Fenomena Femisida di Indonesia: Realitas Ancaman Keamanan Perempuan

Relasi perkawinan dan pacaran jadi lingkungan tak aman

Jakarta, IDN Times - Belakangan masyarakat Indonesia menerima berbagai informasi yang berkaitan dengan pembunuhan perempuan di sejumlah daerah di Indonesia. Kasus seperti ini dapat masuk dalam kategori femisida. 

Dalam laporan Femisida 2023 Komnas Perempuan menjelaskan femisida adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan perbedaan dengan pembunuhan biasa (homicide) karena menekankan pada adanya ketidaksetaraan gender, opresi, dan kekerasan terhadap perempuan yang sistematis sebagai penyebab atau disebut sebagai puncak kekerasan berbasis gender. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diketahui dari femisida.

1. Lima provinsi tertinggi dalam pemberitaan dengan indikasi femisida

Fenomena Femisida di Indonesia: Realitas Ancaman Keamanan PerempuanPelaku pembunuhan perempuan di Kuta yang jasadnya dimasukkan koper (Dok.IDN Times/Istimewa)

Komnas Perempuan melakukan pemantauan pemberitaan femisida di media online yang terjadi pada 2023. Dari proses penyaringan terdapat 159 pemberitaan dengan indikasi femisida yang cukup kuat. Pemantauan juga mengikutsertakan pantauan terhadap bunuh diri yang dilakukan oleh perempuan sebagai akibat kekerasan berbasis gender terhadapnya.

Terdapat lima provinsi tertinggi dalam pemberitaan dengan indikasi femisida, yaitu Jawa Timur dengan 28 kasus, Jawa Barat dengan 24 kasus, Jawa Tengah dengan 18 kasus, Sumatera Utara dengan 10 kasus dan Riau dengan delapan kasus.

Baca Juga: Kekerasan Perempuan Berujung Kematian Bernama Femisida

2. Relasi perkawinan dan pacaran sering kali jadi lingkungan yang tidak aman bagi perempuan

Fenomena Femisida di Indonesia: Realitas Ancaman Keamanan PerempuanTampang dua tersangka kasus pembunuhan perempuan dalam koper (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Ada sejumlah jenis femisida yang dicatat dari berbagai pemberitaan yang ada. Mulai dari bunuh diri akibat kekerasan berbasis gender, disabilitas, industri seks, femisida intim, femisida oleh anggota keluarga, non intim, tuduhan guna-guna dan wilayaj konflik.

Dari 159 kasus yang dilaporkan, tercatat 162 jenis femisida. Sebagian kasus memuat dua jenis femisida, seperti pembunuhan terhadap ibu dan anaknya. Data tahun 2023 menunjukkan bahwa femisida intim, yang dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar, atau pasangan kohabitasi, mendominasi pemberitaan dengan 67 persen dari total kasus, atau sebanyak 109 kasus. Femisida intim terbagi menjadi beberapa jenis, termasuk Kekerasan terhadap Istri (KTI), Kekerasan Dalam Pacaran (KDP), Kekerasan Mantan Pacar (KMP), dan Kekerasan Mantan Suami (KMS). 

Tingginya angka femisida intim menyoroti bahwa relasi perkawinan dan pacaran seringkali menjadi lingkungan yang tidak aman bagi perempuan. Hal ini menekankan perlunya negara membangun mekanisme pencegahan yang efektif agar kekerasan dalam relasi personal tidak berujung pada kematian.

Baca Juga: Tersangka Kasus Mayat Perempuan Dalam Koper Ditangkap di Rumah Istri

3. Femisida anggota keluarga melibatkan kakek bahkan saudara

Fenomena Femisida di Indonesia: Realitas Ancaman Keamanan PerempuanJenazah Korban saat tiba di Rumah Sakit. Doc.IDN Times

Femisida oleh anggota keluarga, yang menempati urutan ketiga dalam kasus femisida intim, melibatkan pembunuhan oleh anggota keluarga seperti paman, kakek, keponakan, mertua, atau saudara, seringkali terkait dengan motif seperti tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Contohnya, kasus mertua yang membunuh menantunya yang sedang hamil 7 bulan karena menantunya menolak disetubuhi. 

Femisida Non Intim, atau pembunuhan oleh individu tanpa hubungan intim dengan korban, juga mencatat angka yang tinggi. Pada tahun 2023, terdapat 15 kasus femisida non intim, termasuk pembunuhan oleh tetangga, orang tidak dikenal, teman, kakak kelas, dan sopir angkot. Motivasi di balik femisida non intim ini seringkali terkait dengan tindakan kekerasan seksual, di mana korban menolak atau melawan.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya