Hari Disabilitas Nasional, Komnas Perempuan: Masih Banyak Diskriminasi

Perempuan penyandang disabilitas rentan kekerasan berlapis

Jakarta, IDN Times - Hari Disabilitas Nasional yang diperingati setiap 3 Desember, menjadi perhatian Komnas Perempuan. Mereka menyoroti perempuan dengan disabilitas yang masih mengalami diskriminasi, stigma, dan peminggiran, baik di masyarakat maupun dalam proses pengambilan keputusan.

"Diskriminasi dalam ruang pengambilan keputusan berdampak domino, yakni ketertinggalan perempuan dengan disabilitas dalam berbagai bidang kehidupan di Indonesia serta berlanjutnya stereotip, baik terkait dengan gender maupun disabilitas yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM)," kata Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad, Senin (5/12/2022).

Stereotip yang dimaksud antara lain dilihat dari bentuk partisipasi perempuan dengan disabilitas di dunia kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2021 mencatat, proporsi jumlah perempuan dengan disabilitas usia kerja lebih besar (9,32 juta atau 55 persen) daripada laki-laki usia kerja (7,62 juta atau 45 persen).

Dari situs resmi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB), tema Hari Disabilitas Internasional 2022 adalah "Transformative solutions for inclusive development: the role of innovation in fuelling an accessible and equitable world" atau "Solusi transformatif untuk pembangunan inklusif: peran inovasi dalam mendorong dunia yang dapat diakses dan adil".

1. Kekerasan berlapis mengintai perempuan penyadang disabilitas

Hari Disabilitas Nasional, Komnas Perempuan: Masih Banyak DiskriminasiSeorang penyandang disabilitas netra memakai masker sambil menunggu bantuan dari dermawan di sekretariat PERTUNI Medan, Jumat (23/7/2021). Kaum disabilitas juga merasakan dampak pandemik yang membuat mereka tidak berpenghasilan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dari angka itu, penyandang disabilitas yang bekerja hanya berkisar 7,04 juta, sisanya pengangguran terbuka. Perempuan disabilitas yang masuk di dunia kerja juga disebut lebih sedikit yakni 3,1 juta orang atau 42,7 persen sementara laki-laki sebanyak 57,3 persen atau sekitar 4,29 juta orang.

Perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas memiliki kerentanan berlapis dibandingkan non disabilitas, termasuk rentan terhadap kekerasan seksual.

"Pemantauan Komnas Perempuan terhadap perempuan penyandang disabilitas mental di rumah sakit jiwa di Papua (2021) menemukan bahwa perempuan penyandang disabilitas mental mengalami diskriminasi dan kekerasan berlapis, sebagian besar mereka menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan oleh pasangan dan berasal dari keluarga kurang mampu," ujarn Bahrul Fuad yang akrab dipanggil Cak Fu.

3. Alami intimidasi, pelecehan verbal, hingga ejekan

Hari Disabilitas Nasional, Komnas Perempuan: Masih Banyak DiskriminasiBRI turut mengambil peran membantu para penyandang disabilitas mendapatkan hak dengan memberikan bantuan pelatihan dan magang di berbagai wilayah Indonesia melalui program "BRI Sahabat Disabilitas". (Dok. BRI)

Perempuan dan anak dengan disabilitas juga alami berbagai bentuk kekerasan khusus terkait dengan kondisi disabilitas seperti stigma dan diskriminasi, menghapus atau mengontrol akses ke alat bantu komunikasi vital (seperti alat bantu dengar) atau menolak membantu komunikasi, penghapusan perangkat dan fitur aksesibilitas seperti kursi roda atau ramp, serta penolakan oleh pengasuh untuk membantu aktivitas sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, makan dan aktivitas keseharian lainnya.

"Bentuk-bentuk kekerasan khusus terhadap perempuan dengan disabilitas mencakup intimidasi, pelecehan verbal, dan ejekan karena kondisi disabilitas. Diskriminasi dan kekerasan sedemikian telah menghambat perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan pembangunan," kata dia.

Baca Juga: Risma Usul DKI Jakarta Punya Bus Khusus Disabilitas  

3. Program KPPA belum berjalan optimal

Hari Disabilitas Nasional, Komnas Perempuan: Masih Banyak DiskriminasiIDN Times/Prayugo Utomo

Dalam pengamatan Komnas Perempuan, Pusat Informasi dan Konsultasi Perempuan Penyandang Disabilitas (PIKPPD) yang didirikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) di sembilan wilayah belum terhubung dengan unit penanganan kekerasan terhadap perempuan di daerah (provinsi) tersebut sehingga tidak berjalan optimal.

Kementerian Kesehatan juga sudah masukkan layanan dan infrastruktur ramah disabilitas sebagai standar penilaian penyedia layanan kesehatan dasar. Namun banyak Puskesmas belum sediakan fasilitas ramah disabilitas khususnya memberikan pelayanan penyandang disabilitas.

Komnas Perempuan mencatat bahwa indeks inklusivitas Indonesia rendah pada jenjang dunia maupun kawasan ASEAN. Di tingkat dunia, Indonesia berada di peringkat 125, posisi yang lebih rendah dari Vietnam, Thailand, Filipina dan Singapura.

Baca Juga: Banyuwangi Perkuat Kesempatan Disabilitas di Dunia Kerja

4. Perlu solusi transformatif wujudkan tatanan kehidupan inklusif

Hari Disabilitas Nasional, Komnas Perempuan: Masih Banyak DiskriminasiIlustrasi penyadang disabiltas (dok. IDN Times)

Komnas Perempuan mendorong agar pemerintah, masyarakat termasuk lembaga agama, dunia akademis dan berbagai pihak terkait dapat sediakan solusi transformatif untuk wujudkan tatanan kehidupan inklusif.

Mulai dari akses mudah dan adil untuk pemenuhan hak-hak perempuan disabilitas, dengan manfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan atau teknologi. Pemerintah juga diharapkan bisa selaraskan undang-undang nasional yang masih diskriminatif terhadap perempuan penyandang disabilitas seturut dengan UU No. 16/2018 tentang Penyandang Disabilitas dan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas.

Kementerian Sosial juga diminta kampanyekan upaya penghapusan stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas serta KPPA diharapkan kembangkan inovasi sistem pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas dengan teknologi yang terjangkau dan mudah diakses oleh perempuan dengan disabilitas

Serta Kemkominfo bisa kembangkan sarana, prasarana, dan layanan, akses teknologi informasi dan komunikasi ramah perempuan dengan disabilitas dan Kemendikbud bisa berinovasi untuk kurikulum dan metode pembelajaran berbasis teknologi yang memudahkan penyandang disabilitas khususnya perempuan dengan disabilitas berpartisipasi penuh dalam pembelajaran.

Topik:

  • Rochmanudin
  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya