ICJR: Vonis Bebas Fatia-Haris Bukti Hakim Amini Keterlibatan Luhut
![ICJR: Vonis Bebas Fatia-Haris Bukti Hakim Amini Keterlibatan Luhut](https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20230608/whatsapp-image-2023-06-08-at-110901-0bf76a26c4f579273d6a3db88732d9b2_600x400.jpeg)
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dua aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar divonis bebas dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengungkapkan Majelis Hakim memberikan pertimbangan dalam konteks kebebasan berekspresi dalam kasus ini. Karena dalam putusannya ada fakta yang disebut bahwa Luhut punya saham yang dominan di PT Toba Sejahtera yakni sebesar 99 Persen. Ini juga menunjukkan adanya hubungan antara perusahaan yang dibicarakan Fatia-Haris dalam podcast.
“Fakta ini kemudian dipertimbangkan juga dalam unsur pasal dakwaan lainnya, tentang berita bohong dan kabar yang tidak pasti, Hakim telah mengamini bahwa memang terdapat keterlibatan Luhut Panjaitan dalam operasi perusahaan tersebut,” ujar ICJR dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (9/1/2023).
1. Pengaruh pada iklim kebebasan berekspresi
Meski keduanya telah divonis bebas, ICJR menilai, sidang yang sudah berjalan hingga 32 kali ini perlu dievaluasi, salah satunya soal pengaruh pada iklim kebebasan berekspresi. Persidangan dan kasus ini disebut memunculkan ketakutan soal buruknya demokrasi di Indonesia.
“Terlepas nantinya memang diputus bebas, proses persidangannya telah mengalihkan sebagian besar perhatian untuk kasus ini, dan kasus-kasus lain sejenis sayangnya berakhir berbeda dengan adanya kriminalisasi,” katanya.
Baca Juga: Bebas dari Kasus Luhut, Fatia dan Haris: Perjuangan Berlanjut
Editor’s picks
2. Aktivisme dan kritik malah direspons dengan proses pidana
ICJR juga menyoroti bagaimana upaya aktivisme apalagi kritik yang berdasar pada penelitian direspons dengan proses pidana. Padahal ini semua berkenaan dengan kebebasan berekspresi.
Maka dari itu, kondisi kriminalisasi Fatia-Haris ini disebut tak lepas dengan kebijakan hukum pidana khususnya UU ITE. Beleid ini disebut dirumuskan tanpa prinsip yang sesuai dengan negara demokrasi.
“Perlu diingat juga bahwa masih ada orang-orang yang dalam proses kriminalisasi karena bersuara kritis demi kepentingan umum. Sampai akhir 2023, masih terdapat korban-korban kriminalisasi UU ITE seperti Fatia-Haris,” katanya.
Baca Juga: Vonis Bebas Haris-Fatia, Luhut Sayangkan Ada Fakta Tak Dipertimbangkan
3. Harusnya kasus ini jadi pertimbangan serupa di kasus lainnya
Bebasnya Fatia-Haris, menurut ICJR menjadi secercah harapan. Ke depannya, pertimbangan majelis hakim dalam putusan Fatia-Haris perlu menjadi preseden untuk penyelesaian kasus-kasus di atas serta penerapan pasal penghinaan dalam KUHP baru, revisi kedua UU ITE, maupun dalam kerja-kerja aparat penegak hukum, bahwa kritik terhadap penguasa dilindungi dalam negara demokratis.