Laporan Global Femisida: Satu dari 10 Perempuan Terbunuh tiap 10 Menit

- Sebanyak 140 perempuan dan anak perempuan meninggal setiap hari di tangan pasangan atau orang terdekat.
- Laporan UN Women: 85 ribu perempuan dibunuh pada 2024, 60% oleh pasangan atau keluarga. Kekerasan dapat dicegah dengan undang-undang kuat, data yang lebih baik, dan akuntabilitas pemerintah.
Jakarta, IDN Times - Sebanyak 140 perempuan dan anak perempuan meninggal setiap harinya di tangan pasangan atau orang terdekat mereka. Artinya, ada satu dari 10 perempuan atau anak perempuan yang terbunuh setiap 10 menitnya, menurut United Nations Women (UN Women).
Laporan dari UN Women mengungkapkan, secara global ada 85 ribu perempuan dan anak perempuan yang dibunuh pada 2024. Sebanyak 60 persen pembunuhan ini dilakukan oleh pasangan atau keluarga.
"Kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan bukanlah hal yang tidak dapat dihindari, kekerasan dapat dicegah. Kita memerlukan undang-undang yang kuat, pengumpulan data yang lebih baik, akuntabilitas pemerintah yang lebih besar, budaya tanpa toleransi, dan peningkatan pendanaan untuk organisasi dan lembaga hak-hak perempuan," kata UN Women Executive Director, Sima Bahous.
1. Afrika jadi negara dengan kasus tertinggi pembunuhan pada pasangan intim dan keluarga

Rangkaian Kampanye Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) telah berlangsung sejak 25 November 2024. Salah satu yang disoroti adalah kasus femisida yang terjadi di seluruh dunia pada perempuan.
Pada 2023, Afrika mencatat tingkat tertinggi pembunuhan terhadap pasangan intim dan keluarga, diikuti oleh Amerika, dan kemudian oleh Oseania. Di Eropa dan Amerika, sebagian besar perempuan yang dibunuh di ranah domestik yang masing-masing angkanya adalah 64 persen, dan 58 persen adalah korban dari pasangan intimnya. Sementara di negara lain, anggota keluarga merupakan pelaku utama.
2. Kebutuhan mendesak pada sistem peradilan pidana yang kuat

Direktur Eksekutif UNODC, Ghada Waly mengungkapkan, laporan pembunuhan perempuan yang baru ini menyoroti kebutuhan mendesak pada sistem peradilan pidana yang kuat. Hal itu adalah untuk menjaga akuntabilitas pelaku sekaligus memastikan dukungan yang memadai bagi para penyintas, termasuk akses terhadap mekanisme pelaporan yang aman dan transparan.
“Pada saat yang sama, kita harus menghadapi dan membongkar bias gender, ketidakseimbangan kekuasaan, dan norma-norma berbahaya yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan. Saat Kampanye 16 Hari Aktivisme tahun ini dimulai, kita harus bertindak sekarang untuk melindungi kehidupan perempuan," ujarnya.
3. Menjelang peringatan 30 tahun deklarasi dan Platform Aksi Beijing

United Nations (UN) mengungkapkan peringatan 30 tahun Platform Aksi Beijing pada tahun 2025, ditambah dengan semakin dekatnya tenggat waktu lima tahun untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, menghadirkan peluang penting untuk menggalang seluruh pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan tegas dan mendesak demi hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. Hal ini termasuk mengakhiri impunitas dan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
"Menjelang peringatan 30 tahun Deklarasi dan Platform Aksi Beijing pada tahun 2025, inilah saatnya bagi para pemimpin dunia untuk bersatu dan bertindak dengan segera, berkomitmen kembali dan menyalurkan sumber daya yang diperlukan untuk mengakhiri krisis ini untuk selamanya," tutur Sima.