Bocah di Malang Disiksa-Disekap Ayah Kandung dan Keluarga Ibu Tirinya

Sudah dapat pendampingan KemenPPPA, para pelaku ditangkap

Jakarta, IDN Times - Satu keluarga di Malang, Jawa Timur menganiaya anak tujuh tahun berinisial DDP. Pelaku ayah kandung sendiri, ibu tiri, nenek tiri, kakak tiri, dan paman tiri korban.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (Kemen PPPA), Nahar, mengatakan DDP mengalami kekerasan fisik sejak April 2023 dan bahkan disekap keluarganya.

“Kami mengecam keras segala bentuk tindak kekerasan fisik berupa penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap anak, apalagi yang dilakukan oleh keluarga terdekat korban sebagaimana yang terjadi pada anak korban DDP." ujar kata dalam keterangannya, dilansir Selasa (17/10/2023).

"Anak korban DDP mengalami penyekapan dan kekerasan fisik sejak April 2023 silam oleh keluarga terdekat yang mengasuhnya yakni ayah kandung, ibu tiri, dan keluarga ibu tirinya," sambungnya.

Baca Juga: Kementerian PPPA: Ada 2.325 Kasus Kekerasan Fisik Anak Selama 2023

1. Anak korban melapor sendiri kasus yang dialaminya

Bocah di Malang Disiksa-Disekap Ayah Kandung dan Keluarga Ibu TirinyaIlustrasi kekerasan terhadap anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Nahar mengemukakan, awal mula terungkapnya kasus tersebut dari keberanian anak korban yang berhasil kabur, dan meminta bantuan tetangga pada 9 Oktober 2023. 

Kondisi korban saat itu dipenuhi bekas luka dan kelaparan, karena korban jarang diberi makan. Tetangga korban lantas segera menghubungi perangkat Rukun Warga (RW) dan Desa yang kemudian diteruskan ke kepolisian. 

“Anak korban DDP selama ini disekap di ruangan kecil dan tidak diizinkan untuk keluar sama sekali. Anak korban pun mengaku bahwa jarang sekali diberikan makan, sering disiksa oleh keluarga, dan kerap kali mengalami kekerasan fisik, di antaranya seperti dipukul, disundut rokok, dicekik, dipukul dengan rotan, dan dicelupkan kedua tangannya ke panci yang berisi air mendidih,” kata Nahar.

"Kondisi anak korban saat ditemukan tetangga dalam keadaan kelaparan dengan banyak bekas luka, terlebih yang melakukan penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi itu sendiri adalah keluarga anak korban," sambungnya.

2. Upayakan pemenuhan hak hukum korban, fisik hingga psikisnya

Bocah di Malang Disiksa-Disekap Ayah Kandung dan Keluarga Ibu TirinyaNahar sebagai Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA (dok. Kemen PPPA)

Selanjutnya, polisi berkoordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DinsosP3AP2KB) Malang. Hingga pada 10 Oktober 2023, para pelaku ditangkap dan korban dievakuasi serta menjjalani asesmen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Saiful Anwar Malang.

Kini, korban sudah dipantau dan didampingi proses hukum dan kegiatan pemulihan fisiknya serta psikisnya. Hal itu dilakukan agar DDP bisa kembali hidup normal dan tidak trauma berkepanjangan. KemenPPPA juga berkoordinasi soal kelanjutan pendidikan korban serta pemantauan korban di lingkungan sosialnya.

“Kami pun akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan penelusuran keberadaan ibu kandung anak korban, dan juga berkoordinasi dengan DinsosP3AP2KB Kota Malang untuk penempatan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) bilamana ibu kandung tidak diketahui keberadaannya atau tidak memiliki kemampuan untuk mengasuh anak korban,” kata Nahar.

Baca Juga: Polisi Bebaskan Pelaku Penyekapan Perempuan di Kota Bandung

3. Ancaman pidana mengintai para pelaku penyiksaan anak

Bocah di Malang Disiksa-Disekap Ayah Kandung dan Keluarga Ibu TirinyaIlustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Nahar menjelaskan para pelaku telah melanggar Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak.

Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dalam hal ini anak mengalami luka berat, maka pelaku diancam pidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp100 juta. Hukuman juga dapat ditambah sepertiga apabila yang melakukan penganiayaan adalah orang tuanya.

Selain itu, terduga pelaku pun dikenakan Pasal 44 Ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga dan mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30 juta.

“Kami akan terus memantau proses hukum agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, dibutuhkan pendampingan psikologis yang intensif kepada anak korban agar dapat mengikuti proses hukum secara maksimal dan pendampingan yang bersifat rehabilitatif atau intervensi psikologis untuk fungsi pemulihan dari dampak traumatis yang ditimbulkan dari peristiwa yang dialami,” ujarnya.

 

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya