untuk protes kalau memang ada hal-hal yang tidak tepat dan seterusnya. Jadi saya tidak mengomentari, mohon maaf karena masih memiliki hak yang sama," tambah Moeldoko.