Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Setop Salahkan Korban Kekerasan

Media Talk di KemenPPPA, Jumat (29/11/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Media Talk di KemenPPPA, Jumat (29/11/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Intinya sih...
  • Komnas Perempuan berharap publik berhenti menyalahkan korban kekerasan perempuan
  • Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan ajak semua pihak mencegah, menghapus, dan menangani kekerasan terhadap perempuan
  • Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi momentum bagi korban untuk melaporkan kasus yang dialaminya
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berharap agar publik bisa berhenti menyalahkan perempuan yang menjadi korban kekerasan. Hal ini juga berkenaan dengan berlangsungnya Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) sejak 25 November hingga 10 Desember mendatang

"Mendorong publik berhenti menyalahkan perempuan. Setop menyalahkan korban kekerasan termasuk berhenti menyalahkan seakan-akan perempuan sumber dari kekerasan itu," kata Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang dalam media talk di kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Jumat (29/11/2024).

1. Ada dua juta kasus kekerasan selama 10 tahun hingga hari ini

Media Talk di KemenPPPA, Jumat (29/11/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Media Talk di KemenPPPA, Jumat (29/11/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dia menjelaskan, Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan harusnya bisa jadi momen mengajak semua pihak bersama-sama mencegah, menghapus, dan menangani kekerasan terhadap perempuan.

Dia menyampaikan bahwa dalam 10 tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat ada 2.560.571 kasus kekerasan pada perempuan. Secara detail, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tercatat mencapai 2.522.659 kasus. Kemudian disusul dengan kekerasan seksual yang mencapai 143.893 kasus.

Dalam kondisi yang ada, perempuan kerap menghadapi berbagai kekerasan di dalam hidupnya, termasuk mengalami lebih dari satu jenis kekerasan.

2. Publik makin sadar kekerasan seksual tak boleh dinormalisasi

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski data begitu tinggi, kini kehadiran Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi momentum bagi korban untuk semakin berani melaporkan kasus yang dialaminya. Dia mengatakan ada kencenderungan masyarakat mulai paham bahwa kekerasan tak boleh di normalisask.

"Publik juga semakin menyadari bahwa kekerasan seksual tidak boleh dinormalisasi. Catcalling kan sesuatu yang dianggap biasa. Tapi sejak ada UU TPKS, orang kemudian banyak yang sadar gak boleh lagi, karena itu termasuk kategori pelecehan seksual non fisik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4," kata dia.

3. Pemahaman penanganan hukum dari aparat

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia juga mengatakan saat ini penegak hukum juga semakin sadar bahwa penanganan hukum kekerasan seksual tidak boleh ditiadakan. Memang dulu kasus kerap diselesaikan dengan damai atau restorative justice, padahal dalam UU TPKS hal itu tak boleh dilakukan. Belum lagi saat ini sudah ada Direktorat PPA-PPO yang menjadi unit baru Bareskrim Polri.

"Nah itu mulai dipahami, dan kita harus mulai mengapresiasi," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Dwifantya Aquina
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us