DJKI: Surat Pencatatan Ciptaan Perisai Penulis Jika Ada Sengketa

Sedang susun Permenkumham soal royalti buku

Jakarta, IDN Times - Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM, Anggoro Dasananto, buka suara soal pentingnya perlindungan hak cipta, keuntungannya, terkait pengelolaan royalti, serta sanksi hukum pada para pembajak buku.

Secara hukum karya tulis termasuk buku dilindungi dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pada UU tersebut dijelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Hak Cipta dan Hak terkait, termasuk royalti.

“Secara negara, para penulis atau kreator yang telah mendaftarkan ciptaannya tercatat secara resmi sebagai penulis dari karya tersebut. Surat Pencatatan Ciptaan yang dimiliki nantinya bisa menjadi perisai bagi para penulis saat terjadinya sengketa,” ujar Anggoro dalam keterangannya dilansir Kamis (27/4/2023).

1. Sedang susun Permenkumham soal royalti buku

DJKI: Surat Pencatatan Ciptaan Perisai Penulis Jika Ada Sengketailustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Hak Cipta merupakan salah satu jenis Kekayaan Intelektual (KI) yang dilindungi DJKI. Berbagai karya jenis ciptaan masuk ke dalam hak cipta, salah satunya adalah buku masuk dalam perlindungan.

Anggoro menyampaikan, selain menjadi perisai bagi penulis, Surat Pencatatan Ciptaan juga bisa digunakan sebagai jaminan hak moral dan hak ekonomis penulis untuk karya-karyanya, baik bagi karya yang dilisensikan maupun tidak.

“Sampai saat ini DJKI telah memberikan edukasi serta sosialisasi terkait pentingnya Hak Cipta kepada masyarakat, dan saat ini kami sedang menyusun Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) yang mengatur tentang pengelolaan royalti buku dan karya lainnya,” kata dia.

Baca Juga: Kemenkumham: Sistem Kelola Royalti Penting Bagi Kesejahteraan Musisi

2. Akan atur ketentuan royalti karya tulis digital

DJKI: Surat Pencatatan Ciptaan Perisai Penulis Jika Ada SengketaIlustrasi Media Sosial. (IDN Times/Aditya Pratama)

Akan ada turunan penetapan besaran tarif yang harus dikenakan pada para pengguna karya, hal ini untuk membayar royalti atas buku dan karya tulis lainnya, yang digandakan atau diperbanyak. Namun, hal ini masih dalam diskusi teknis.

Permenkumham ini juga akan atur ketentuan royalti karya tulis digital, serta pemungutan royalti buku dari luar negeri.

3. Sistem royalti dari pemerintah untuk buku yang dipinjamkan

DJKI: Surat Pencatatan Ciptaan Perisai Penulis Jika Ada SengketaIDN Times / Larasati Rey

Di dunia internasional ada mekanisme hak pinjaman publik (Public Lending Rights atau PLR), para penulis diberikan royalti oleh pemerintah untuk setiap buku ciptaannya yang dipinjamkan dari perpustakaan publik. Namun, dia mengatakan mekanisme PLR belum bisa diterapkan di Indonesia dalam waktu dekat.

Nantinya akan dibuat kajian sebagai bagian dari rangkaian revisi terbatas Undang-Undang Hak Cipta dengan libatkan industri penerbitan dan perpustakaan untuk dapat mengimplementasikan mekanisme PLR yang efektif dan efisien di Indonesia.

Anggoro juga menyebut. DJKI akan terus berkoordinasi dengan pihak atau stakeholder terkait pajak maupun royalti, sehingga dapat para penulis dapat menikmati hasil kerja kerasnya sendiri, serta agar kesejahteraan penulis meningkat.

“Yang pastinya untuk para penulis, tetap berkreasi, memberi inspirasi, serta membuka wawasan melalui tulisannya. Sebaiknya seluruh karyanya dicatatkan, mungkin memang terlihat seperti hal yang sepele, tetapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya,” katanya.

4. Penulis sebut pembajakan buku dan royalti jadi masalah

DJKI: Surat Pencatatan Ciptaan Perisai Penulis Jika Ada SengketaIDN Times/Kevin Handoko

Hal ini menanggapi ungkapan Penulis Dewi Lestari Simangunsong atau Dee. Dia menjelaskan royalti dan pembajakan di industri buku merupakan masalah bagi para penulis.

“Ada dua masalah yang menjadi perhatian bagi para penulis, yang pertama terkait pendapatan penulis atau royalti dan yang kedua terkait pembajakan. Untuk urusan pendapatan yang pasti berhubungan dengan kantor pajak, tetapi untuk pembajakan sendiri ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi,” kata Dee.

Pendapatan royalti telah lama menjadi isu di kalangan penulis Indonesia. Nilainya yang terlalu kecil dianggap tidak memberikan apresiasi yang cukup untuk penulis yang berperan penting tidak hanya dalam dunia literasi tetapi juga pendidikan bangsa.

Baca Juga: 23 April Hari Buku Sedunia: Awal Sejarahnya

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya