Bagaimana Sebaiknya Media Memberitakan Kematian Editor Metro TV?

Dugaan dari polisi, korban mengakhiri hidupnya sendiri

Jakarta, IDN Times - Media nasional Indonesia beberapa waktu belakangan diramaikan dengan kasus kematian editor Metro TV Yodi Prabowo yang diduga meninggal dengan cara mengakhiri hidupnya sendiri.

Berangkat dari kasus ini, doktor bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta, Nova Riyanti Yusuf, menjelaskan bahwa pemberitaan media terkait kasus bunuh diri bisa menimbulkan copycat syndrome atau keinginan untuk meniru.

"Sebenarnya kalau memberitakan bunuh diri ada beberapa negara yang malah tidak boleh untuk memberitakan bunuh diri karena dikhawatirkan ada yang namanya efek copycat syndrome artinya malah akan menjadi peniruan bahkan untuk berbicara tentang bunuh diri pun itu bisa," ujar dia dalam live Instagram IDN Times  Ngobrol Seru dengan judul "Mengapa Terjadi Bunuh Diri?" Selasa, (28/7/2020).

1. Pemberitaan kasus bunuh diri dikhawatirkan bisa menimbulkan copycat syndrome

Bagaimana Sebaiknya Media  Memberitakan Kematian Editor Metro TV?Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta, Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ dalam acara ngobrol seru by IDN Times

Dia mengatakan bahwa hal-hal yang bisa menimbulkan rasa sensitif terkait isu bunuh diri bisa dihindari dengan kesepakatan apakah seseorang siap atau tidak mendengarkan atau membaca isu tersebut.

"Kayak misalnya kita ngobrol tentang bunuh diri, kita bisa bilang dulu kepada audiens kamu kalau merasa tidak kuat untuk bicara tentang bunuh diri, kamu merasa akan ter-triggered atau terpicu kamu jangan lihat atau ikut diskusi ini," kata dia.

Baca Juga: Ada Empat Luka Tusukan di Tubuh Editor Metro TV, Ini Penjelasan Polisi

2. Judul berita kasus bunuh diri harus kondusif pada kesehatan jiwa pembaca

Bagaimana Sebaiknya Media  Memberitakan Kematian Editor Metro TV?Tangkapan layar rilis kasus kematian Yodi Prabowo oleh Polda Metro Jaya (YouTube/Humas Polda Metro Jaya)

Perempuan yang kerap disapa Noriyu ini juga mengatakan bahwa judul-judul pemberitaan kasus bunuh diri di Indonesia sebaiknya tidak didramatisir dan hanya mementingkan jumlah pembaca saja.

"Di dalam undang-undang kesehatan jiwa itu sudah diatur juga bahwa pemberitaan yang berkaitan dengan kesehatan jiwa itu juga harus bersifat kondusif dalam artinya kondusif terhadap kesehatan jiwa," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa khusus untuk bunuh diri, media memiliki tanggung jawab untuk tidak meninggalkan yang namanya copycat syndrome atau peniruan.

3. Jumlah kasus kematian akibat bunuh diri di Indonesia

Bagaimana Sebaiknya Media  Memberitakan Kematian Editor Metro TV?Ilustrasi Mayat (IDN Times/Mardya Shakti)

Melansir dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2019, jumlah kematian akibat bunuh diri di dunia mendekati angka 800.000 kematian per tahun atau ada satu kematian setiap 40 detiknya.

Bunuh diri adalah penyebab kematian kedua tertinggi pada kelompok usia 15-29 tahun dan sebanyak 79 persen terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah.

Secara ideal, Kasus kematian akibat bunuh diri bisa didapat dari sistem pencatatan sipil dan statistik hayati (Civil Registration and Vital Statistic, CRVS). Namun sayangnya, pencatatan dan penyebab kematian di Indonesia belum tercatat dengan baik.

Jumlah kasus kematian akibat bunuh diri yang dilaporkan ke pihak kepolisian pada 2016 adalah 875 kasus dan pada 2017 Sebanyak 789 kasus.

Namun, menurut WHO Global Health Estimates, angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia pada 2016 adalah 3,4/100.000 penduduk. Jadi jika diasumsikan pada 2018, angka kematian akibat bunuh diri tak berubah, dan penduduk Indonesia kala itu berjumlah 265 juta maka diperkirakan ada 9 ribu kasus per tahun.

Baca Juga: Polisi: Editor Metro TV Yodi Prabowo Meninggal Bukan Dibunuh

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya