Kasus Anak DPR Aniaya Pacar hingga Tewas Merupakan Tindakan Femisida

Pembunuhan terhadap perempuan secara sadis

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan mengatakan, kasus penganiayaan terhadap Dini Sera Afrianti atau Andini (29) hingga tewas oleh pacarnya, Gregorius Ronald Tannur (31) yang merupakan anak anggota DPR, adalah tindakan femisida.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan, kasus ini adalah femisida dalam hubungan intim atau Femicide Intimate Partner Violence.

“Iya ini dikategorikan sebagai femisida dalam hubungan intim. Istilah femicide (femisida) sebagai salah satu bentuk dan puncak kekerasan terhadap perempuan belum dikenali di Indonesia,” kata Ami sapaan karibnya kepada IDN Times, Sabtu (7/10/2023).

Komnas Perempuan mendefinisikan femisida sebagai pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, karena jenis kelamin atau gendernya dan berlapis, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, dan kepuasan sadistik.

Baca Juga: Suami Bunuh Istri di Bekasi Merupakan Femisida, Sadis dan Esktrem

1. Ada 84 femisida dilakukan suami, mantan suami, pacar atau mantan pacar

Kasus Anak DPR Aniaya Pacar hingga Tewas Merupakan Tindakan Femisidailustrasi kekerasan (IDN Times/Nathan Manaloe)

Sejak 2017, Komnas Perempuan mulai melakukan pemantauan melalui pemberitaan online terkait kematian pada perempuan. Ami menyatakan, pelaku terbanyak adalah pasangan intim, baik suami, istri, mantan suami atau mantan pacar.

Komnas Perempuan mencatat, pada periode Juni 2021 hingga 2022, ditemukan 307 kasus kematian perempuan. Di antara ratusan kasus ini terdapat 84 femisida yang dilakukan suami, mantan suami, pacar atau mantan pacar.

“Hal ini menunjukkan kerentanan perempuan akan risiko femisida dari relasi abusive,” kata dia.

2. Kasus femisida di Indonesia masih dianggap pembunuhan biasa atau homicide

Kasus Anak DPR Aniaya Pacar hingga Tewas Merupakan Tindakan FemisidaKomisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dalam Konferensi Pers “Tanggapan Komnas Perempuan terhadap PKPU No.10 tahun 2023 khususnya terkait Pemenuhan Kuota 30% Perempuan dan Larangan Pelaku Kekerasan Seksual Sebagai Calon Legislatif” Jumat (12/5/2023). (dok. Komnas Perempuan)

Sayangnya, di Indonesia kasus pembunuhan terhadap perempuan dianggap sebagai pembunuhan biasa atau homicide. Padahal terdapat latar belakang, alasan yang didasarkan pada dominasi atau kekuasaan patriarki.

“Secara hukum pidana materiil di Indonesia, penanganannya merujuk pada pasal-pasal tentang pembunuhan, atau penganiayaan yang menyebabkan kematian. Namun, sudah saatnya khususnya pemeriksaan kasus femisida mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidakadilan yang pernah dialami korban, termasuk kekerasan sebelum ia tewas. Dengan memahami hal ini, membantu hakim untuk menjatuhkan hukuman yang proporsional pada pelaku,” kata Ami.

3. Perlu dokumentasi kasus pembunuhan sesuai kategori

Kasus Anak DPR Aniaya Pacar hingga Tewas Merupakan Tindakan Femisidailustrasi rancangan undang-undang (IDN Times/Aditya Pratama)

Kondisi hukum ini, kata dia, jadi dorongan untuk kepolisian agar bisa mendokumentasikan kasus-kasus pembunuhan berdasarkan beberapa kategori. Seperti halnya gender, motif, relasi korban, dan pelaku.

“Yang dapat membantu kita memiliki data femisida secara nasional,” kata Ami.

Baca Juga: Pembakaran Perempuan di Sorong Bentuk Femisida, Apa Artinya?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya