17 Temuan LPSK di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Keberadaan kerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, terus didalami aparat penegak hukum. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut ada 17 temuan yang didapat.
“Dari yang kami temui para mantan tahanan itu ternyata yang ditahan di sana bukan atau tidak semuanya pecandu narkoba, ada di antaranya pecandu narkoba, tetapi bukan semuanya. Kalau dikatakan tempat rehabilitasi narkoba jadi kurang tepat,” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, dalam keterangan pers yang disiarkan di YouTube LPKS, dikutip Selasa (1/2/2022).
Baca Juga: Kasus Bupati Langkat, KPK Sita Uang Rp2,1 Miliar
1. Orang yang ditahan bukan hanya berasal dari Langkat
Edwin mengungkapkan tidak semua tahanan yang ada di dalam kerangkeng manusia milik Bupati Langkat tersebut, berasal dari Langkat. Fakta di lapangan menunjukkan ada yang berasal dari Karo dan Medan.
“Ketiga, tidak ada aktivitas rehabilitasi, ketika kami tanya, aktivitas harian rehab apa? Gak ada, natural aja, alami aja, gak ada schedule, gak ada modul, suka-suka yang jadi pembina pengelola aja,” ujar dia.
2. Ruangan tidak layak dan saat masuk seseorang tak boleh bertemu keluarga 3-6 bulan
Edwin menjelaskan tempat tersebut sangat tidak layak, karena ada di satu bangunan dan tiga ruang, yang terdiri dua sel, termasuk dapur. Masing-masing ruangan dihuni 20 orang, sehingga total ada 40 orang.
“Itu ruangan jorok, kotor, dinding kusam, ini menggambarkan tempat ini sangat tidak layak,” ujar dia.
Editor’s picks
Tempat tersebut juga tak bebas dikunjungi, orang yang baru masuk akan dibatasi akses bertemu dengan keluarga selama tiga sampai enam bulan. Waktu berkunjung dibatasi hanya setiap Minggu dan hari besar, padahal lapas kepolisian saja tak menerapkan aturan semacam ini.
3. Tak boleh bawa HP hingga adanya dugaan pungutan biaya
Edwin mengatakan orang-orang yang ada di dalam kerangkeng itu tak boleh membawa alat komunikasi, dikurung dan dibatasi seperti tahanan. Selain itu, ada piket malam, cuci piring, piket kereng, joker, dan lain-lainnya.
Diketahui juga bahwa tempat yang dinarasikan sebagai rehabilitasi ini tak ada pungutan biaya apapun, namun nyatanya ada catatan yang menjelaskan siapa yang belum dan sudah bayar.
“Tertulis rupiahnya 10 ribu dan sebagainya, apakah ini gratis berbayar dibuktikan saja di pengadilan, ada bukti yang menyatakan transaksi di sini,” kata Edwin.
Selain itu, ada catatan dokumen dokter dari 2016-2019 yang belum diketahui ahli apa, namun mereka yang ada di kerangkeng ditulis sebagai “Tahanan”.
Baca Juga: Kerangkeng Bupati Langkat Tak Digaris Polisi, LPSK: Sesuatu yang Aneh
4. Keluarga tak boleh menuntut jika anggota mereka berada di kerangkeng sakit atau meninggal dunia
LPSK juga menemukan dugaan adanya pemungutan biaya berkunjung, ada orang yang ditahan hingga empat tahun, pembiaran terstruktur, mempekerjakan di perusahaan sawit tanpa upah.
Kemudian, ada juga pernyataan keluarga tidak akan menuntut jika anggota mereka sakit atau meninggal dunia saat dikerangkeng.