Hasil Survei: Perempuan Tak Dapat Asuransi Kesehatan buat Keluarga

AJI dan PR2Media buat riset soal diskriminasi gender media

Jakarta, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) berkolaborasi dengan PR2Media melakukan riset tentang Diskriminasi Gender di Organisasi Media.

Riset ini melibatkan 405 jurnalis perempuan di 34 provinsi di Indonesia, guna membuka permasalahan dan perjuangan yang dihadapi oleh jurnalis perempuan dalam memperoleh hak sebagai pekerja.

Peneliti PR2Media Wendratama, dalam pemaparan hasil riset ini menyebutkan, 58 persen responden menyatakan jurnalis perempuan di tempat mereka bekerja tidak bisa mendapatkan tunjangan asuransi kesehatan untuk seluruh anggota keluarga mereka. 

"Jurnalis laki-laki berhak dapat asuransi untuk seluruh anggota keluarganya, sedangkan jurnalis perempuan tidak mendapat hak asuransi bagi seluruh anggota keluarganya," kata Wendratama dalam Peluncuran Survei dan Diskusi Publik secara daring, Selasa (7/6/2022).

Baca Juga: Menteri PPPA: Kesenjangan dan Bias Gender adalah Pelanggaran HAM

1. Jurnalis perempuan belum menikah sulit akses layanan reproduksi

Hasil Survei: Perempuan Tak Dapat Asuransi Kesehatan buat Keluarga"Melawan Diskriminasi Gender di Perusahaan Media: Diskusi Hasil Riset AJI dan PR2Media.” (Youtube/AJI Indonesia)

Bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, Wendratama menjelaskan, ada diskriminasi sesama perempuan yang terjadi ketika membahas renumerasi terkait asuransi kesehatan.

"Antara perempuan yang sudah menikah, dengan yang belum menikah," kata dia.

Contohnya adalah cakupan layanan reproduksi jurnalis perempuan yang sudah menikah, lebih lengkap dari pada yang belum menikah.

2. Jurnalis laki-laki lebih mudah naik jabatan

Hasil Survei: Perempuan Tak Dapat Asuransi Kesehatan buat KeluargaIlustrasi Rapat di Era New Normal (IDN Times/Aldila Muharma)

Masalah lainnya, ada 25,4 persen jurnalis perempuan yang juga mengalami diskriminasi gender dibanding jurnalis laki-laki, terkait hal promosi atau kenaikan jabatan di tempat kerja.

"Hal yang sering muncul adalah cerita masuknya sama, pekerjaannya sama, jabatannya sama, tugas kerjanya sama, bahkan kadang perempuan lebih banyak tapi dalam promosi atau kenaikan jabatan kadang yang lebih didahulukan adalah yang laki-laki," kata dia.

Wendratama mengatakan, biasanya hal ini terjadi karena anggapan ada masalah ketika jurnalis perempuan naik jabatan apalagi sudah menikah dan punya anak, hingga tak bisa diandalkan ketika terjadi masalah.

Bukan hanya itu, dia juga mengatakan, ada perbedaan dari segi gaji antara jurnalis perempuan dan laki-laki.

3. Ada 67,9 persen jurnalis perempuan tidak mendapat cuti haid

Hasil Survei: Perempuan Tak Dapat Asuransi Kesehatan buat KeluargaStereotip kesenjangan gender hingga detik ini masih acapkali terdengar, pelabelan bahwa kaum pria lebih diunggulkan dibanding perempuan. (IDN Times/Istimewa)

Sementara, Pengurus Nasional AJI Wida Primastika mengungkapkan, masih ada 67,9 persen responden tidak mendapat cuti haid di lingkugan kerja. Saat FGD dijelaskan, responden menyebutkan bahwa ada diskriminasi di media tempat mereka bekerja seperti dianggap tidak produktif atau lemah saat mengambil cuti haid.

"Pengalaman menstruasi perempuan kan beda-beda ya, itukan memiliki kekkhasan karakter tubuh yang berbeda, ada yang menstruasinya sakit ada yang tidak sakit," kata Wida.

"Jurnalis perempuan yang meminta cuti haid ada yang dianggap manja, padahal kebetulan pengalaman dia saat haid itu sakit," ujarnya.

4. Cara mengurangi dan menghapus diskriminasi gender

Hasil Survei: Perempuan Tak Dapat Asuransi Kesehatan buat KeluargaIlustrasi Sekelompok Perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Wida Primastika juga menjelaskan, responden jurnalis perempuan beranggapan cara untuk kurangi dan hapus diskriminasi gender di tempat kerja bisa dilakukan dari kebijakan yang lebih ramah gender, pengupahan yang setara, pimpinan yang punya kepekaan gender, transparasi manajemen atau HRD soal gaji, bonus dan tunjangan serta regulasi pemerintah yang juga ramah pada gender.

Riset ini memiliki tujuan melihat persepsi jurnalis terkait diskriminasi gender yang terjadi di tempat kerja, di antaranya tentang renumerasi, kenaikan jabatan, hak cuti, hak melahirkan, tunjangan kesehatan, dan kesempatan untuk berkontribusi di ruang redaksi.

5. Diharapkan kesetaraan gender jadi parameter kesejahteraan pekerja

Hasil Survei: Perempuan Tak Dapat Asuransi Kesehatan buat KeluargaWartawan unjuk rasa di depan Polres Simalungun menuntut polisi mengungkap pelaku pembunuh wartawan (IDN Times/Patiar Manurung)

Berdasarkan hasil survei ini, ada sejumlah rekomendasi. Pertama, memenuhi hak cuti kepada jurnalis perempuan, kemudian membangun iklim perusahaan yang mendukung kesetaraan gender, di antaranya memberikan ruang kepada jurnalis perempuan untuk berpendapat dan mengikuti promosi kenaikan pangkat, serta keterbukaan informasi standardisasi upah jurnalis.

Dewan Pers dan Kementerian Ketenagakerjaan juga diharapkan menjadikan kesetaraan gender, sebagai salah satu parameter kesejahteraan pekerja media, dan mengawasi secara aktif perusahaan pers terkait kesetaraan gender.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya