BNPT: Millennial dan Gen Z Berpotensi Tinggi Terpapar Radikalisme

Indikatornya mulai dari anti-Pancasila hingga budaya lokal

Jakarta, IDN Times - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, menyebut ada sebanyak 12,2 persen masyarakat Indonesia berpotensi terpapar paham radikalisme. Dari jumlah tersebut, mayoritas merupakan generasi millennial dan generasi Z.

"Yang harus diwaspadai dari 12,2 persen, 85 persennya adalah generasi millennial dan generasi Z," kata Nurwakhid dalam wawancara khusus bersama IDN Times, Selasa (1/2/2022).

Nurwakhid pun menjelaskan indikator yang menyebabkan millenial dan generasi Z disebut berpotensi terpapar radikalisme.

1. Indikatornya sudah anti-Pancasila dan intoleran

BNPT: Millennial dan Gen Z Berpotensi Tinggi Terpapar RadikalismeSuasana belajar di Rumah Edukasi Kaki Langit di Kota Banda Aceh (IDN Times/Saifullah)

Dia mengatakan indikator pertama adalah generasi Millennial dan gen Z diduga sudah anti-Pancasila, pro khilafah atau pro ideologi transnasional. Indikator kedua, kata Nurwakhid, dua generasi ini sudah punya paradigma intoleran terhadap keragaman dan perbedaan.

"Mereka sikapnya sudah ekslusif terhadap perubahan atau pun dengan lingkunganya, mereka memiliki klaim kebenaran, yang paling agamis," kata dia.

Baca Juga: BNPT Bantah Tudingan Islamofobia Usai Sebut 198 Ponpes Diduga Afiliasi Teroris

2. Antipemerintahan yang sah dan budaya lokal

BNPT: Millennial dan Gen Z Berpotensi Tinggi Terpapar RadikalismeIlustrasi Ondel-Ondel (IDN Times/Lia Hutasoit)

Indikator ketiga, kata dia, generasi millennial dan gen Z dinilai sudah antipemerintahan yang sah. Ia menyebut, anti dalam hal ini bukan kritis dan bukan oposisi.

"Kita kritis wajib dong, kalau melihat sesuatu yang gak baik kita kritis, oposisi di era demokrasi boleh, anti di sini adalah sikap membenci dengan membangun distrust atau ketidakpercayaan masyarakat kepada negara atau pemimpin atau pemerintahan yang sah dengan sebaran hoaks, hate speech, konten-konten adu domba fitnah dan sebagainya," kata Nurwakhid.

Dua generasi ini, kata dia, juga diduga antibudaya dan kearifan lokal keagamaan. Contohnya, seperti kasus pria yang menendang dan membuang sesajen di desa terdampak erupsi Gunung Semeru.

"Itu sudah intoleransi termasuk dalam indeks potensi radikalisme," katanya.

3. Duta damai dari generasi muda cegah narasi intoleran dan radikalisme

BNPT: Millennial dan Gen Z Berpotensi Tinggi Terpapar Radikalismeilustrasi perempuan Indonesia (IDN Times/Arief Rahmat)

Nurwakhid menilai, anak-anak generasi millennial dan gen Z yang berpotensi radikal, perlu menjadi kewaspadaan bersama. Generasi muda harus dikembalikan dengan sebutan vaksinasi ideologi agar tak terpapar terhadap radikalisme dan terorisme.

BNPT, kata dia, membangun duta damai di dunia maya yang sudah tersebar di 13 provinsi di Indonesia.

"InsyaAllah tahun ini akan kita kembangkan minimal 25 provinsi, terdiri dari anak muda yang anak millennial, anak-anak generasi Z, tetapi yang mereka militan di dunia maya dan mereka selalu menggelorakan konten-konten persatuan, perdamaian, toleransi cinta Tanah Air, cinta Pancasila, dan harmoni bangsa, dan lain sebagainya. Dan mereka intens di dalam melawan ujaran kebencian, hoaks, hate speech, dan lain sebagainya," kata dia.

Baca Juga: Ada Ancaman Radikalisme Jelang Pemilu 2024, Pemerintah Diminta Waspada

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya